NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM SANG IBLIS SURGAWI

BALAS DENDAM SANG IBLIS SURGAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Transmigrasi / Fantasi Timur / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22: RAHASIA DI BALIK CINCIN (2)

Di sebuah ruangan sempit dan remang, hanya cahaya dari sebatang lilin yang bergetar menahan kegelapan. Asap menyan berputar pelan seperti ular tipis, menempel di dinding batu yang lembab. Di tengah lingkaran ritual penuh simbol darah dan abu, Yuto duduk bersila dengan tubuh gemetar hebat.

Jari telunjuk dan tengahnya menyatu di depan dada, bibirnya bergerak pelan, menggumamkan mantra-mantra kuno seperti sedang berbisik pada arwah yang tak terlihat.

Namun tiba-tiba—

"URGHH!"

Tubuhnya tersentak keras seperti disambar petir. Napasnya tersengal, seolah dadanya ditusuk dari dalam oleh ribuan jarum panas. Ia hampir terpental mundur, matanya membelalak merah menyala.

KRAAK!

Napasnya yang berat berubah menjadi batuk keras—semburan darah gelap keluar dari mulutnya, membasahi lantai ritual. Urat-urat di wajahnya menonjol seperti akar pohon yang memberontak ingin keluar. Dari sudut matanya, darah mengalir menetes ke dagu.

"Sialan…" desisnya serak sambil menahan dada yang bergetar. "Aku tak menyangka pertarungan ini… berlangsung selama ini… Qi-ku hampir habis…"

Suara tuanya pecah seperti kayu retak. Ia menatap sekeliling lingkaran ritual yang kini berantakan total. Kertas-kertas mantra kuning kui jin hu terbakar menjadi abu hitam. Lingkaran darah di lantai retak oleh tekanan energi yang tidak seimbang. Kedua lengannya penuh sayatan dalam, dari luka lama hingga baru, darahnya mengalir menyatu dengan tinta ritual.

"A… aku sudah mencapai batasnya," katanya lagi, suaranya bergetar seperti angin di musim dingin. Ia menggelengkan kepala perlahan dengan wajah pucat. "Tiga roh kelas menengah… satu pendekar Qi Ranah Guru… bahkan Hiroshi mati dalam transformasi harimau… dan hasilnya…"

Ia menggeram marah, memukul tanah dengan tinju gemetar.

BRAK!

"Bajingan itu masih hidup! Mo Long masih bernapas!"

Ia terdiam sebentar, napasnya berat dan tidak teratur. Lalu menghela napas panjang yang menyakitkan. Matanya sayu menatap dinding kayu yang dingin dan lembab.

"Aku harus segera melapor pada tuan… semoga dia tidak menyiksaku terlalu kejam…" gumamnya pelan dengan suara ketakutan, mencoba berdiri dengan terhuyung. Langkahnya berat dan pincang, seperti orang yang baru saja kembali dari neraka yang membakar jiwanya.

Sementara itu, di kejauhan, dua sosok melesat cepat di atas atap rumah dengan Qinggong tingkat tinggi, langkah kaki mereka nyaris tak menimbulkan suara. Bulan purnama yang bersembunyi di balik awan menjadi saksi dua bayangan yang bergerak bagai angin—Mo Long dan Yaohua.

TAP! TAP! TAP!

Angin malam menusuk kulit, membawa sisa bau darah dan abu pertarungan yang baru usai.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Yaohua cemas tanpa menghentikan langkahnya yang cepat.

Mo Long melirik sekilas dengan wajah datar. "Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Aku baik." Yaohua mengernyitkan kening, ia sama sekali tak percaya pada jawaban itu. "Kau yakin? Kau bertarung cukup sengit tadi. Kondisimu pun belum sepenuhnya pulih dari luka internal."

"Aku tidak selemah itu," ujar Mo Long sambil terus berlari tanpa menoleh, napasnya masih teratur.

Yaohua terdiam sebentar, lalu bertanya lirih, "Apa kau yakin kita harus mengejarnya sekarang? Bukankah lebih baik kita istirahat dulu?"

"Tentu saja kita kejar sekarang." Mata Mo Long menyipit berbahaya, pandangan tajam menembus kegelapan seperti elang memburu. "Dia sedang kehabisan Qi dan terluka parah. Ini kesempatan emas. Kita tak akan dapat peluang seperti ini lagi—dia akan sembunyi atau kabur dari Long Ya."

Yaohua tidak menjawab, tapi di dalam hatinya bergolak berbagai perasaan—harapan, takut, dendam.

'Jika kita berhasil menangkap Yuto,' pikirnya dengan jantung berdetak keras, '…hanya selangkah lagi menemukan Haikun. Selangkah lagi aku terbebas dari kutukan yang menghantuiku selama bertahun-tahun!'

WUUUSH!

"Itu jembatan bambunya!" seru Mo Long sambil menunjuk ke depan.

Mereka berdua mempercepat langkah dengan Qi yang mengalir ke kaki, melompat melewati genteng rumah yang berserakan pecahan bata—

WHOOP!

—lalu keduanya mendarat dengan sempurna di atas batang pohon tinggi di sisi sungai kecil.

Dari tempat itu, mereka mengawasi jembatan bambu di bawah—sepi, hanya suara air mengalir pelan yang memecah keheningan malam.

Mo Long menatap sekitar dengan mata waspada, napasnya teratur. "Tak ada siapa-siapa di sini…"

Namun Yaohua memejamkan mata dengan erat, merasakan dengan indera spiritualnya yang tajam.

FWUUUU...

Angin lembut berhembus dari arah barat, membawa aroma samar… busuk, hangus, dan getir seperti bau mayat terbakar.

'Bau ini… rasa Qi ini… sama seperti aura Haikun dulu saat dia mulai belajar Tao gelap… pasti di sekitar sini…' pikirnya dengan jantung berdetak semakin cepat.

FWUUUSH!

Tiba-tiba angin berhembus deras dari sisi kirinya—membawa aura yang sama namun lebih kuat.

Mata Yaohua membulat. Ia menoleh tajam ke arah sumber.

"Di sana!" serunya sambil menunjuk gang sempit di antara rumah. "Aku merasakannya dengan jelas!"

Tanpa berpikir panjang, Mo Long melesat secepat kilat seperti panah hitam, diikuti Yaohua di belakangnya. Mereka melintasi jalanan berbatu, melewati deretan rumah sempit yang gelap. Cahaya obor dari kejauhan bergetar, seakan takut pada aura pembunuh yang mereka pancarkan.

TAP! TAP! TAP!

Di ujung gang yang gelap, sosok Yuto muncul dengan langkah terpincang. Punggungnya membungkuk, jari di tangan kirinya mengenakan cincin merah yang berkilat samar dengan cahaya darah. Tapi meski tubuhnya tampak lemah dan terluka parah, matanya menyala seperti bara yang masih hidup.

Ia menoleh ke belakang dengan napas tersengal, melihat Mo Long datang mendekat dengan kecepatan mengerikan—dan bibirnya tersenyum miring penuh kegilaan.

Telunjuk dan jari tengahnya menyatu dengan cepat, ia angkat ke depan mulut.

Suara mantranya lirih namun menusuk, seperti bisikan seribu arwah yang kelaparan.

"Wahai roh api… aku pinjam kekuatanmu… bakar musuhku!"

WHOOOSH!

Semburan api membara keluar dari mulutnya bagai napas naga. Api itu menyapu gang sempit dengan suara menderu, membakar dinding bambu dan membuat udara bergetar panas hingga kulit terasa terbakar.

Mo Long memutar tubuh dengan cepat, melompat rendah ke tanah—

WUUUSH!

—lalu berguling di udara dengan gerakan akrobatik. Tubuhnya menukik cepat, melewati gelombang api yang panasnya membakar ujung hanfunya. Ia mendarat berguling, lalu melesat lagi ke depan tanpa kehilangan momentum.

Yuto menghentikan semburannya dengan napas tersengal, kedua tangannya membentuk mudra baru dengan jari-jari gemetar. "Roh angin… berkahilah tanganku dengan kecepatan!"

WUUUSH!

Pusaran udara terbentuk menyelimuti kedua tangannya, berputar kencang seperti perisai tornado kecil yang tajam. Ia melancarkan serangan tangan berkecepatan tinggi ke arah Mo Long yang mendekat.

BRAAK! BRAAK! BRAAK!

Mo Long menggunakan teknik Kanan Pukulan, Kiri Tapak Tangan—tangannya diselimuti kabut hitam tipis Qi Bayangan yang berdenyut.

BOOM! BOOM! BOOM!

Pukulan dan tendangan bertemu dengan brutal, percikan Qi hitam dan putih memecah udara. Setiap benturan menciptakan gelombang kejut kecil yang membuat tanah bergetar.

Namun dalam satu celah singkat saat Yuto fokus pada Mo Long—

TAP!

Yaohua muncul dari belakang Yuto seperti hantu—gerakannya halus, nyaris tanpa suara, seperti ular yang menyerang.

SLUP! SLUP! SLUP!

Beberapa jari halusnya menekan titik-titik akupuntur di sepanjang punggung Yuto dengan presisi sempurna. Aliran Qi pria tua itu langsung tersendat dan macet di meridian.

FWUUU...

Pusaran angin di tangannya lenyap seketika seperti lilin yang ditiup.

Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Mo Long.

WUUUSH!

Mo Long berputar seperti puncak gasing dan menghantam wajah Yuto tiga kali berturut-turut dengan kekuatan penuh.

DUK! DUK! DUK!

BRAK!

Tubuh Yuto terpental ke dinding batu dengan keras, tulang punggungnya menghantam batu, lalu jatuh tersungkur ke tanah seperti boneka yang talinya putus.

Mo Long melangkah cepat dengan mata dingin, mencengkeram kerahnya dengan tangan kanan, kemudian mengangkat tubuh ringkih itu dan mencekik leher Yuto dengan kekuatan yang terkontrol.

"Dengarkan aku baik-baik, tabib tua," suaranya rendah dan menekan seperti suara dari kuburan. "Ikutlah kami dengan tenang… jika kau ingin tetap hidup sampai besok."

Yuto mengangkat wajahnya perlahan dengan susah payah, darah segar mengalir dari bibirnya yang pecah. Senyum tipis penuh kepahitan terbentuk di wajah tirusnya yang penuh luka.

"Kau pikir… bisa membawaku hidup-hidup?" katanya dengan suara parau yang mengerikan.

Tiba-tiba darah mulai menetes dari kedua matanya seperti air mata merah, lalu hidungnya. Urat-urat di wajahnya muncul mencuat seperti cacing di bawah kulit. Kepalanya mulai membengkak perlahan, seperti ditekan dari dalam oleh sesuatu yang hidup.

Mata Mo Long langsung melebar dengan wajah shock.

'Serangga parasit! Dia akan meledakkan kepalanya sendiri!'

Tanpa ragu sedetik pun, ia mengangkat tangan kanannya dengan cepat. Dua jarinya—telunjuk dan tengah—menyatu dengan sempurna, lalu menembus cepat ke arah hidung Yuto dengan gerakan seperti ular yang menyerang.

SLUP!

Seketika jari Mo Long bergetar halus di dalam hidung, mengeluarkan gelombang Qi tipis namun presisi tinggi—seperti jarum yang mencari target spesifik.

DEGH!

Tubuh Yuto menegang keras, matanya membelalak lebar penuh shock. Sesaat kemudian, tubuhnya bergetar hebat seperti kesetrum, lalu terkulai diam seperti mayat.

Mo Long menarik jarinya pelan dengan hati-hati, darah merah gelap kental menetes dari hidung Yuto.

Yaohua menatapnya dengan napas tertahan dan mata melebar. "Dia… mati?"

Mo Long menggeleng pelan, menatap sosok tabib tua yang kini terbaring tak sadarkan diri di tanah berdebu. "Belum. Tapi jika parasit itu bereaksi sedikit lebih lama… kepalanya akan meledak menjadi serpihan."

Ia berdiri tegak dengan napas berat, menatap langit yang diliputi kabut tipis.

"Bersiaplah," katanya pelan namun tegas. "Malam ini… baru saja dimulai. Ini belum berakhir."

Beberapa saat kemudian—malam kian larut. Hanya suara api kecil dari tungku yang masih menyala dengan suara berderak, menebar cahaya jingga yang bergoyang di salah satu ruangan rumah Yaohua yang masih utuh.

Di tengah ruangan, Mo Long duduk santai di kursi rotan sambil menyeruput teh hangat, sementara Yuto terbaring tak sadarkan diri di lantai dengan tubuh ringkih, tangan dan kakinya terikat tali kuat yang berlapis segel Qi penahan yang berkilat samar.

Yaohua menatap sekeliling dengan wajah kesal—dinding yang retak dan berlubang, debu yang menumpuk tebal di lantai, genteng yang berjatuhan—semuanya membuat dia menghela napas keras penuh frustrasi.

"Kau merusak rumahku!" serunya kesal sambil menunjuk kerusakan di mana-mana.

Mo Long terkekeh pelan dengan santai, meletakkan gelas tehnya di meja kecil. "Bukankah yang merusak orang-orang suruhan Haikun?" jawabnya dengan nada santai namun penuh logika. "Mereka yang menyerang, bukan aku."

Ia menambahkan dengan senyum tipis yang menggoda, "Aku justru yang menyelamatkanmu dari mereka. Seharusnya kau berterima kasih."

Yaohua mendengus keras dan menatapnya tajam dengan pipi yang memerah karena kesal. "Tapi karena kau ada di sini, mereka menyerang rumahku dengan kekuatan penuh!" Nada suaranya meninggi, pipinya memerah makin jelas. "Kalau kau tidak ada, mereka tidak akan menyerbu ke sini!"

Mo Long tertawa ringan dengan suara yang menyenangkan. Ia berdiri dengan gerakan anggun, melangkah pelan ke arah wanita itu dengan senyum tipis, lalu dengan dua jarinya, mengangkat dagu Yaohua lembut.

"Bukankah aku sudah memenangkan taruhan kita?" katanya pelan sambil menatap mata wanita itu dalam. "Aku berhasil mengalahkanmu, jadi aku bebas bersamamu.."

Yaohua tak menjawab, ia mengalihkan wajah dengan cepat, bibirnya menipis menahan senyum kesal yang ingin keluar.

Mo Long semakin mendekat perlahan, hingga napasnya terasa hangat di wajah Yaohua. Suaranya berubah menjadi lembut, nyaris berbisik dengan nada yang menggoda.

"Bagaimana jika kau ikut denganku… tinggal bersamaku di klan?"

Yaohua tertawa pelan dengan mata yang menyipit curiga. "Aku tahu apa maksudmu," ujarnya sambil menyilangkan tangan di depan dada, menutupi tubuhnya. "Kau hanya ingin mengajakku ke ranjangmu lagi."

"Bukankah kau menyukainya?" Mo Long menunduk sedikit, senyumnya menggoda penuh percaya diri.

Wajah mereka semakin dekat dengan napas yang bercampur, bayangan mereka menyatu dalam cahaya tungku yang temaram. Jarak di antara mereka hanya sejengkal—bibir mereka hampir menyentuh—

KRIEET!

Tiba-tiba pintu terbuka keras dengan bunyi yang mengganggu.

"Tuan! Serangganya masih hidup! Ini dari dalam kepala Hiroshi!" seru Gao Shan dengan napas tersengal sambil menjulurkan tangannya ke dalam ruangan. Di ujung jari telunjuk dan jempolnya, seekor makhluk mirip cacing hitam panjang menggeliat lemah dengan gerakan menjijikkan.

Gao Shan melangkah masuk—lalu tertegun seketika.

Matanya membulat melihat Mo Long dan Yaohua yang begitu dekat dengan posisi yang sangat intim. "A-aku… sepertinya mengganggu…" katanya canggung sambil garuk-garuk kepala dengan tangan yang lain.

Mo Long segera mundur selangkah dengan cepat, berdehem pelan dan memalingkan wajah yang sedikit memerah.

Yaohua cepat-cepat menutup wajahnya dengan kipas kecil yang diambil dari meja, wajahnya merah padam.

"Tidak… tidak, kemarilah," ujar Mo Long cepat dengan nada agak tinggi, mencoba menutupi kekikukan yang jarang terjadi padanya. "Tunjukkan padaku serangga itu."

Gao Shan menyerahkan makhluk menjijikkan itu dengan hati-hati. Mo Long menatapnya sekilas dengan mata tajam, lalu dengan satu sentuhan Qi halus di ujung jarinya—

TSSS...

—serangga itu langsung melemas dan berhenti bergerak.

Ia mengambil kendi kecil keramik di atas meja dan memasukkan serangga itu ke dalamnya dengan hati-hati, menutup rapat dengan segel tipis Qi yang berkilat biru.

"Untuk apa itu, Tuan?" tanya Gao Shan heran sambil mengamati. "Tanpa induknya di dalam tubuh host, serangga parasit itu tak berguna sama sekali."

Mo Long tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Gao Shan dengan seringai samar yang penuh makna tersembunyi.

Tatapan itu cukup untuk membuat Gao Shan menyadari sesuatu. Wajahnya berubah dari bingung menjadi kagum, lalu menunduk dalam-dalam dengan hormat. "Tu… Tuan muda benar-benar cerdik," katanya kagum dengan suara yang penuh kekaguman. "Hamba tidak menyangka Tuan punya rencana sejauh itu."

Yaohua mengamati semuanya dari samping dengan wajah penasaran, matanya lembut namun penuh tanda tanya. Ia menghela napas dan berkata lirih, "Kau benar-benar misterius, Mo Long… Aku tidak pernah bisa menebak apa yang ada di kepalamu."

Gao Shan menangkup tangannya dalam salam gongshou yang sopan, berpamitan dengan hormat sebelum keluar ruangan dan menutup pintu pelan.

KRIEET... KLAK.

Hening kembali turun di ruangan itu. Yaohua melangkah mendekat dengan langkah pelan, lalu dengan suara halus—namun tidak terdengar oleh telinga biasa—ia menggunakan transmisi Qi untuk berbicara langsung ke pikiran Mo Long.

'Teknik paduan pukulan dan tapak tangan yang kau gunakan tadi melawan Yuto… dari mana kau mempelajarinya? Aku tidak pernah melihat teknik seperti itu sebelumnya.'

Mo Long sedikit terkejut mendengar transmisi Qi-nya yang tiba-tiba. Ia menatap Yaohua dengan senyum samar, menyadari bahwa wanita cerdas ini mulai curiga pada identitas aslinya.

'Aku tak sengaja menemukannya saat berlatih sendiri,' jawabnya datar lewat transmisi Qi juga.

Yaohua tersenyum tipis, matanya tajam penuh kecurigaan.

'Kau tahu, teknik itu… mirip dengan jurus ortodoks dari Kuil Shaolin. Sangat mirip.'

'Aku tidak tahu apa itu Kuil Shaolin,' sahut Mo Long singkat tanpa ekspresi.

'Belum satu bulan sejak tiga Dantian-mu bangkit dari tidur panjang, dan kau sudah bisa menciptakan sebuah teknik baru setingkat itu?' Yaohua menatapnya dengan mata tak percaya, suaranya di pikiran terdengar skeptis.

Mo Long menegakkan tubuh dengan percaya diri, matanya penuh keyakinan yang hanya dimiliki jenius sejati.

'Tentu saja bisa,' katanya santai lewat transmisi Qi, bibirnya terangkat membentuk senyum yang hanya dimiliki orang dengan rahasia besar. 'Aku jenius, ingat?'

TOK! TOK! TOK!

Suara ketukan tegas di pintu memecah keheningan dan transmisi Qi mereka.

"Masuk," ujar Mo Long dengan suara lantang.

Hu Wei melangkah masuk dengan langkah mantap meski wajahnya masih pucat dari pertarungan tadi, namun matanya tegas penuh loyalitas. Ia menunduk memberi salam gongshou dengan hormat, lalu membuka bungkusan panjang kain gelap di punggungnya.

"Tuan, pendekar Qi yang menyerang Anda tadi ternyata berasal dari Klan Pencari Kebenaran," ujarnya dengan nada hormat.

"Ah…" Mo Long mengangguk pelan, matanya menyipit penuh minat. "Klan yang terkenal itu. Lanjutkan."

Hu Wei melanjutkan dengan serius, "Mereka memiliki tradisi unik: berkelana saat muda mencari arti kehidupan dan kebenaran sejati, lalu kembali ke klan saat dewasa membawa pemahaman baru. Mungkin pendekar itu kebetulan melewati wilayah ini dalam pengembaraannya… lalu disergap Hiroshi dan Yuto, lalu dikendalikan pikirannya."

Mo Long hanya mengangguk dengan wajah tenang, tapi matanya tak lepas dari benda panjang yang dibawa Hu Wei. Menyadari perhatian tuannya, Hu Wei mengangkat pedang unik yang digenggamnya.

"Tuan, ini pedang milik pendekar itu. Setelah saya periksa dengan teliti… pedang ini sungguh unik dan berbeda dari pedang biasa."

Hu Wei menggenggam gagangnya yang terbungkus kulit hitam dan menggoyangkannya pelan.

TING… TING… TING…

Bilah pedang itu terbagi menjadi belasan segmen kecil, saling terhubung oleh rantai Qi halus yang berkilauan. Saat digerakkan dengan Qi, bilahnya memanjang dan bergetar seperti ular logam yang hidup.

"Pedang saya retak parah saat melawan harimau jadi-jadian itu," kata Hu Wei sambil tersenyum kecil dengan wajah yang agak malu. "Izinkan saya memiliki pedang ini sebagai pengganti, Tuan."

Mo Long tertawa kecil dengan suara yang menyenangkan. "Ambillah. Itu hakmu sebagai yang menemukannya."

Ia menepuk bahu pengawalnya dengan ramah, lalu menambahkan dengan nada santai namun penuh tantangan yang membuat mata Hu Wei berbinar,

"Jika kau bisa menguasai Teknik Pedang Rantai seperti pemilik aslinya yang bisa memanjang hingga sepuluh meter… aku akan memberimu satu botol Eliksir Pembersih Meridian."

Mata Hu Wei langsung berbinar terang, napasnya tercekat karena shock. "B-benarkah, Tuan? Eliksir itu sangat langka!"

Mo Long mengangguk pelan dengan wajah serius, matanya bersinar samar di bawah cahaya tungku yang bergoyang. "Benar. Aku suka orang yang berani mencoba hal mustahil dan berhasil."

Hu Wei menunduk dalam-dalam dengan semangat baru yang berkobar di dadanya.

"Terima kasih, Tuan! Saya akan berlatih siang malam!"

Sementara itu, Yaohua hanya menatap Mo Long dari samping dengan pandangan campur aduk—antara kagum pada kepemimpinannya, curiga pada identitas aslinya, dan… takut pada kekuatan yang tersembunyi di balik wajah tenangnya.

Dalam hatinya, ia bergumam pelan dengan jantung yang berdebar,

'Siapa sebenarnya dirimu, Mo Long…? Kenapa rasanya seperti kau sudah menjalani kehidupan yang panjang sebelum ini?'

Suasana di ruangan itu hangat seperti lentera yang menggantung—kehangatan kepercayaan dan loyalitas di mata Hu Wei terhadap tuannya. Namun di sisi lain, seperti api yang bergoyang di dalam lentera, hati Yaohua terombang-ambing oleh sosok Mo Long yang penuh misteri dan bahaya.

Namun tiba-tiba, suasana hangat di ruangan itu berubah dingin.

"Uhuk… uhuk…"

Suara batuk lirih terdengar dari lantai bawah.

Suara serak itu membuat semua orang menoleh dengan waspada. Yuto, yang sejak tadi terbaring tak sadarkan diri di lantai dengan tangan dan kaki terikat, mulai bergerak. Tubuh kurusnya gemetar hebat. Kelopak matanya perlahan terbuka berat, menatap langit-langit kayu yang hangus sebagian dengan tatapan kosong.

Ia berusaha bangun namun terhuyung karena tangan dan kakinya terikat.

Dengan suara lirih seperti bisikan roh yang kesakitan, ia bergumam,

"Kenapa… aku masih hidup…?"

Tangannya yang diikat gemetar hebat, bibirnya pecah dan kering berdarah.

"Air…" katanya lagi dengan rintih memelas seperti orang yang hampir mati kehausan, "beri aku air… kumohon…"

Yaohua, Mo Long, dan Hu Wei saling berpandangan dengan mata waspada. Dalam diam yang tegang, Yaohua yang akhirnya melangkah lebih dulu dengan wajah lembut namun was-was, menuangkan air dari kendi dan menaruhnya di mulut pria tua itu dengan hati-hati.

Beberapa waktu berlalu.

Tiga kendi telah kosong. Yuto duduk bersandar di dinding dengan napas yang masih lemah, napasnya mulai teratur walau tubuhnya gemetar. Wajahnya masih pucat seperti mayat, tapi matanya mulai hidup kembali—meski redup, seperti nyala lilin di ujung masa hidupnya yang hampir habis.

Ia menghela napas panjang yang menyakitkan, lalu terkekeh pelan dengan suara parau.

"Jadi… kau berhasil menghentikan serangga sialan itu tanpa membunuhku…" katanya dengan suara parau penuh kagum. Ia melirik kendi-kendi kosong di sampingnya. "Tapi dia… hanya tertidur, belum mati. Suatu saat dia akan bangun lagi."

Mo Long menyilangkan tangan di dada dengan santai, menatapnya tenang seperti predator yang mengawasi mangsa.

"Jika aku mengerahkan sedikit lebih banyak Qi," katanya datar tanpa emosi, "tidak hanya serangganya yang mati… tapi otakmu pun akan rusak dan berakhir mati."

Yuto terdiam sejenak dengan mata melebar, lalu tertawa lirih—tawa getir penuh kelelahan dan kepahitan. "Itu… bahkan lebih baik," ujarnya sambil menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong, "daripada aku harus berada di sini sebagai tahanan yang akan disiksa."

Matanya kemudian beralih ke Yaohua, yang berdiri dengan tangan mengepal erat di sisi tubuhnya yang gemetar. Tatapan tajam wanita itu menusuk jiwa, penuh luka yang menganga dan amarah yang tertahan bertahun-tahun.

Yuto menghela napas berat yang menyakitkan, lalu menatap kembali ke arah Mo Long dengan wajah lelah. "Bagaimana bisa… kau tahu soal serangga parasit itu? Teknik mematikannya sangat langka dan hanya dikuasai beberapa orang."

Mo Long menjawab singkat dengan wajah datar, "Ayahku yang memberitahuku. Dia pernah menghadapi hal serupa."

Namun dalam hatinya ia berkata dingin dengan senyum tipis yang tak terlihat,

'Saking seringnya Kultus Iblis menggunakan parasit seperti itu untuk mengendalikan anggota, Fraksi Ortodoks meneliti bertahun-tahun cara menetralkannya tanpa membunuh host. Mereka tidak tahu… akulah yang dulu memimpin penelitian itu sebagai Guang Lian, Panglima Perang Ortodoks.'

Yuto menatapnya lekat-lekat seolah ingin membaca pikiran yang tersembunyi, tapi ia tahu Mo Long tak mungkin sekadar bocah biasa dari klan kecil. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik mata dingin itu.

Lalu ia menunduk lelah, menatap lantai tanah di bawahnya dengan wajah penuh penyesalan, suaranya melemah menjadi bisikan.

"Yaohua…" katanya pelan dengan suara yang bergetar.

Wanita itu menatapnya tanpa suara, matanya berkaca-kaca menahan air mata.

"Aku… minta maaf. Maafkan aku."

Kata-kata itu membuat Yaohua melangkah maju dengan tangan bergetar hebat, napasnya tersengal. "Kenapa?!" suaranya pecah penuh emosi yang meledak, "Kenapa kau yang aku anggap sebagai orangtua sendiri… orang yang paling aku percayai… melakukan semua ini padaku?! Kenapa kau membunuh semua orang yang berusaha mendekatiku?!"

Yuto mendongak dengan mata yang berkaca-kaca, menatap wajah wanita muda yang dulu sering ia rawat dan ajari saat masih menjadi murid medisnya yang berbakat. Ada sesuatu di matanya—penyesalan yang dalam, sekaligus ketakutan yang mencengkeram jiwa.

Perlahan, ia mengangkat tangan kirinya yang masih terikat dengan gemetar, memperlihatkan cincin merah di jarinya. Batu merah itu tampak berdenyut samar seperti jantung yang hidup di bawah cahaya tungku yang bergoyang.

"Ini…" katanya lirih, suaranya hampir berbisik seperti orang yang menyesal, "semua ini… karena cincin merah terkutuk yang aku pakai ini."

Cahaya api di ruangan tiba-tiba bergetar seperti ketakutan, seolah lilin pun ikut mendengar pengakuan yang mengerikan itu.

Bayangan cincin merah itu memantul di mata Mo Long yang tajam—dan di dalam pantulan itu, ia melihat kilatan merah yang aneh…

Seperti mata iblis yang tersenyum penuh kepuasan di kegelapan.

1
Meliana Azalia
Kejamnya~
Meliana Azalia
Ngegas muluk
Ronny
Bertarung berdua nih ❤️
Ronny
Cu Pat Kai: ‘’Dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir’’
Ronny
Kayak tom and jerry gao shan sama gao shui wkwk
Ronny
Aya aya wae 🤣
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Dwi Nurdiana
aww manisnya kisah cinta janda sama brondong ini
Dwi Nurdiana
aih pertarungan bagai dansa di malam hari😍
Dwi Nurdiana
min mao ini ya emang minta dicubit
Dwi Nurdiana
babii🤭
Dwi Nurdiana
wkwkwk rasain 🤭
Dwi Nurdiana
awal yang tragis tapi seru😍
Abdul Aziz
awal yang bagus dan menegangkan, lanjutin thor penasaran gimana si mo long ngumpulin kekuatan buat balas dendam
Abdul Aziz
paling gemes sama musuh dalam selimut apalagi cewe imut/Panic/
Ren
mampus mo feng!!
Ren
up terus up terus!
Ren
fix pelayanan min mao
Ren
hampir ajaa
apang
si mo long harus jadi lord kultus iblis!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!