"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Satrio Kuncoro
"Aldo tak tau. Tadi aku datang ke rumahnya, tapi cuma ada Hana."
"Aldo ke mana?"
"Kata Hana, Aldo lagi ada pekerjaan di luar pulau. Entah balik kapan," jawab Kirana.
Setelah keduanya berbincang cukup lama, Kirana memutuskan untuk pulang.
Saat keluar dari lift, Kirana tertegun sejenak ketika melangkah ke arah lobi apartemen. Kirana menatap seorang pria berseragam cokelat yang mengenakan jaket dan topi hitam.
Kirana tau jika pria itu memakai seragam cokelat kedinasan bertanda polisi karena jaketnya tak dikancingkan guna menutup tubuhnya. Wajahnya juga begitu familiar di ingatannya.
Deg...
Kirana berjalan mendekati pria yang sedang berdiri di meja resepsionis.
"Satrio Kuncoro," sapa Kirana seraya menatap intens lawan bicaranya tersebut.
"Ya," sahut pria itu secara refleks dan menoleh ke arah Kirana.
Pupil mata Kirana dan pria yang memang bernama Satrio Kuncoro itu pun sama-sama melebar karena terkejut.
"Kamu petugas polisi yang waktu itu datang ke rumahku kan?"
"Ah, maaf Bu. Sepertinya Anda salah orang,"
"Namamu-Satrio Kuncoro!" tegas Kirana seraya tangannya membuka sisi jaket di bagian baret nama yang tertera di seragam kepolisian pria itu.
"Mumpung kita bertemu di sini. Jadi, bapak tolong jelaskan ke suamiku kalau saat itu cuma periksa karena ada dugaan pencuri masuk ke rumahku. Gara-gara kedatangan bapak waktu itu, suamiku jadi salah paham. Tolong ya, Pak."
Satrio yang panik, tiba-tiba mendorong tubuh Kirana.
BUGH !!
"Aduh !!" jerit Kirana refleks terkejut.
Walau tidak begitu kencang, namun Kirana cukup oleng ke belakang. Beruntung Kirana segera memegang erat meja resepsionis sehingga tak jatuh ke lantai.
☘️☘️
Polisi bernama Satrio itu pun segera berlari keluar apartemen, lalu menaiki taksi yang kebetulan standby dekat lobi.
"Cepat jalan!"
"Ke mana, Pak?" tanya si sopir taksi.
"Udah jalan aja! Ngebut! Mau saya masukin penjara kamu!" ancam Satrio.
"Eh, tunggu. Pak Satrio!" teriak Kirana seraya berusaha jalan cepat dengan perutnya yang buncit ke taksi yang dinaiki oleh Satrio Kuncoro.
BRUMM...
Namun sayang, Kirana tak mampu mengejarnya.
"Ughhh..." keluh Kirana karena perutnya mendadak terasa nyeri. Telapak tangannya terus mengelus perutnya yang berisi si kembar. "Sabar ya, Sayang. Maaf mama ajak kalian lari-lari hari ini," imbuhnya.
Kirana berusaha mengatur nafasnya. Ia dibantu oleh pihak sekuriti apartemen untuk duduk di kursi yang ada di lobi.
Lalu, Kirana membuka botol minum pribadi miliknya yang berisi air putih. Ia meneguknya sembari menghela nafas. Kirana tak menyangka jika Satrio Kuncoro akan kabur hanya karena ia minta tolong perkara waktu itu.
"Kenapa pria itu malah kabur?" batin Kirana terbesit sebuah kecurigaan. Namun masih samar-samar.
"Loh, ibu kenal sama polisi yang tadi?" tanya salah satu sekuriti apartemen.
"Kenal dekat sih enggak, Pak. Cuma tau namanya Satrio Kuncoro,"
"Oh, begitu."
"Apa bapak kenal dengan pria tadi?" tanya Kirana.
"Sama kayak ibu. Kenal dekat sih enggak. Cuma pria tadi beberapa kali saya lihat berkunjung ke apartemen ini,"
Kirana sontak menegakkan tubuhnya di sandaran kursi tempat di mana dirinya duduk saat ini. Ia cukup terkejut mendengar penuturan sekuriti yang ada di hadapannya tersebut.
"Apa Satrio Kuncoro tadi punya unit di gedung ini, Pak?"
"Tidak, Bu. Setahu saya, dia bertandang ke sini ke unit temannya."
"Nama temannya siapa, Pak?"
"Aduh, maaf Bu. Soal itu bukan wewenang saya menjawabnya karena menyangkut pribadi dan kenyamanan penghuni di sini," jawab sekuriti tersebut apa adanya. "Ibu bisa melapor ke manajemen untuk informasi lebih lanjut," sarannya.
Kirana pun paham. Bapak sekuriti ini hanya bekerja sesuai SOP apartemen. Kirana pun tak memaksa. Kemudian ia memilih untuk pulang ke rumahnya. Tubuh dan pikirannya sedang letih, butuh istirahat.
Sore harinya.
Usai mandi, Kirana yang tubuhnya masih dalam kondisi terbalut bathrobe, mendadak terkejut karena telinganya mendengar suara teriakan serta ged0ran pintu yang cukup kencang.
DOR...DOR...DOR...
"KIRANA !! KELUAR KAU !!" teriak seseorang.
"Siapa ya?" batin Kirana merasa bingung karena seakan dirinya tak mengenal suara yang sedang memanggil namanya itu.
Bersambung...
🍁🍁🍁
*Masih flashback dulu ya. 💋💋
siapa ya yg fitnah kirana , kasian kirana yg sabar ya ki😭
kasian bgt bumil di dorong polisi ko gitu ya
astagfirullah, cmn bisa inhale exhale
Pen jambak Aldo boleh gak sih?? Tapi takut dimarahin pak Komandan...
Do, bnr² lu yee, suami gak bertanggung jawab!!! Pantes kmrn nangis sesunggukan, merasa berdosa yak... Tanggung Jawab!!! Kudu dibwt bahagia ntu si Kirana sama anak²nya sekarang!!!
lanjutkan.....
Hamil 1 ajah berat, apalagi ini hamil kembar dah gt gak ada support system... hebat kamu Kirana, mana cobaan datang bertubi² 👍👍👍 saLut
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo