Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.
Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.
Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Kata maaf itu mudah diucap Bang, tapi seandainya kamu merasakan seperti apa luka hati ini. Bukan setahun dua tahun aku mencoba untuk sabar menghadapi sikap kamu yang selalu menyiksa lahir dan batinku. Padahal itu hanya sebagian kecil kesalahan yang kamu perlihatkan. Jika kamu bodoh, aku jauh lebih bodoh, karena suamiku berkhianat pun aku tidak tahu. Entah kesalahan apa lagi yang tidak aku ketahui di belakang. Anehnya, setelah kamu kecewa dengan istri kedua kamu, dengan seenaknya ingin kembali. Simpan saja angan-anganmu untuk kembali padaku. Aku tidak mau semakin bodoh, dan terluka untuk yang sekian kali." Faiz pun akhirnya menarik mundur kereta yang di pegang Ahsan hingga terlepas, kemudian pergi.
Ahsan hendak mengejar Faiz, tapi seseorang yang tengah memperhatikan mereka sejak tadi muncul dari persembunyian nya.
"Tahan anak muda, jika kamu mengejar dia sekarang, akan percuma. Karena saya tahu Faiz tidak mau dipaksa." ucapnya menasehati.
"Ibu siapa?" Ahsan tidak merasa mengenal wanita itu.
"Itu tidak penting, jika kamu ingin mendapatkan Faiz, saya akan bantu," katanya meyakinkan.
"Bagaimana caranya?" Ahsan antusias.
"Itu masalah gampang, yang penting, kamu mau bekerja sama dengan saya."
"Bekerja sama?" Ahsan bingung dibuatnya.
"Ikut saya, tidak baik jika kita bicara di pinggir jalan," Wanita itu menjauh dari pinggir taman, berjalan kaki diikuti Ahsan.
***********
"Oh, itu tadi mantan suami Kakak? Ya ampun... tampang pas-pasan saja bertingkah, segala ingin poligami. Jangan mau kalau diajak balik Kak, mendingan juga menerima cinta Tuan Barra. Sudah kaya, tampan, dapat bonus dua jagoan lagi. Hahaha." Dilla tertawa ngakak. "Hup lupa" Dilla menutup mulutnya. Jika sudah kebiasaan susah untuk merubah.
"Perasaan waktu baru datang, kamu lemah lembut deh, eh, nggak tahunya." Faiz geleng-geleng kepala.
"Dulu tuh aku kira, Kak Faiz Nyonya Barra, masa nggak sopan. Nanti kalau Kak Faiz sudah menjadi istri Tuan aku akan jaga mulut. Hahaha." kelakar Dilla.
"Kamu ini ngapain juga jadi mak comblang Tuan Barra sih." Faiz merasa aneh, padahal Barra juga tidak pernah mengungkapkan perasaan kepada nya, tapi Dilla yang semangat menjodohkan.
"Aku tuh ikut bahagia seandainya Kak Faiz menjadi Nyonya Barra" Dilla melihat keduanya merasa cocok, dan bisa membesarkan si kembar bersama-sama.
Percakapan selesai ketika sampai di rumah, Dilla segera mencuci pakaian anak-anak sementara Faiz menyusui si kembar hingga keduanya terlelap. Jika demikian tidak ada lagi yang di kerjakan Faiz. Dia membuka laptop memainkan jari melanjutkan menulis.
Siang harinya Faiz ke dapur ambil piring di rak, hendak mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Ketika hendak menyendok nasi, terdengar bel rumah berbunyi. "Biar aku saja yang membuka pintu Bi." ujar Faiz ketika bibi baru selesai shalat dzuhur.
"Terima kasih Mbak." Bibi lanjut mengangkat jemuran hendak strika.
Sementara Faiz meletakkan piring kembali, urung untuk makan. Ia melenggang ke depan membuka pintu, ternyata pria tinggi tegap sudah berdiri di sana. Sayangnya tidak mau tersenyum, padahal jika senyum sedikit saja semakin tampan.
"Tuan sudah pulang?" Faiz kaget, karena biasanya Barra pulang jam lima sore, jam empat paling cepat.
"Kenapa kalau saya pulang cepat? Kamu tidak bebas keluar masuk rumah, gitu!" Jawabnya ketus.
Faiz kaget dan bingung, ia pergi hanya ke taman tapi Barra rupanya tahu entah dari mana. Faiz memandangi Barra yang berjalan melewatinya begitu saja.
"Heran sama sikap Bos" gumam Faiz sembari mengunci pintu.
"Ngomong apa kamu?" Barra mendelik, rupanya gumaman Faiz masih di dengar olehnya.
"Tidak Tuan, Tuan sudah makan belum? Kalau belum, mungkin saja mau makan bareng saya. Saya mau makan soalnya," Faiz mengalihkan. Namun, Barra bukan anak kecil yang akan lupa begitu saja kesalahan apa yang dilakukan Faiz.
"Duduk kamu" perintah Barra, menunjuk sofa di ruang tamu.
Faiz pun akhirnya duduk tanpa bicara, ia merasa seperti ingin diadili saja.
"Tadi pagi kamu kemana?" Barra bertanya ngegas.
"Ke taman komplek mengajak si kembar jalan-jalan Tuan" jujur Faiz.
"Terus janjian bertemu mantan suami, begitu kan" dengus Barra, menatap Faiz tajam.
"Bukan janjian Tuan, saya juga tidak tahu kok, kenapa Ahsan bisa tahu kalau saya kerja di kompleks ini." Faiz berusaha menjelaskan. Walaupun sebenarnya Barra tidak punya hak mencampuri urusan pribadinya.
"Bohong!" Barra melengos.
"Tuan boleh marah karena saya mengajak anak-anak pergi ke taman lantaran tidak minta izin, tapi Tuan salah kalau saya dimarahi hanya karena menyelesaikan persoalan dengan mantan." Faiz akhirnya memberanikan diri untuk mengeluarkan isi hatinya.
"Pecat saja Barra, jika kamu tidak ada di rumah, Faiz memang selalu keluyuran!" muncul Chana menyiram api dengan bensin.
...~Bersambung~...
Bener kayanya ada mata² kira2 siapa ya
anda penasaraaaan???
samaaa aku jugaaa 🤣
ayooo trima faiz, jngan lama lama kalau mikir....
lanjut...
semangat...
terima ajaaa