Perselingkuhan antara Kaivan dan Diana saat tiga hari menjelang pernikahan, membuat hati Alisa remuk redam. Keluarga Kaivan yang kepalang malu, akhirnya mendatangi keluarga Alisa lebih awal untuk meminta maaf.
Pada pertemuan itu, keluarga Alisa mengaku bahwa mereka tak sanggup menerima tekanan dari masyarakat luar jika sampai pernikahan Alisa batal. Di sisi lain, Rendra selaku kakak Kaivan yang ikut serta dalam diskusi penting itu, tidak ingin reputasi keluarganya dan Alisa hancur. Dengan kesadaran penuh, ia bersedia menawarkan diri sebagai pengganti Kaivan di depan dua keluarga. Alisa pun setuju untuk melanjutkan pernikahan demi membalas rasa sakit yang diberikan oleh mantannya.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Alisa dan Rendra? Akankah Alisa mampu mencintai Rendra sebagai suaminya dan berhasil membalas kekecewaannya terhadap Kaivan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Kaivan
Malam telah menjemput. Kegelapan menyelimuti langit tatkala kendaraan Rendra memasuki kawasan komplek perumahan ibunya. Wajahnya yang ditekuk, menyiratkan kemarahan tertahan dalam dada pria itu.
Setibanya di kediaman Bu Ani, Rendra bergegas turun dari mobil, disusul Alisa dan Diana di belakangnya. Bu Ani yang mendapati putra sulungnya datang, segera membukakan pintu, menyambut putra dan menantunya sambil mengernyitkan kening.
"Rendra, tumben kamu datang kemari. Kamu bawa Alisa sama Diana juga?" tanya Bu Ani, sambil sesekali melirik ke arah dua perempuan di belakang Rendra.
"Bu, apa Kaivan ada di rumah?" tanya Rendra menatap Bu Ani.
"Kaivan dari tadi belum pulang. Katanya mau mampir ke rumah temannya," jelas Bu Ani.
"Ke rumah temannya? Siapa?" Rendra mendesak.
"Tadi dia mengirimi Ibu pesan, katanya mau ke rumah Galang, teman satu kampusnya dulu," tutur Bu Ani.
Rendra mendesah kasar. "Kalau begitu, Ibu tolong hubungi dia supaya cepat pulang. Ada hal penting yang harus dibicarakan."
"Hal penting apa? Sebaiknya kalian masuklah dulu. Ibu akan menyiapkan teh manis. Kalian pasti capek setelah seharian bekerja," bujuk Bu Ani.
"Aku nggak mau buang waktu, Bu. Saat ini juga, aku harus bertemu dengan Kaivan," tegas Rendra.
"Kalau itu keputusan kamu, coba susul saja dia di rumahnya Galang. Siapa tau aja dia ada di sana," usul Bu Ani.
"Kalau begitu, aku ke sana sekarang juga," kata Rendra tergesa-gesa, kemudian menatap Alisa sebentar. "Kalian tunggu saja dulu di rumah Ibu. Nanti aku segera kembali bersama Kaivan."
Alisa mengangguk, lalu melangkah ke dekat Bu Ani bersama Diana. Adapun Rendra, berjalan menuju mobil dan memasuki kendaraannya. Deru mesin mobil mengawali kepergiannya dari kediaman Bu Ani. Tak berselang lama, kendaraan Rendra pun melaju keluar dari pekarangan rumah itu dan meninggalkan istrinya serta Diana di kediaman Bu Ani.
"Mari masuk!" ajak Bu Ani.
Alisa dan Diana memasuki rumah itu dan duduk bersebelahan di kursi ruang depan. Bu Ani duduk sejenak di hadapan mereka berdua, menatap Diana sesaat, lalu mengalihkan pandangan pada Alisa.
"Sebenarnya ada urusan apa kalian datang kemari? Kenapa Rendra terburu-buru begitu mencari Kaivan?" tanya Bu Ani penasaran.
Sebelum menjawab, Alisa melirik Diana. Gadis bermata lebar itu mengangguk, mengisyaratkan untuk mengabarkan ibu Kaivan mengenai hasil diagnosa dokter saat di klinik. Alisa menghela napas dalam-dalam, kemudian menatap wajah mertuanya dengan tenang.
"Begini, Bu. Hari ini Diana muntah terus dari pagi. Saya dan Kak Rendra yang sempat mampir ke toko kue, langsung membawanya ke klinik," jelas Alisa.
"Oh, begitu. Terus, apa yang membuat Rendra terburu-buru menemui Kaivan?" Bu Ani mengernyitkan kening.
"Tadi setelah Diana diperiksa, dokter bilang kalau Diana ini sedang ...." Alisa menoleh kembali pada Diana.
"Sedang apa?" Bu Ani menatap Alisa lebih lekat.
Alisa mengembuskan napas pelan sambil menunduk, kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Bu Ani.
"Diana sedang mengandung, Bu. Kata dokter, usia kandungannya sekitar dua bulan," tutur Alisa dengan sungkan.
"Apa?!" Bu Ani tercengang, lalu mengalihkan pandangan pada Diana. "Astaga! Kamu hamil?!"
Diana tertunduk gugup sambil menganggukkan kepalanya dua kali. "Maafin saya, Bu."
Tercekat napas Bu Ani mengetahui kekasih putra bungsunya hamil di luar nikah. Wanita itu menepuk-nepuk dada, berusaha meluruhkan sesak yang memenuhi rongga dadanya.
"Kamu dan Kaivan memang tidak tau malu," cibir Bu Ani menunjuk Diana dengan suara gemetar.
Sementara itu, Rendra baru saja tiba di kediaman Galang. Ia langsung turun dari mobil dan menutup pintunya dengan keras. Dengan tergesa-gesa, pria itu berjalan memasuki teras rumah Galang, lalu mengetuk pintu berkali-kali.
Cukup lama menunggu, seorang pria muncul membukakan pintu untuk Rendra. Ia tidak lain adalah Galang, teman sekampus Kaivan. Raut wajahnya begitu tegang tatkala mendapati kakak dari temannya berdiri di depan rumah.
"Kak Rendra," sapa Galang, melangkah keluar.
"Mana Kaivan? Aku mau jemput dia sekarang juga," ucap Rendra tanpa basa-basi.
"Kaivan?" Galang mengernyitkan kening. "Tadi dia baru saja pergi."
"Pergi? Ke mana?" tanya Rendra menuntut.
"Katanya ke hotel bersama teman perempuannya. Coba aja Kak Rendra cari Kaivan ke sana," jelas Galang.
"Hotel mana?" Rendra semakin tidak sabar.
Galang pun menyebutkan nama hotel yang tidak jauh dari sana dan menjelaskan bahwa Kaivan akan berada di tempat itu dalam waktu cukup lama. Rendra yang tak mau membuang waktu, segera mengucapkan terimakasih pada Galang, kemudian berlalu menuju mobilnya.
Selama perjalanan menuju hotel, pikiran Rendra semakin tak karuan. Tempat yang biasa dikunjungi pasangan sejoli itu membuat Rendra semakin berprasangka buruk terhadap adiknya. Kendati demikian, ia berusaha tetap tenang, meski kemarahan terus meletup-letup membakar jiwanya.
Tak butuh waktu lama, Rendra sampai di hotel yang dituju. Ketika ia memarkir mobilnya di basement, matanya seketika mengarah pada motor sport berwarna merah yang biasa dipakai adiknya. Amarah di dalam hatinya makin bergejolak. Rendra segera turun dan mengunci mobil, kemudian berjalan menuju lobi hotel.
Tanpa basa-basi, pria itu menanyakan tamu atas nama Kaivan. Seorang resepsionis mengatakan, bahwa Kaivan berada di kamar tujuh puluh enam yang letaknya berada di lantai lima. Setelah mendapat informasi itu, Rendra segera menaiki lift menuju lantai lima.
Keparat kamu, Kaivan! Diana sedang mengandung malah senang-senang bersama perempuan lain. Kamu memang harus diberi pelajaran! gumamnya dalam hati.
Sesampainya di lantai lima, Rendra menyusuri koridor dengan langkah menghentak. Diperhatikannya setiap nomor yang terpampang di pintu hingga akhirnya langkah pria itu terhenti di sebuah kamar, nomor tujuh puluh enam.
Rendra memijit tombol di sebelah pintu. Berkali-kali ia memijit bel, sampai kesabarannya habis.
"Kaivan! Aku tahu kamu ada di dalam! Cepat buka pintunya!" bentak Rendra dengan suara tinggi.
Tak berselang lama, seorang wanita cantik dengan rambut dicepol dan memakai kimono mandi membukakan pintu.
"Mas nyari siapa?" tanya wanita berkulit kuning langsat itu menatap Rendra.
"Mana Kaivan! Suruh dia temui aku di sini!" geram Rendra.
"Kaivan ... Kaivan ...." Wanita itu terdengar gugup sambil sesekali menoleh ke belakang.
Tak mau berlama-lama, Rendra menerobos masuk ke kamar hotel. Ia memanggil-manggil adiknya dengan suara lantang, hingga akhirnya muncul dari kamar mandi.
Betapa terkejutnya Rendra mendapati sang adik berada di satu kamar hotel bersama perempuan lain. Ia segera menarik kerah kimono mandi Kaivan, hingga jarak keduanya semakin dekat. Rendra menatap tajam mata Kaivan sambil mendengus keras.
"Di mana otakmu itu, Kaivan! Saat orang-orang merasa panik, kamu malah bersenang-senang dengan perempuan lain?! Apa kamu nggak kepikiran bagaimana perasaan kekasihmu?" geram Rendra, rahangnya mengeras.
"A-Apa maksud Kakak? Kita bisa bicara baik-baik, kan?" tanya Kaivan dengan suara gemetar.
Rendra melepaskan cengkeramannya di pakaian Kaivan, lalu menghajar wajah adiknya tanpa segan-segan. Seketika Kaivan terhuyung-huyung memegangi rahangnya sambil meringis.
"Bajingan seperti kamu tidak pantas diajak bicara baik-baik! Di mana perasaanmu itu, ha! Kamu malah bersenang-senang dengan perempuan lain, sementara Diana harus berjuang dengan kehamilannya. Aku benar-benar muak dengan kelakuan bejat kamu, Kaivan!" bentak Rendra menunjuk-nunjuk Kaivan.
"A-Apa?! Diana ... Diana hamil?!" Kaivan terbelalak.
lanjut thorrrr.