Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Malam berikutnya, Alena berhasil membujuk Ibunya dan tidur dengannya malam ini. Sedari tadi Alena terus berbicara, seolah lama tidak bertemu dengan Ibunya.
Ibu Alena duduk di tempat tidur di ikuti oleh Alena, Alena menidurkan kepalanya di paha Ibunya, Ibu Alena mengelus lembut kepala puterinya itu sambil tersenyum lebar.
"Kenapa sih tiba-tiba doyan ngoceh malam ini?" tanya Ibu Alena.
"Nggak tau, Ma." Alena menggenggam erat tangan Ibunya.
"Mama sekarang gimana? Dadanya masih ada sakitnya, nggak?" tanya Alena.
Ibu Alena menggeleng.
"Mama udah baikan, mungkin sembuh."
"Kalau ada sakitnya walaupun dikit bilang ya, Ma. Kita langsung periksa."
"Iya. Mama sekarang nggak kenapa-napa."
Alena tersenyum senang.
"Maaf ya, gara-gara Mama disini, kamu jadi nggak tidur sama suami kamu." ucap Ibu Alena dengan raut wajah sedih.
"Ah enggak kok, Ma. Alena malah senang bisa deket sama Mama lagi."
"Ya udah ayo tidur, besok katanya kamu udah mau masuk kerja lagi. Subuhnya jangan ditinggal terus."
Alena mengangguk, ia beranjak dari tempat tidur dan mematikan lampu kamar, setelah itu ia merebahkan dirinya di samping Ibunya.
Baru saja mata Alena terpejam, tiba-tiba suara Ibunya mengejutkannya.
"Arghhh!" Ibu Alena kesakitan sambil memegangi dada kirinya.
"Ma! Mama kenapa?"
Melihat Ibunya yang kesakitan, Alena lekas beranjak dari tempat tidur. Karena terburu-buru, Alena kehilangan keseimbangan dan ia terjatuh dengan jari kelingkingnya yang tertekuk.
"Aw!"
Alena mengabaikan rasa sakitnya, ia bangkit dan berlari keluar dari kamarnya, ia pergi ke kamar Ahen untuk mengambil kunci mobilnya yang ada di kamar Ahen.
"Mama!" Alena mulai menangis.
'Spontan Alena membuka pintu kamar Ahen tanpa mengetuknya terlebih dahulu, saat masuk ke kamar Ahen, Alena mendengar suara dari dalam kamar mandi.
Alena terdiam sejenak mendengar suara aneh di kamar mandi.
"Suara itu... Desa*an."
"Ck!" Alena berdecak.
Ia mengabaikan suara Ahen yang sedang berfantasi di dalam kamar mandi, Alena langsung menyambar kunci mobil yang ada di meja disamping tempat tidur.
"Aku keluar dulu, mau ke Rumah Sakit." pamit Alena tanpa menoleh lagi ke belakang, ia langsung pergi dari kamar Ahen dan tanpa sengaja menutup pintu dengan keras.
"Brak" suara pintu yang tertutup keras.
Mendengar suara Alena yang ada di kamarnya, Ahen menghentikan aktivitasnya.
"Tcih!" Ahen berdecih karena fantasinya langsung buyar.
Ahen keluar dari kamar mandi dan langsung mengenakan pakaian santai. Ia ikut keluar dari kamar untuk menyusul Alena. Saat masuk ke kamar Alena, ia melihat Alena sedang berusaha mengangkat Ibunya.
Ahen pun dengan cepat mengambil Alih Ibu Alena, ia mengangkat Ibu Alena sendirian, Alena berlari mendahului Ahen untuk membuka pintu dan juga menyiapkan mobil. Setelah mobil siap, Ibu Alena di tempatkan di kuri penumpang barisan tengah, Alena juga ikut duduk disana sambil menopan tubuh Ibunya.
"Cepat!" pinta Alena yang panik.
****************
Sesampainya di rumah sakit, perawat yang sedang ada di pintu IGD langsung mengambil Brankar atau Emergency Bad, Ibu Alena diangkat dan dibaringkan diatasnya kemudian di bawa masuk.
Alena mengatakan kalau Ibunya baru-baru ini jantungnya mengalami masalah. Mendengar hal itu Dokter dan perawat melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
Sekitar pukul 11 malam, setelah dilakukan penanganan di IGD, Ibu Alena dipindah ke ruang rawat inap.
Alena dan Ahen masuk ke dalam ruangan tersebut, Alena memandangi Ibunya yang masih memejamkan matanya.
"Kenapa tadi nggak angsung manggil aku?" tanya Ahen.
Alena menoleh pada Ahen.
"Aku rasa kamu lebih tau alasannya, pikir sendiri aja." jawab Alena.
Ahen menelan ludah karena tau maksud Alena, ia keluar dari ruang rawat mertuanya, ia duduk di kursi yang ada di depan ruangan itu.
Tidak berselang lama, Alena juga ikut keluar.
"Aku minta maaf, tadi aku nggak ketuk pintu dulu." ucap Alena.
"Nggak masalah, karena lagi darurat."
Alena duduk di sebelah Ahen.
"Ini salahku, hari ini aku ngizinin Mama nggak minum obat."
Ahen menoleh pada Alena.
"Loh? Dokter bilang kan obat itu nggak boleh berhenti diminum sebelum waktunya. Kenapa dibiarkan?"
"Mama bilang punya firasat bakalan sembuh tanpa obat, aku percaya itu."
Alena kembali menitikkan air mata.
"Kamu bukan anak kecil, sakit seserius ini kamu lengah hanya karena firasat."
"Ya udah iya ini salah aku, jangan nyalahin terus dong." Alena mulai merasa disalahkan.
"Kamu emang salah, kok! Kalau Ibu kamu kenapa-napa karena hal ini, yang bakal sedih juga kamu."
"Aku butuh dukungan! Paham nggak sih?! Bukan di salah-salahin terus. Hikss."
Ahen terdiam, ia mengusap kasar wajahnya. Ia menghela napas, kemudian merangkul bahu Alena dan membawanya ke dalam pelukannya.
"Maaf, aku nggak bermaksud seperti itu." ucap Ahen.
Alena membalas pelukan Ahen dan menangis dalam pelukannya.
"Setelah ini, kita jangan lengah lagi." ucap Ahen dan mendapat anggukan dari Alena.
Setelah beberapa hari di rawat di Rumah sakit, Ibu Alena sudah diperbolehkan pulang, setelah menebus obat, Ahen masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil Alena dan mertuanya sudah menunggu.
Sesampainya di rumah, Ibu dan Ayah Ahen sudah menunggu kedatangan mereka, Ahen menuntun mertuanya turun dari mobil, Alena membawa tas yang berisi pakaian mereka selama di Rumah Sakit.
"Nis.." Ibu Ahen langsung memeluk Ibu Alena.
"Maaf, ya. Aku baru pulang dari luar kota." ucapnya lagi.
"Iya, santai aja. Aku juga nggak kenapa-napa, kok. Ibu Alena tersenyum.
Mereka semua masuk ke dalam rumah.
"Makanya jangan bandel." tegur Ibu Ahen pada sahabatnya itu. Ibu Alena hanya tertawa kecil.
"Kerjaan kamu gimana?"
"Yang di luar kota udah beres, kok. Aku buru-buru pulang pas Ahen ngabarin kamu di Rumah Sakit udah lebih 3 hari. Aku khawatir banget."
"Makasih ya, udah mau khawatir."
"Kamu sahabatku satu-satunya, jadi tolong jangan bandel lagi. Kurangi keras kepalamu itu." ujar Ibu Ahen.
Ahen pergi ke dapue untuk menemui Bi Mia yang sedang membuat minuman sambil membawa tas berisi pakaian kotor selama di Rumah Sakit.
"Bi Mia." panggil Ahen.
"Iya, Tuan."
"Ini tolong di cuci, pakaian kotor semua."
"Baik, Tuan."
"Oh iya, masakannya di tambah."
"Siap, Tuan.
Setelah itu Ahen masuk ke kamarnya, ia menghela napas, kemudian membersihkan diri di kamar mandi.
Saat keluar kamar, ia terkejut melihat keberadaan Alena.
"Oh iya maaf, aku tadi lupa ketuk pintu lagi. Mau ambil baju ganti." ucap Alena.
Ahen hanya diam dan menunggu Alena sampai keluar dari kamarnya.
Beberapa hari setelah itu, kondisi Ibu Alena semakin membaik dengan mengonsumsi obat resep dari Dokter, disertai olahraga ringan seperti jalan kaki di pagi hari saat udara masih bersih serta pola makan yang diperbaiki.
Pukul 05:00, pagi ini Alena bersiap-siap akan jalan santai bersama Ibunya.
"Yuk, Ma. Mumpung masih seger udaranya."
"Iya." Ibu Alena melakukan gerakan pemanasan.
Alena terdiam melihat ada perubahan pada fisik Ibunya, pandangan Alena tertuju pada kedua telinga Ibunya yang bentuknya tidak seperti biasanya.
"Len?"
Alena terkejut.
"Astaga Mama, ngagetin aja."
"Ngagetin gimana? Kamu itu ngelamun. Mikirin apa sih?"
Alena menggeleng.
"Udah ah, ayo jalan."
Alena berjalan sambil menggandeng Ibunya.
Tapi kadang yang di pikirin malah cuek aja karena merasa dah mapan jadi bisa hidup sendiri,bisa mandiri tanpa harus punya pendamping hidup.
kalian membutuhkan kok satu sama lain.
setidaknya buat orang tua senang