NovelToon NovelToon
Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh
Popularitas:157
Nilai: 5
Nama Author: Caracaramel

Anton selalu pulang dengan senyum hangat, perhatian yang tak berubah, dan alasan pekerjaan yang terdengar sangat wajar. Terlalu wajar, hingga Nayla tak pernah merasa perlu meragukannya.

Namun ketika satu demi satu kejanggalan kecil muncul, Nayla mulai dihadapkan pada kenyataan pahit. Pengkhianatan tak selalu datang dari sikap yang dingin, melainkan dari kehangatan yang dijaga dengan terlalu rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caracaramel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Sejak pulang dari kantor Anton malam itu, Nayla tidak bisa tidur. Dia berbaring, matanya menatap langit-langit, sementara suara detak jam di dinding terdengar lebih keras dari biasanya.

Segala pikiran buruk, semuanya bercampur menjadi satu. Tapi ada satu hal lain yang tiba-tiba muncul lagi dalam pikirannya, kartu akses hotel

dan bill pembayaran hotel yang pernah ia temukan di dompet Anton. Kertas kecil itu, yang dulu berhasil Anton jelaskan dengan manis dan logis.

“Itu bukan punyaku. Teman kantor nitip, dompetku dipinjam sebentar.”

Nayla bangun perlahan dari tempat tidur agar tidak membangunkan Anton.

Ia melangkah ke balkon kecil di kamar, membuka pintu sedikit. Udara malam masuk, dingin, membuat rambutnya bergoyang pelan.

Dengan tangan menggigil, ia meraih ponselnya dan membuka aplikasi catatan.

Sudah ada satu entri lama yang ia tulis secara spontan:

Hotel Gracia — Lantai 5 — Room Service 23.14

Itu semua tertulis di bill yang ditemukan Nayla sebelumnya. Ia menatap teks itu lama sekali. Dia menelan ludah.

Sesuatu menyesakkan dadanya.

Anton tidur pulas di kamar. Bernapas teratur dan tenang. Seolah tidak ada beban apa pun.

Nayla meraba dadanya sendiri—dadanya yang justru bergetar. Takdir kadang tidak dimulai dari bukti besar, pikir Nayla.

Kadang ia dimulai dari hal kecil yang menolak dilupakan.

Dia menutup ponsel pelan, tapi pikirannya tak ikut tertutup. Justru semakin terbuka.

“Kalau aku pergi melihat hotel itu…” gumam Nayla lirih. “...apa aku siap melihat jawabannya?”

Ia tidak tahu.

Tidak benar-benar tahu.

Namun malam itu, Nayla terus saja membayangkan dirinya berdiri di depan hotel tersebut. Membayangkan melihat siapa pun yang keluar dari pintu itu.

Entah Anton atau orang lain. Atau mungkin Anton yang bersama orang lain.

Tapi semakin ia mencoba meyakinkan diri bahwa ia terlalu berlebihan, semakin kuat pula dorongan itu. Dorongan untuk mencari tahu. Dorongan untuk berhenti dibohongi, jika memang ia dibohongi.

Nayla kembali ke tempat tidur, menyelimuti dirinya, pura-pura tidur. Namun sebelum memejamkan mata, ia melihat ke arah Anton.

“Apa aku sebodoh itu ya, Mas?”

Nayla memejamkan mata, tapi tubuhnya tidak mau tenang. Begitu kelopak mata tertutup, pikirannya justru semakin ramai, seperti pasar yang baru buka.

Dia memutar tubuh menghadap Anton.

Suaminya tidur dalam posisi miring, wajahnya tampak damai. Nayla memperhatikan garis rahang Anton, alisnya yang tebal, dan bibirnya yang terbuka sedikit.

Sosok yang sudah ia cintai bertahun-tahun, sosok yang memberikan kenyamanan, dan sosok yang ia percaya penuh.

“Aku kenapa, sih?” bisiknya sendiri, suaranya hampir tak terdengar.

Ia berbalik memandang langit-langit kamar lagi. Lampu tidur memancarkan cahaya kuning redup, membuat ruangan terasa hangat. Terlalu hangat untuk hati yang dingin.

Nayla menarik selimut hingga ke dada.

Ia mencoba tidur, tapi dadanya tetap sesak. “Aku tidak akan jadi wanita yang bodoh lagi. Aku harus lihat sendiri!”

***

Pagi datang lebih cepat dari yang Nayla inginkan. Dia baru tertidur ketika langit mulai memucat, dan kini matahari sudah memanjat tirai kamar, menusuk kelopak matanya yang berat.

Nayla bangun dengan kepala berat, seperti habis menangis semalaman meski ia tidak menumpahkan air mata sedikit pun. Anton berdiri di dekat lemari, merapikan lengan kemejanya sambil bersiul kecil, ritual pagi yang selalu membuat rumah terasa hidup.

“Pagi, Sayangku!” tanya Anton begitu melihat Nayla membuka mata.

Nayla mengangguk pelan. “Iya, Pagi.” jawab Nayla sambil mengucek matanya yang masih sedikit mengantuk.

Anton mendekat, mengusap kepala Nayla.

“Kayaknya kamu kepikiran sesuatu ya? Wajahmu capek banget.”

Nayla tersenyum kecil. “Nggak, cuma insomnia aja.”

Anton membalas senyum itu, tulus, hangat. Senyum yang seharusnya menenangkan dan yang dulu cukup untuk membuat segala keresahan hilang.

“Turun, yuk. Sarapan bareng Dea,” ajaknya.

Nayla duduk perlahan. “Kamu nggak buru-buru?”

“Ada waktu kok. Mau aku tungguin.”

Anton mengusap punggung Nayla sebentar lalu melangkah ke pintu sambil berkata, “Cepetan, ya. Dea udah nungguin roti bakar buatan mamanya.”

Pintu menutup perlahan. Nayla menunduk, menatap kedua tangannya.

Perhatian Anton, kehangatannya, semua itu membuat hatinya makin berantakan.

Bagaimana seorang pria bisa sehangat ini, tapi di saat yang sama mungkin memberikan luka paling dalam?

***

Di meja makan, suasana terlihat seperti biasa. Dea bercerita tentang pentas teater yang semakin dekat. Anton menimpali dengan gurauan. Nayla ikut tertawa sedikit, meski rasanya hambar.

“Mah, nanti siang boleh jemput aku?” tanya Dea sambil mengoles selai ke roti.

Nayla mengangguk. “Boleh, sayang. Jam berapa?”

“Jam tiga. Aku latihan lagi sama Vina.”

Anton melirik. “Kamu akrab banget ya sama Vina. Senang banget lihat kalian sahabatan.”

Dea mengangguk riang. “Iya! Dia baik banget, Pa. Aku selalu kebantu kalau ada dia. Apalagi Tante Lestari, dia tuh kalau kami lagi latihan, suka bawain makanan enak-enak.”

Mendengar nama Lestari, dada Nayla menegang. Hanya sepersekian detik, ingkat sekali,tapi cukup membuat sendok di tangannya bergetar sedikit.

Anton menyadarinya. “Kamu kenapa?”

“Enggak,” Nayla buru-buru tersenyum. “Tangan mama lagi dingin aja.”

Dan percakapan pun berlanjut seolah tidak terjadi apa-apa. Namun dalam hati Nayla berkata, “kenapa namanya muncul saat aku lagi mikir macam-macam, ya?”

****

Setelah sarapan, Anton bersiap berangkat kerja. Nayla mengantar sampai pintu.

Anton menatapnya lama sebelum masuk mobil. Ada sorot ragu yang jarang ia lihat dari suaminya.

“Kamu yakin nggak apa-apa?”

Nayla mengangguk cepat. “Iya, Mas. Jangan khawatir. Kurang tidur aja. Nanti aku lanjut tidur lagi.”

Anton mengusap pipinya lembut, lalu mengecup keningnya.

“Kamu istirahat, ya. Jangan kurang tidur. Nanti ada kantung mata kayak panda,” seloroh Anton. Namun dibalas dengan senyum tipis saja oleh Nayla.

Mobil Anton melaju keluar dari gerbang rumah. Nayla menatapnya sampai hilang di tikungan. Begitu mobil tak terlihat lagi, senyum tipis yang ia tahan di bibir langsung hilang. Nayla memejamkan mata.

Hari ini aku harus mulai mencari tahu.

Dia masuk rumah dengan langkah hati-hati. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

****

Nayla masuk kamar, menutup pintu, dan berdiri di depan cermin. Dia melihat wajahnya sendiri. Sedikit pucat, tapi jauh lebih tegas daripada kemarin. Tatapan seorang perempuan yang siap meninggalkan zona aman demi mencari kebenaran yang mungkin menyakitkannya.

Nayla menarik napas panjang. “Hari ini,” bisiknya.

“Kalau pun tidak menemukan apa-apa, setidaknya aku berhenti membodohi diri sendiri.”

Ia mengambil tas, ponsel, dan kunci mobil.

Dia akan mendatangi Hotel Gracia. Apa pun yang menunggunya di sana.

Nayla kembali ke lantai bawah. Dia mendatangi Bu Sari yang tengah berada di dapur. Wanita setengah baya itu sedang mencuci piring bekas sarapan tadi.

“Bu Sari, saya mau pergi sebentar. Titip rumah ya, Bu. Kalau nanti ada yang nyariin saya, bilang aja saya lagi ada urusan di rumah Mama saya,” ujar Nayla sambil merapikan lengan kemeja panjangnya yang dia liat sedikit ke atas.

“Baik, Mbak. Mbak Nayla hati-hati, ya. Itu mukanya pucat. Kalau ada apa-apa, telepon ke rumah ya, Mbak.” nada bicara Bu Sari terdengar khawatir.

Nayla tersenyum mendengar itu, “Oke, Bu. Saya jalan dulu.”

Nayla melangkah keluar rumah. Dia memasuki garasi, tempat dimana mobilnya berada. Setelah merasa siap, dia membuka garasi lebih lebar lagi, dan menaiki mobilnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!