Aluna seorang gadis manis yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan pria pilihan keluarganya.Umurnya yang sudah memasuki 25 tahun dan masih lajang membuat keluarganya menjodohkannya.
Bukan harta bukan rupa yang membuat keluarganya menjodohkannya dengan Firman. Karena nyatanya Firman B aja dari segala sisi.
Menikah dengan pria tak dikenal dan HARUS tinggal seatap dengan ipar yang kelewat bar-bar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Sasmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Gara-gara Kangkung
"Masak kangkung lagi, Lun ? Wah mau saingan sama kambing ya ?" suara adik iparku yang cempreng seketika mengagetkanku di pagi hari ini.Namanya Santi.
"Ini nih.Kebetulan Bang Firman request tumis kangkung. Enak katanya" jawabku sekedarnya.
"Wah sih Firman itu emang lidah ndeso. Ya cocok sih sama kamu. Kan kamu dari KAMPUNG " ucapnya dengan ketus.
Aku hanya bisa mengelus dada. Sudah biasa dengan ucapan kasarnya. Entah apa salahku, sejak awal kedatanganku kerumah ini dia yang memusuhiku.
Aku dan Bang Firman menikah karena dijodohkan. Tanteku dan paman Bang Firman dulu berteman baik. Usia Bang Firman yang sudah 30 tahun membuat sang paman terus mendesaknya cepat menikah.Dari awal aku sudah menolak. Rasanya risih harus menikah dengan orang yang tak dikenal. Tapi karena desakan keluarga, terpaksa aku terima. Dikampungku jika seorang gadis sudah berumur 25 tahun dan belum menikah akan di cao sebagai perawan tua.
.
Sering menonton sinetron tentang konflik mertua dan menantu membuatku tak ingin memiliki mertua. Memang harapanku untuk tidak memiliki mertua terkabul. Karena Bang Firman yatim piatu. Tapi akhirnya malah harus tinggal satu rumah dengan adik iparku
Bang firman mempunyai adik bernama Haikal dan sudah menikah dengan Siska serta mempunyai anak bernama Ica. Meskipun usia Siska lebih muda 1 tahun dari dariku, dia tak memanggilku dengan embel-embel "mbak" untuk menghormatiku. Memang Bang Firman yang usianya lebih tua 6 tahun darinya pun hanya dengan nama "Firman". Entah dimana sopan santunnya.
Sudah sering aku meminta Bang Firman untuk pindah rumah. Tapi selalu ditolak dengan alasan rumah itu milik orang tuanya. Dan dia merasa juga berhak tinggal di rumah itu.
Aku hanya bisa menurut tanpa banyak protes. Karena itu hanya percuma. Buang-buang waktu.
***
"Aluna, aku minta tumis kangkung tadi dong. Ica mau makan, tapi aku malas masak" Ucap Siska sambil menyodorkan mangkuk.
"Tumben bilang dulu. Biasanya juga langsung ambil tanpa izin" Bathin kesal.
Meskipun dapur sudah dipisah, tetap saja dia sering mengambil bawang, cabe, gula, garam, bahkan sabun tanpa izin dari dapurku. Seandainya dia meminta, aku tak masalah. Kalau seperti ini dia seakan tak menghargaiku
"Lho, katamu tadi kalau makan kangkung itu lidah ndeso. Kamu kan lidah kota,Sis"sarkasku.
"Ya sekali-kali gak papa lah nyicip masakan ndeso " jawabnya ringan sambil menuangkan semua tumis kangkung ke mangkuknya dan langsung pergi. Wah benar-benar ini adik ipar minta di tampol.
Tak lama kemudian dia datang dengan muka merah padam sambil melempar tumis kangkung ke mukaku. Aku yang kaget hanya bisa terdiam karena shock dengan kejadian barusan.
"Kamu bisa masak gak sih,Luna ? Ica sampe nangis kepedesan gara-gara makan tumis kangkung kamu. Punya otak gak sih ?" ucapnya sambil mencak-mencak.
Aku masak tumis kangkung itu untuk Bang Firman. Dan dia suka yang pedas. Salahku dimana coba ??
"DENGAR YA SISKA BINTI ARYO, AKU MASAK ITU UNTUK BANG FIRMAN. BANG FIRMAAAAN. BUKAN BUAT ANAK KAMU. LAGIAN AKU GAK PUNYA KEWAJIBAN MASAK BUAT ANAK KAMU. SELAMA INI DIAM, GAK MELAWAN SAAT KAMU PERLAKUAN SEENAKNYA.BUKAN BERARTI AKU TAKUT. TAPI AKU SADAR,KAMU LEBIH DULU TINGGAL DIRUMAH INI.JADI AKU HARGAI ITU" Dadaku naik turun menahan emosi.
Sementara Siska tampak shock mendengarnya.Aku yang biasa mengalah. Kini sudah menunjukkan taringnya.
"Selama ini aku diam tiap kamu nyuruh angkat jemuran kamu, nyapu kamar kamu, bikinin cemilan buat anak kamu, bahkan cebokin anak kamu. Aku lakuin. Karena gak enak sama kamu. Tapi ternyata semakin aku diam, semakin kamu injak. Ingat posisi kita sama-sama numpang disini. Jadi jangan bertingkah seperti nyonya !" ucapku sambil berjalan melewatinya yang terbengong dengan mulut menganga.
Rasanya hatiku lega menumpahkan uneg-uneg padanya. Bersiaplah Siska ! Sekarang tidak akan ada Aluna yang selalu manut dengan titahmu lagi.
***
Siangnya saat aku pergi ke warung Bu Ijah untuk membeli telur dan mie instan, tiba-tiba datang Bu Tia si biang gosip yang langsung menginterogasi ku.
"Mbak Luna beneran ya tadi abis cakar mba Siska ? Kasian lho mbak tadi dia kesini nangis-nangis. Katanya mbak Luna cakar dia gara-gara dia mau minta tumis kangkung. Gak boleh lho mba sama saudara sendiri pelit ! Gak nyangka lho saya mba Luna bisa kasar gitu" cerocosnya panjang lebar.
Aku yang bingung hanya bisa diam sambil mencerna apa maksudnya.
"Maksud Bu Tia apa ? Saya gak ngerti !"
"Gak usah pura-pura bodoh deh. Mana ada maling ngaku" ketus Bu Tia.
Mendengar keributan kami, tetangga sekitar akhirnya berdatangan.
"Buktinya apa Bu kalau saya sudah mencakar Siska ? Ibu jangan asal tuduh jatuhnya fitnah loh" ucapku setenang mungkin.
"Buktinya tangan Siska berdarah emang ada bekas cakaran" tandasnya.
"Saya gak pernah ya Bu cakar Siska. Saya cuma kesal karena dia marah-marah gak penting sama saya. Ibu bisa lihat deh, kuku saya pendek. Gak pernah tuh kuku saya panjang. Gimana mau nyakar Siska coba ? Apa pinjam kuku kucing dulu buat nyakar Siska" jelasku sambil memperlihatkan kuku tanganku yang tak pernah panjang.
Seketika Bu Tia hanya bisa terdiam.
"Lagian ya Bu, saya gak setega itu nyakar orang hanya karena masalah sepele. Emang tadi ibu lihat waktu saya nyakar Siska ? Lain kali saring dulu baru sharing ya Bu ! Nanti ibu malu sendiri mulutnya asal nyablak" sungutku kesal.
"Mbak Siska bilang gitu sambil memperlihatkan tangannya. Ya saya langsung percaya. Kan ada buktinya. Perkara kalau ternyata bukan mbak Luna pelakunya, itu bukan salah saya. Tugas saya kan cuma meneruskan informasi " jawabnya tanpa rasa bersalah.
Aku hanya bisa menghela nafas berat.
Bingung menghadapi orang seperti Bu Tia.
Bu Ijah yang sedari tadi diam akhirnya buka suara.
"Sudah-sudah Bu Tia, mbak Luna. Ini cuma salah paham. Tidak usah di teruskan. Gak baik berantem sama tetangga".
"Mbak Luna, mau beli apa ?" tanya Bu Ijah padaku.
"Maaf gak jadi Bu. Lain kali saja. Saya permisi dulu Bu ". Ucapku lesu.
Kesal.
Tentu saja kesal difitnah seperti itu.
Keterlaluan si Siska.
Bisa-bisanya dia memfitnahku.
Entah apa maunya dramaqueen itu.
Bisa-bisa rontok rambutku menghadapi manusia modelan begitu.
Awas saja nanti di rumah aku buat perhitungan dengannya. Biar dia kapok dan tau siapa ALUNA sebenarnya !
***
Sampai di rumah ku lihat dia sedang asyik makan ketoprak di teras.
"Sis, kamu beneran cerita sama Bu Tia kalau aku nyakar kamu ?" tanyaku tanpa basa-basi.
Dia hanya terdiam mungkin karena kaget .