Mengetahui suaminya telah menikah lagi dan mempunyai seorang anak dari perempuan lain, adalah sebuah kehancuran bagi Yumna yang sedang hamil. Namun, seolah takdir terus mengujinya, anak dalam kandungannya pun ikut pergi meninggalkannya.
Yumna hampir gila, hampir tidak punya lagi semangat hidup dan hampir mengakhiri hidupnya yang seolah tidak ada artinya.
Namun, Yumna sadar dia harus bangkit dan hidup tetap harus berjalan. Dia harus menunjukan jika dia bisa hidup lebih baik pada orang-orang yang menyakitinya. Hingga Yumna bertemu dengan pria bernama Davin yang menjadi atasannya, pria dengan sebutan sang cassanova. Yumna harus bersabar menghadapi bos yang seperti itu.
Davin, hanya seorang pria yang terlanjur nyaman dengan dunia malam. Dunia yang membuatnya tidak terikat, hanya menikmati semalam dan bayar, lalu pergi tanpa keterikatan. Namun, setelah hadir Sekretaris baru yang cukup ketat karena perintah ayahnya, dia mulai memandang dunia dengan cara berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Ke Kamarku?
Tengah malam dia terbangun, merasa seperti mimpi dan cukup terkejut ketika melihat seorang anak laki-laki yang tertidur di sampingnya. Davin menatap anak kecil polos yang terlelap itu, dia merapikan rambutnya yang menghalangi mata dan mengelus kepalanya dengan lembut.
"Semoga kamu tumbuh menjadi anak yang bahagia ya"
Davin beranjak dari tempat tidurnya, membereskan beberapa mainan yang berserak dan menyelimuti Alvino. Mengelus kepalanya sekali lagi, sebelum dia keluar dari kamar. Melirik jam tangannya dan sudah tengah malam, tidak sadar dia tertidur selama itu di rumah ini.
"Eh, Kak Davin. Alvino terbangun atau ganggu tidur Kak Davin?" tanya Shafa yang berpapasan dengannya. Ditangannya ada segelas air putih.
"Dia masih tidur, sebaiknya kau bawa ke kamarmu" ucap Davin dengan sinis, lalu dia melangkah melewati Shafa, tapi terhenti sejenak. "Dimana Yumna?"
Di belakangnya, Shafa tersneyum sambil menatap punggung lebar Kakaknya. "Sudah tidur di ruang tamu, sudah malam juga kalian tidak mungkin pulang. Kasihan Yumna, sepertinya juga sangat lelah"
Tanpa menjawab lagi, Davin langsung berlalu. Pergi ke kamar tamu dan membuka pintu dengan perlahan, cukup terkejut saat mengetahui pintu kamar tidak terkunci.
"Dasar bodoh! Kenapa tidak mengunci pintu, kalau ada orang jahat masuk bagaimana?"
Davin melangkah masuk ke dalam kamar, melihat seorang perempuan yang terlelap dengan tenang di tempat tidurnya. Davin tersenyum tanpa alasan hanya karena melihat Yumna tertidur seperti itu, dia mendekat ke tempat tidur dan duduk di pinggir tempat tidur itu. Memperhatikan wajah Yumna yang begitu tenang, Davin merapikan rambut panjangnya yang menutupi wajah Yumna. Menyalipkannya ke belakang telinga.
"Istirahatlah, karena besok kita bertempur lagi dengan pekerjaan" Davin mengelus lembut kepala Yumna sebelum beranjak, dia membenarkan selimutnya juga. Tersenyum menatap gadis yang terlelap itu. "Sial, kenapa aku melakukan ini? Ada apa denganku?"
Ada debaran yang tidak bisa dia tahan di dadanya. Davin sampai memegang dadanya sendiri, bertanya-tanya kenapa dia seperti ini, bahkan sikapnya ini benar-benar bukan seperti Davin pada biasanya.
Ketika Davin berbalik dan mulai melangkah menuju pintu kamar, tiba-tiba suara lirih terdengar.
"Kamu jahat Mas, bahkan calon anakku harus pergi juga karena kamu. Kenapa harus mengkhianatiku sampai seperti ini? Hiks..."
Davin kembali mendekat ke tempat tidur, melihat air mata yang mengalir dari sudut mata Yumna dan tidur gadis itu yang terlihat gelisah. Davin mengusap air matanya itu dengan lembut, lalu memegang tangan Yumna yang berkeringat dingin dan bergetar.
"Aku benci kamu, Rio. Sampai kapanpun akan selalu ku ingat semua pengkhianatan yang kamu lakukan padaku... Hiks.."
Pegangan tangannya semakin erat pada Davin, membuat Davin tahu jika Yumna sedang bermimpi tentang masa lalunya. Tangan yang bergetar itu, menandakan sebesar apa lukanya ketika dia dikhianati oleh suaminya.
"Aku akan balaskan setiap sakitmu, aku akan buat dia hancur"
Davin mengelus lembut kepala Yumna dan mengusap keringat di keningnya. Menenangkan gadis itu tanpa membangunkan tidurnya. Sampai perlahan pegangan tangannya mulai terasa lebih ringan, Yumna kembali terlelap dengan tenang. Davin menarik perlahan tangannya itu, membenarkan selimutnya lagi, dan dia pergi keluar kamar.
"Sebentar lagi kehancuran yang kau rasakan akan berbalas padanya berkali-kali lipat"
*
Yumna terbangun pagi hari, semalam tidurnya cukup nyenyak. Sampai dia bermimpi ada yang mengelus kepalanya dengan begitu lembut, seperti elusan mendiang Ayahnya dulu.
"Apa mungkin semalam Ayah yang datang mengelus kepalaku ya? Rasanya sangat nyaman sekali" gumamnya sambil memegang kepalanya sendiri.
Yumna menurunkan kedua kakinya ke atas lantai, memakai sandal rumah dan segera pergi ke kamar mandi. Setelah mandi dan berganti pakaian dengan gaun semalam, Yumna keluar dari kamar.
"Shafa, apa Pak Davin sudah bangun?" Yumna menghampiri Shafa yang sedang duduk sendirian di sofa ruang tengah, lalu dia ikut duduk di sampingnya juga.
"Sepertinya belum, kamu tunggu saja. Mau aku buatkan teh hangat?"
"Tidak usah, aku harus segera ke Kantor. Belum juga pulang dulu ke Apartemen untuk ganti baju"
Shafa tersenyum, dia menatap Yumna yang duduk di sampingnya. Teringat dengan kejadian dia yang tidak sengaja bertemu Davin tadi malam dan pria itu menanyakan keberadaan Yumna.
"Semalam apa Kakakku datang menemuimu di kamar?"
Yumna langsung menoleh dan menatap Shafa dengan kening berkerut dalam. Tatapannya menunjukan rasa curiga. "Apa maksudmu? Untuk apa juga dia datang ke kamarku?"
Shafa mengangkat bahu acuh tak acuh, dia meminum kembali secangkir teh di tangannya. "Semalam aku bertemu dengannya saat aku ingin mengecek keadaan Alvino, takut jika Alvino terbangun dan malah mengganggu Kak Davin tidur. Dan dia menanyakan keberadaanmu, jadi aku bilang saja jika kamu berada di kamar tamu. Tapi, sepertinya memang dia pergi ke kamar kamu deh"
Bibir Yumna sedikit mencebik, menatap Shafa dengan kesal karena jelas dia sedang menggodanya. "Tidak mungkin. Untuk apa juga dia datang ke kamarku. Lagian semalam aku sedang tidur, dia tidak akan macam-macam 'kan?"
"Katanya tidak mungkin Kak Davin menemuimu di kamar, tapi kamu takut di apa-apain juga sama dia" ucap Shafa sambil terkekeh lucu.
"Ish, kamu tahu 'kan jika Kakakmu itu Cassanova. Kalau sampai dia melakukan hal macam-macam padaku, bagaimana?"
"Kamu tunggu saja sampai satu bulan ke depan, kalau kamu tiba-tiba hamil, berarti memang Kakakku melakukan sesuatu padamu"
Yumna langsung memukul lengan Shafa dengan kesal. Bisa-bisanya gadis itu berbicara soal hal seperti ini dengan begitu santai.
"Ish, jangan sampai ya"
"Hahaha.. Mana mungkinlah Yumna, lagian saat kamu bangun apa pakaianmu masih utuh? Apa bagian itu sakit? Tidak 'kan? Sudah pasti Kak Davin tidak melakukan apapun padamu. Sudah tenang saja"
Yumna hanya diam dengan wajah yang masih cemas, benar-benar takut dan berpikir jika Davin mungkin telah melakukan hal diluar batas padanya jika benar dia semalam masuk ke kamar tamu yang Yumna tempati.
"Kenapa wajahmu cemas begitu? Kan sudah aku bilang, kau bukan tipeku"
Yumna mengerjap kaget mendengar suara Davin, entah sejak kapan laki-laki itu berdiri di dekat tangga dengan satu tangan bersangga pada tangga dan secangkir kopi panas di tangannya.
Yumna menghembuskan napas pelan, wajahnya di tekuk kesal. Adik dan kakak sama saja, suka buat orang lain merasa tertekan dan kepikiran. Lagian, siapa juga yang mau sama dia, tipeku juga bukan dia.
"Kita harus segera ke Kantor Pak, saya juga harus kembali dulu ke Apartemen untuk berganti pakaian" ucap Yumna, mengalihkan topik pembicaraan.
Davin mengangkat gelas kopi di tangannya yang masih terlihat kepulan asapnya. "Tidak lihat aku sedang minum kopi dulu. Jadi tunggulah sebentar, sebaiknya kau juga makan sarapan dulu"
"Iya Yum, biar aku buatkan sarapan roti dan teh ya"
Akhirnya Yumna hanya mengangguk dengan tawaran Shafa yang kedua kalinya. Menunggu Davin minum kopinya juga akan cukup lama, jadi masih ada waktu untuk Yumna sarapan juga.
Bersambung
Yang nabung bab, gue sleding ya