Bayu, seorang remaja yang sedang dalam proses pencarian jati diri. Emosinya yang masih labil, membuat ia mudah tersulut emosi dan juga mudah terhasut.
Suatu malam, Bayu pulang dalam keadaan mabuk. Sang ayah yang kecewa dan marah, tanpa sadar memukulinya.
Termakan hasutan tetangga, Bayu tega melaporkan ayahnya dengan tuduhan kekerasan anak. Hubungan ayah dan anak yang sebelumnya sudah goyah, menjadi semakin buruk. Namun, pertemuannya dengan seorang gadis sedikit membuka mata hatinya.
Sebuah rahasia besar terungkap ketika ibunya pulang kembali ke kampung halaman setelah dua tahun menjadi TKW di luar negeri.
Apa rahasia besar itu?
Mampukah rahasia itu menyatukan kembali hubungan ayah dan anak yang terlanjur renggang?
Ikuti kisah selengkapnya dalam 👇👇👇
MAAFKAN AKU, AYAH
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Mengungkap Kebenaran
.
Setelah bergulat dengan pikirannya, Bayu akhirnya mengangkat kepalanya. Ia menatap ke arah Dokter Ilham, Dokter Fahmi, dan kedua petugas wanita yang sedari tadi hanya diam menyimak. Kemudian, tatapannya beralih pada ayahnya.
Bayu yang semula duduk sejajar dengan ayahnya, perlahan menjatuhkan tubuhnya ke bawah, melorot dan berlutut di hadapan Pak Ahmad. Kedua tangannya menggenggam erat dua tangan Pak Ahmad. Ia menatap wajah ayahnya lekat-lekat, mencoba menyampaikan kesungguhan hatinya.
"Maafkan aku, Ayah," ucap Bayu dengan suara lirih, menggelengkan kepalanya lemah. Air matanya tak berhenti mengalir, membasahi punggung tangan Pak Ahmad. "Aku sudah mengecewakan Ayah lagi. Aku... aku sangat menyesal."
Pak Ahmad tertegun. Ia menatap Bayu dengan tatapan bingung dan terluka. Ia tidak mengerti mengapa anaknya berlutut di hadapannya dan meminta maaf.
"Bangun, Nak," ucap Pak Ahmad, berusaha mengangkat tubuh Bayu. "Kenapa minta maaf? Jadi, kamu benar-benar menggunakan obat itu?"
Namun, Bayu menolak untuk berdiri. Ia tetap berlutut di hadapan ayahnya, memohon ampun atas segala kesalahannya.
"Tidak, Ayah... aku sungguh tidak tahu kalau aku sudah mengkonsumsi obat terlarang itu," lanjut Bayu, dengan suara bergetar. "Aku bahkan tidak tahu kapan obat itu masuk ke dalam mulutku. Aku bersumpah, Ayah... aku tidak pernah dengan sengaja menggunakan narkoba."
Pak Ahmad semakin bingung. Ia percaya anaknya tidak berbohong, tapi dokter juga tidak mungkin mendapatkan informasi palsu. Karena mereka pasti sudah melakukan uji laboratorium.
Para petugas berseragam putih itu saling pandang dengan satu pertanyaan yang sama: Bagaimana bisa? Dalam sampel darahnya jelas ditemukan adanya zat itu. Tapi, dia bilang tidak tahu?
Melihat kebingungan dan ketidakpercayaan di wajah ayahnya dan para petugas, Bayu semakin terpacu untuk menjelaskan semuanya. Ia ingin membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan bahwa ia benar-benar tidak tahu apa-apa tentang narkoba.
Setelah mengambil nafas panjang, Bayu mulai menceritakan semuanya. Ia mengakui bahwa ia memang ikut minum minuman keras saat berkumpul dengan teman-temannya. Namun, ia bersumpah tidak pernah sekalipun terpikir untuk mencicipi narkoba.
Kemudian, Bayu menceritakan tentang percakapan antara Pak Hasan dan temannya yang pernah ia dengar tempo hari. Bahwa Pak Hasan memerintahkan temannya yang bernama Rio untuk menjebaknya dengan memasukkan obat terlarang secara sembunyi-sembunyi ke dalam minumannya.
"Pak Hasan?" Pak Ahmad mengerutkan kening. "Maksudmu Pak Hasan tetangga kita?” Pak Ahmad menatap wajah Bayu intens, berharap yang ia duga itu salah.
Bayu mengangguk cepat. "Iya, Yah. Pak Hasan yang menyuruh Rio untuk menjebakku," jawab Bayu yakin.
Mendengar pengakuan Bayu, Pak Ahmad semakin terkejut. Ia tidak menyangka bahwa tetangganya sendiri, ternyata tega melakukan hal sekeji itu pada anaknya.
"Ya Allah, Hasan... tega kamu," gumam Pak Ahmad, dengan nada kecewa dan marah.
Dokter Ilham dan para petugas lainnya saling bertukar pandang. Mereka tidak bisa langsung mempercayai ucapan Bayu begitu saja. Mereka membutuhkan bukti dan saksi untuk membenarkan cerita Bayu.
"Apakah kamu punya bukti atau saksi yang bisa membenarkan ucapanmu, Bayu?" tanya Dokter Ilham, dengan nada serius. "Apakah ada orang lain yang mendengar percakapan antara Pak Hasan dan temannya?"
Bayu menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Tidak ada, Dokter," jawab Bayu, dengan nada sedih. "Aku hanya mendengar percakapan itu secara tidak sengaja. Tidak ada orang lain di sekitar situ."
Dokter Ilham menghela napas panjang. "Di mana kamu mendengar percakapan itu, Bayu?" tanyanya lagi.
"Di belakang Puskesmas, Dokter," jawab Bayu. "Di area free smoking."
Dokter Ilham mencatat informasi itu di dalam berkasnya. Ia harus menyelidiki lebih lanjut tentang kasus ini. Ia tidak bisa membiarkan seorang remaja menjadi korban fitnah dan dijebak dengan narkoba.
Dokter Ilham menoleh ke arah dokter Fahmi. “Apakah di area free smoking ada kamera CCTV?" tanyanya.
“Aku tidak pernah ke sana. Tapi mungkin ada,” jawab dokter Fahmi.
Dokter Ilham mengangguk, kemudian kembali menatap Bayu yang kini sudah kembali duduk bersama ayahnya.
"Baiklah, Bayu," ucap Dokter Ilham, kemudian berdiri dari duduknya. "Kami akan menyelidiki lebih lanjut tentang kasus ini. Sementara itu, kamu harus tetap tenang dan jangan khawatir. Kami akan berusaha untuk membuktikan kebenaran."
Dokter Ilham menatap Pak Ahmad dengan tatapan prihatin. "Pak Ahmad, kami mohon kerja samanya untuk membantu Bayu. Kami akan memberikan rehabilitasi dan pendampingan untuk Bayu agar ia tidak sampai ketergantungan narkoba," ucap Dokter Ilham.
Pak Ahmad mengangguk dengan lemah. "Saya akan melakukan apapun untuk kebaikan anak saya, Dokter," jawab Pak Ahmad, dengan nada sedih. "Saya tidak ingin dia terjerumus ke jurang yang gelap."
"Kami dari pihak Puskesmas juga akan mendampingi Bayu saat perawatan di rumah sakit besar. Dan jangan khawatir, Bayu akan mendapatkan fasilitas pengobatan gratis, karena Bayu memiliki kartu KIS,” ucap dokter Fahmi menambahkan.
"Alhamdulillah… terima kasih, Dokter," ucap pak Ahmad.
Dokter Ilham dan para petugas lainnya berpamitan untuk meninggalkan rumah Pak Ahmad. Mereka membawa serta berkas laporan medis Bayu dan janji untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.
Namun, sebelum benar-benar meninggalkan rumah, Dokter Ilham berbalik, menatap Bayu dan Pak Ahmad dengan tatapan serius meyakinkan.
"Bayu, ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan," ucap Dokter Ilham. "Karena ini terkait dengan dugaan penyalahgunaan narkoba, ada kemungkinan kami juga akan memeriksa teman-teman kamu. Ini adalah prosedur standar yang harus kami lakukan untuk mengungkap kebenaran."
Mendengar ucapan Dokter Ilham, Bayu terlihat cemas. Ia lebih dari sekadar khawatir, ia takut. Bagaimana kalau nanti mereka tidak terima dan malah membuli dirinya?
"Tapi, Dokter..." ucap Bayu, dengan nada khawatir. "Aku... aku takut kalau nanti mereka… ?"
Dokter Ilham tersenyum dan menepuk bahu Bayu dengan lembut. "Tenang saja, Bayu," ucap Dokter Ilham. "Kami akan melakukan pemeriksaan tanpa menyebut nama kamu. Mereka tidak akan tahu kalau kamu mendapatkan informasi ini dari kamu."
Dokter Ilham kemudian menatap Pak Ahmad dengan tatapan meyakinkan. "Pak Ahmad, jangan khawatir," ucap Dokter Ilham. "Kami pasti akan memastikan bahwa Bayu aman, termasuk dari Pak Hasan. Kami akan memberikan perlindungan pada Bayu. Kami tidak akan membiarkan siapapun menyakiti dia."
Mendengar jaminan dari Dokter Ilham, Pak Ahmad merasa sedikit lega. Ia percaya bahwa polisi akan bertindak adil dan melindungi anaknya.
"Terima kasih, Dokter," ucap Pak Ahmad tulus. "Saya percaya pada kalian."
Dokter Ilham mengangguk dan tersenyum. "Kami akan melakukan yang terbaik, Pak Ahmad," ucap Dokter Ilham. "Kami akan segera menghubungi kalian jika ada perkembangan terbaru."
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Dokter Ilham dan para petugas lainnya meninggalkan rumah Pak Ahmad.
Selamat bermalam di hotel prodeo pak Hadan...👊👊👊👊👊👊
Mo kabur...????? oooo..tidak bisa.....
kalian sdh dibawah pengawasan....🤭🤭🤭🤭