Nicholas Alistair adalah definisi dari bahaya yang memikat. Seorang Boss Mafia kelas kakap dengan kerajaan yang dibangun di atas ketakutan dan baja. la dingin, kejam, dan memiliki segalanya-kecuali hati. Hidupnya sempurna di bawah kendali, hingga ia harus melakukan perjalanan ke pelosok desa terpencil untuk menyelesaikan urusan bisnis yang berdarah.
Di sanalah ia bertemu Rania
Rania, si gadis desa dengan pesona alami yang polos dan lugu, memiliki keindahan yang memabukkan. Postur tubuhnya yang ideal bak gitar spanyol adalah magnet yang tak terhindarkan, membuat mata Sang Don tertuju padanya. la adalah bunga liar yang tumbuh di tempat yang salah, dan Nico, Sang Penguasa Kota, memutuskan ia harus memilikinya.
Apa yang dimulai sebagai obsesi, perlahan berubah menjadi hasrat yang membara. Nico menarik Rania dari kehidupan sederhananya, memaksanya
masuk ke dalam sangkar emas yang penuh intrik, kekayaan, dan bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aretha_Linsey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 Pertemuan
Mobil sedan hitam mewah, Audi A8 L dengan kaca film yang sangat gelap, adalah pemandangan yang aneh dan mencolok di jalanan sempit yang berliku. Audi itu terasa seperti ikan hiu yang tersasar ke dalam kolam ikan mas.
Di kursi belakang, Nicholas Alistair duduk diam, fokusnya tertuju pada tablet yang menampilkan peta kepemilikan tanah. la mengenakan kemeja linen hitam custom-made di bawah jas, tampilan yang sedikit lebih kasual, namun aura kekuasaannya tetap tebal.
Di kursi pengemudi, Marco terlihat tegang, kedua tangannya mencengkeram kemudi seolah-olah sedang menahan serangan bazoka, bukan sekadar menghadapi jalanan berlubang.
"Pelan-pelan, Marco! Kau pikir kita sedang adu balap di Nürburgring?" tegur Nicholas tanpa mengalihkan pandangan dari tablet.
"Maaf, Don! Jalanan ini. Ini bukan aspal, Don. Ini campuran batu, tanah liat, dan sisa-sisa harapan warga", keluh Marco, berusaha menghindari lubang besar di depannya.
Dari kursi penumpang depan, Gio, si tech guru yang sekarang bertugas sebagai navigator darurat, menjulurkan kepalanya keluar jendela untuk melihat.
"Marco, belok kanan setelah pohon beringin yang ada janur kuningnya! Itu perintah GPS!" seru Gio, matanya terpaku pada layar ponselnya yang retak.
"Itu jalur motor, Gio! Mobil kita tidak akan muat!" Marco memprotes, frustrasi.
"Tapi itu rute tercepat yang disarankan algoritma! Kalau kita ikuti jalan utama, kita akan melewati rumah kepala desa, dan aku belum selesai menghapus cache riwayat pencarian kita!"
Nicholas menghela napas.
"Gio, kalau kau membuatku harus berjalan kaki satu meter pun di lumpur ini, aku pastikan akun bankmu akan mengalami masalah error yang tidak bisa diselesaikan oleh firmware mana pun.
Gio langsung menciut.
"Baik, Don! Kita ikut jalur utama! Matikan fitur Hindari
Keramaiannya.
Perjalanan berlanjut. Marco berhasil menghindari lubang, namun kemudian dihadapkan pada tanjakan yang sempit.
"Don, saya melihat tanda-tanda kehidupan desa"., lapor Marco.
"Akhirnya, ” . gumam Nicholas, menyimpan tabletnya.
la menegakkan tubuh, menyiapkan pikiran untuk negosiasi singkat dan brutal yang akan mengakhiri semua drama kepemilikan tanah ini.
Saat Audi itu melewati tikungan terakhir menuju gerbang desa, pandangan Nicholas Langsung tertuju ke depan.
Rania sedang dalam perjalanan pulang dari mata air desa. la membawa ember besar yang penuh air di tangan kanannya, sementara tangan kirinya membawa beberapa ikat sayuran segar. la berjalan
santai, mengenakan kaos polos dan celana longgar, namun air yang diangkatnya memaksa otot-otot di lengan dan punggungnya bekerja, membuat postur
tubuhnya terlihat tegap dan sangat anggun.la baru saja melamun tentang perkataan Ayahnya semalam-ancaman dari Alistair Group-ketika tiba-tiba, sebuah objek hitam besar dan mengilap muncul di hadapannya dengan kecepatan yang kurang ajar.
CIIIIT!
Marco menginjak rem sekuat tenaga.
Ban mobil Audi berdecit di atas bebatuan, mengikis debu tebal, membuat Rania refleks memejamkan mata dan berteriak kecil karena kaget.
Ember air yang diangkat Rania terlepas dari cengkeramannya. Air memercik ke mana-mana, sebagian mengenai bumper depan mobil mahal itu, dan sebagian besar mengotori rok serta sepatu bot Rania. Lebih parah lagi, tumpukan sayuran segar yang susah payah ia panen sekarang tergeletak di lumpur.
Rania menarik napas dalam-dalam, kemarahan gadis desa yang lugu memuncak. la tidak tahu siapa mereka, tetapi orang kota ini telah merusak hasil panennya!
Pintu mobil depan terbuka. Marco keluar terlebih dahulu, dengan wajah yang sudah dipenuhi stres. Ia segera menyadari bahwa mereka baru saja membuat ulah di tengah target negosiasi mereka.
"Hei! Lihat jalanmu! Kami hampir menabrakmu!" Marco, dengan setelan jas mahal dan jam tangan berkilauan, terdengar seperti sedang memarahi Rania.
Rania, yang hanya berjarak satu meter dari Marco, menyilangkan tangan di depan dada. Postur tubuhnya yang memikat itu kini diselimuti oleh aura keberanian yang membara.
"Lihat jalan?" suara Rania bergetar karena kesal.
"Kalian yang membawa mobil seperti ingin menabrak kerbau di sini! Ini jalan desa!Kalian tidak lihat rambu-rambu kecepatan?Atau kalian buta karena mata kalian hanya melihat uang?"
Marco terdiam. Dia jarang dikritik, apalagi oleh seorang gadis di tengah sawah. la merasa citranya sebagai 'Tangan Kanan Sang Don' tercoreng.
Gio segera menjulurkan kepalanya dari jendela mobil. la mencoba meredakan situasi dengan gaya khasnya yyan canggung.
"Aduh, maaf, Nona. Sungguh, bukan maksud kami. Tadi itu kami sedikit bingung. GPS-nya sempat menyarankan kami belok ke kandang kambing. Kami tidak tahu cara mengemudi di tempat yang tidak punya traffic light."
"Kalian kira ini sirkus?" balas Rania tajam.
"Kalian merusak air dan sayuran saya!"
Saat Marco dan Gio mulai berdebat tentang apakah kerugian sayuran ini harus diganti rugi dengan tunai atau transfer antar bank, pintu belakang mobil terbuka.
Nicholas Alistair keluar dari mobil.
Momen itu seketika hening. Aura yang
dipancarkan Nicholas berbeda. Dia tidak
berteriak, tidak menunjukkan amarah. Dia hanya berdiri tegak, membiarkan auranya -dingin, kuat, dan penuh kekuasaan mengambil alih suasana.
Marco dan Gio langsung terdiam dan mundur selangkah. Rania, yang baru pertama kali melihat pria seformal dan setampan itu di desanya, tiba-tiba
merasakan keberaniannya digantikan oleh gentar.
Nicholas tidak menatap Marco atau Gio.
Pandangannya terpaku pada Rania. Matanya menyusuri sosok gadis itu. Baju yang basah sedikit menempel di tubuhnya, memperjelas siluet yang
memabukkan itu. Di matanya, Rania bukan
lagi penghalang jalan; dia adalah kebaruan yang menakjubkan, kecantikan mentah yang belum tersentuh oleh kepalsuan kota. Kontras antara wajah polos dan keberaniannya yang menyala adalah
kombinasi yang membuat jantung Sang Don yang beku berdetak sedikit lebih cepat.
Dia sudah melihat banyak wanita cantik, mahal, dan profesional. Tapi Rania, dengan lumpur di sepatunya dan api di matanya, adalah sesuatu yang lain. Dia adalah obat untuk kebosanannya.
Nicholas berjalan pelan melewati Marco, berhenti tepat di depan Rania, membuat gadis itu mendongak untuk menatapnya. Rania mencium aroma cologne mahal dan bahaya yang tajam.
"Sayuranmu, " kata Nicholas, suaranya dalam
dan berwibawa, nadanya tidak meminta maaf, melainkan menegaskan fakta.
Rania menatapnya tajam.
"Ya, sayuran saya! Kalian harus menggantinya!"
Nicholas tidak menjawab. Dia hanya mengulurkan tangan kanannya, telapak tangannya terbuka.
"Namaku Nicholas Alistair" katanya, memperkenalkan diri secara langsung, sebuah tindakan yang sangat tidak biasa bagi Sang Don.
Rania mengerjap, terkejut. Tangan yang terulur itu terlihat kuat, berkuasa, dan sangat bersih. Dia melihat cincin berlian hitam yang melingkar di jari manis pria itu.
"Aku datang untuk mengambil tanah yang ayahmu dan warga desa lainnya tolak untuk kuberikan," lanjut Nicholas, tatapannya tidak lepas dari mata Rania.
"Tetapi sekarang, aku akan menunda urusan itu."
Marco dan Gio di belakangnya saling pandang, bingung. Menunda? Nicholas Alistair tidak pernah menunda apapun!
Nicholas mencondongkan sedikit tubuhnya, membuat Rania mundur setengah langkah.
"Sebelum aku mengambil tanah itu, aku ingin tahu, " bisik Nicholas, matanya sekarang tersenyum dingin-senyuman yang terasa lebih mengancam daripada amarah-
"Siapa namamu, gadis desa?"
Rania menggigit bibir bawahnya. la tahu ia harus lari, tetapi kaki dan lidahnya membeku di tempat. la telah berhadapan dengan bahaya paling memikat dalam hidupnya.
"Rania, "jawabnya pelan, suara kecilnya hampir tenggelam dalam keheningan pagi.
"Rania". Nicholas mengulang, menikmati nama itu. Dia mengambil langkah lain ke depan, dan kali ini, tangannya yang terulur tidak lagi meminta perkenalan. Itu adalah cengkeraman.
"Selamat, Rania. Mulai hari ini, kau adalah subjek baruku. Dan aku tidak menerima penolakan."