Alana tidak pernah menyangka bahwa satu malam di kamar nomor delapan ratus delapan akan menukar seluruh masa depannya dengan penderitaan. Di bawah pengaruh obat yang dicekoki saudara tirinya, dia terjebak dalam pelukan Kenzo Alfarezel, sang penguasa bisnis yang dikenal dingin dan tidak punya hati.
Sebulan kemudian, dua garis merah pada alat tes kehamilan memaksa Alana melarikan diri, namun kekuasaan Kenzo melampaui batas cakrawala. Dia tertangkap di gerbang bandara dan dipaksa menandatangani kontrak pernikahan yang terasa seperti vonis penjara di dalam mansion mewah.
Kenzo hanya menginginkan sang bayi, bukan Alana, tetapi mengapa tatapan pria itu mulai berubah protektif saat musuh mulai berdatangan? Di tengah badai fitnah dan rahasia identitas yang mulai terkuak, Alana harus memilih antara bertahan demi sang buah hati atau pergi meninggalkan pria yang mulai menguasai hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Aturan Ketat Tuan Muda
Wanita itu segera bangkit dan mencoba mendekati jendela untuk memastikan siapa sosok misterius yang berani mengganggu ketenangannya di malam terkutuk-kutuk ini. Jari tangannya yang gemetar menyentuh secarik kertas kusam yang terselip di celah kayu jati kuno yang mulai melapuk tersebut.
Angin malam kembali berhembus kencang hingga membuat lampu tempel di dinding kamar bergoyang dan menciptakan bayangan yang menakutkan. Alana membaca tulisan tangan yang sangat rapi namun terasa sangat dingin dan penuh dengan ancaman yang sangat nyata bagi hidupnya.
"Aturan pertama adalah kau dilarang menapakkan kaki di lantai dua tanpa izin tertulis langsung dari tanganku," ucap Alana membacakan tulisan itu dengan suara pelan.
Daftar itu berlanjut dengan berbagai larangan yang sangat tidak masuk akal bagi seorang istri yang baru saja melangsungkan pernikahan secara sah. Alana merasa seolah sedang membaca kontrak perbudakan daripada sebuah panduan hidup di dalam rumah tangga yang normal dan sehat.
Tiba-tiba pintu kamar yang terkunci itu diketuk dengan irama yang sangat pelan namun sangat konsisten hingga membuat Alana terlonjak kaget. Sosok Kenzo kembali berdiri di sana dengan sorot mata yang masih sekeras batu karang di tengah lautan yang sedang mengamuk hebat.
"Sudah kau baca daftar itu atau kau butuh aku untuk membacakannya tepat di depan wajahmu?" tanya Kenzo dengan nada yang sangat tajam.
Alana meremas kertas tersebut hingga menjadi gumpalan kecil dan menatap pria di hadapannya dengan tatapan yang penuh dengan rasa benci yang mendalam. Dia merasa bahwa setiap jengkal martabatnya sedang dikuliti secara perlahan oleh aturan yang sangat mengekang kebebasannya sebagai manusia yang merdeka.
"Ini bukan aturan rumah tangga melainkan daftar hukuman yang sengaja kau buat untuk menyiksaku secara perlahan-lahan," balas Alana dengan suara yang penuh penekanan.
Kenzo tidak membantah tuduhan itu melainkan justru melangkah masuk dan menutup pintu dengan punggungnya sambil bersedekap dada secara angkuh. Dia memandangi Alana dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan yang sangat merendahkan seolah wanita itu hanyalah pajangan yang sangat murah harganya.
"Kau cerdas juga ternyata, karena memang itulah tujuanku sejak awal membawamu kembali ke neraka ini," sahut Kenzo dengan seringai yang sangat tipis dan dingin.
Lutut Alana terasa sangat lemas mendengar kejujuran pria itu yang sangat menyakitkan bagi hatinya yang sedang terluka sangat parah. Dia ingin berteriak sekuat tenaga namun tenggorokannya terasa sangat kering seolah ada segumpal pasir yang menyumbat setiap jalur pernapasan di dalam dirinya.
Kenzo mengeluarkan sebuah kunci perak dari saku celananya lalu melemparkannya ke atas ranjang kayu yang berderit sangat nyaring itu. Kunci itu adalah simbol dari penjara baru yang akan mengurung Alana di dalam kamar pengap ini selama Kenzo mengurus segala urusan bisnis di luar sana.
"Aturan kedua adalah kau harus menyerahkan seluruh alat komunikasi dan tidak boleh menghubungi siapa pun tanpa pengawasanku," perintah Kenzo dengan suara yang sangat mutlak.
Alana hanya bisa terdiam dengan air mata yang mulai mengenangi pelupuk matanya saat melihat pria itu mengambil tas kecil miliknya secara paksa. Dia merasa seluruh dunianya benar-benar telah terputus dari kenyataan di luar sana dan kini dia hanyalah milik sang iblis Alfarezel sepenuhnya.
Malam semakin larut saat Kenzo akhirnya meninggalkan kamar itu setelah memastikan bahwa Alana tidak memiliki celah sedikit pun untuk melarikan diri kembali. Alana meringkuk di sudut ruangan sambil memandangi kertas aturan yang kini berserakan di atas lantai yang sangat berdebu dan sangat sunyi itu.
Dia menyadari bahwa mulai besok pagi hidupnya akan berubah menjadi sebuah rutinitas yang sangat menyiksa dan penuh dengan rasa takut yang menghantui. Setiap langkah yang dia ambil akan selalu diawasi oleh pasang mata-mata yang tidak pernah tidur dan selalu siap melaporkan segala kesalahannya kepada tuan muda yang kejam.
Tepat saat Alana hendak memejamkan matanya yang sudah sangat lelah, dia mendengar suara tawa halus dari balik lemari tua yang berada di sudut kamar. Sesosok bayangan manusia mulai muncul secara perlahan dari kegelapan dinding dan menatap Alana dengan sebuah senyuman yang sangat aneh serta sangat mencurigakan.