NovelToon NovelToon
TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:14.4k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Nasib sial tak terhindarkan menimpa Faza Herlambang dan mahasiswinya, Caca Wijaya, saat mereka tengah melakukan penelitian di sebuah desa terasing. Tak disangka, sepeda motor yang menjadi tumpuan mereka mogok di tengah kesunyian.

Mereka pun terpaksa memilih bermalam di sebuah gubuk milik warga yang tampaknya kosong dan terlupakan. Namun, takdir malam itu punya rencana lain. Dengan cemas dan tak berdaya, Faza dan Caca terjebak dalam skenario yang lebih rumit daripada yang pernah mereka bayangkan.

Saat fajar menyingsing, gerombolan warga desa mendadak mengerumuni gubuk tempat mereka berlindung, membawa bara kemarahan yang membara. Faza dan Caca digrebek, dituduh telah melanggar aturan adat yang sakral.

Tanpa memberi ruang untuk penjelasan, warga desa bersama Tetuah adat menuntut imereka untuk menikah sebagai penebusan dosa yang dianggap telah mengotori kehormatan desa. Pertanyaan tergantung di benak keduanya; akankah mereka menerima paksaan ini, sebagai garis kehidupan baru mereka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUA PULUH DUA

Langit sore mulai meremang, cahaya matari yang tadinya memancar dengan terik kini mulai redup menjemput waktu magrib.

Faza berkali kali melihat keluar, namun sosok Caca tak juga memberikan tanda tanda pulang. Tepat saat azan berkumandang di masjid, suara motor Caca menggema di udara. Faza yang berdiri tegas di teras rumah dengan kemeja dan kain sarung yang melingkar rapi di pinggangnya, menatap Caca dengan tajam.

"Darimana jam segini baru pulang?" tanya Faza pelan. Faza tak pernah berkata kasar, sekalipun Caca berbuat kesalahan. Marahnya Faza hanya menggunakan sura dingin dan tatapan tajam.

"Dari rumah Tante Saras," Caca tak berani mengangkat wajahnya, kerena matanya yang masih sembab,takut Faza mengetahuinya jika dia habis nangis.

"Kenapa gak izin...?" pertanyaan singkat itu membuat Caca menelan ludah.

"Cepat mandi, selesai salat temui saya di ruang kerja" ucap Faza sebelum buru buru ke masjid, karena iqomah segera dikumandangkan.

"Baik Pak..." sahut Caca singkat, dan langsung masuk kedalam untuk membersihkan diri.

Selesai salat Caca berjalan menuju ke ruang kerja Faza. Ini pertama kalinya Caca ke lantai atas ke ruang pribadi Faza.Namun ternyata pemiliknya belum pulang dari masjid. Mata caca berkeliaran menatap buku-buku di rak. Seketika tatapan mata Caca berhenti di sebuah foto Felin yang di rak sebelah kanan. Lalu Caca meraih foto Felin.

"Kak Fe... maafkan Caca. Aku pinjam Mas Fazamu. Aku akan kembalikan jika waktunya tiba," bisik Caca pelan sambil meraba foto Felin. Jemarinya bergetar, seperti menahan rasa bersalah yang begitu menghimpit. 

Wajah Felin di foto itu seakan hidup, menatap Caca, membuat hati Caca dipenuhi kegundahan yang sulit ia jelaskan. Caca tahu seharusnya ini tak boleh terjadi, tapi apa yang bisa Caca lakukan? Ini sudah terjadi. 

Langkah kaki terdengar, dan Caca langsung mendongak. Faza muncul di ambang pintu, namun mendadak ia berhenti, tatapannya tertuju pada foto di tangan Caca.

"Itu Felin... ada yang ingin kamu tanyakan tentang foto itu?" tanyanya tenang. Tak ada nada marah, tak ada tuntutan. Justru ia seperti memberiku ruang untuk bicara, ruang yang entah mengapa malah membuat Caca semakin terpojok.

Caca menggeleng pelan, mencoba menyusun kata-kata di tengah pikirannya yang kalut. "Tidak ada yang perlu ditanyakan, Pak," jawab Caca dengan suara lirih, menekan perasaan yang menggelegak di dalam dirinya.

"Saya tahu dia wanita yang selama ini mengisi hati Pak Faza." Faza mengernyitkan dahinya, terkejut. "Kamu tahu darimana?" tanyanya dengan nada santai, seolah tak menduga Caca  bisa mengetahuinya.

"Pak Alfin," jawab Caca jujur sambil menunduk. Caca merasa seluruh tubuhnya lemas.

"Dia bercerita saat aku melihat album foto di rumahnya. Di sana saya tak sengaja melihat foto Pak Faza dan dia." Kata-kata itu keluar dari mulut Caca dengan penuh beban, seperti membuka luka yang sebelumnya hanya samar-samar kurasakan. Felin... nama itu kini terasa begitu besar di antara Caca dan Faza.

"Sudah tahu soal Felin, kenapa gak nanya sama saya langsung?" Faza menyelidik, nada suaranya tegas namun terkendali.

"Apa yang harus saya tanyakan, jika saya sudah mengetahuinya?" balas Caca cepat, namun ada nada getir di akhir kalimatnya. "Dia wanita yang solehah, cantik, pintar, karirnya bagus, dan pastinya wanita setia, yang dengan rela menunggu cintanya selama tujuh tahun, bukan begitu? Tapi..." kalimatnya menggantung, seperti ada hal berat yang tak ingin diucapkannya begitu saja.

"Tapi apa...?" Faza menunggu, nada penasaran namun tetap tenang. Tatapannya tak membiarkan Caca lari dari topik yang mulai terasa seperti tali yang makin menjerat. Caca menelan ludah, mencoba menguasai gemuruh emosinya yang hampir pecah.

"Tapi, Pak Faza malah terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan," akhirnya Caca berkata dengan suara tertahan, nyaris berbisik. Ada rasa pedih di setiap kata yang terlontar. Tak kuasa, Caca membenci ketidakadilan yang dirasakannya, tapi tak ingin terlihat terlalu emosional.

Faza tetap diam, memperhatikan Caca dengan intens, matanya berbicara lebih banyak daripada kata-kata. Sementara Caca merasakan bahwa setiap detik keheningan itu seperti ujian yang semakin mengoyak ketenangannya.

Tanpa berkata sepatah pun, Faza menggerakkan tangannya, memberi isyarat tegas. "Duduk," perintahnya, tak memberikan ruang untuk penolakan. Ada kekuatan dalam suaranya yang membuat Caca mau tak mau menarik kursi dengan gerakan pelan, merasakan tatapan mata Faza seolah memaku setiap langkah kecilnya. Saat tubuhnya menyentuh kursi, Caca mencoba tetap tenang.

"Lupakan soal Felin, sekarang fokus dengan kesalahanmu. Kamu tahu, di rumah ini ada aturan. Jika kamu merasa keberatan dengan aturan di rumah ini, kamu bisa—"

"Pak Faza, jangan khawatir," potong Caca, tanpa bisa menahan diri. Caca tahu persis kemana arah pembicaraannya. "Lain kali, saya tidak akan mengotori aturan di rumah Bapak." Kening  Faza sontak berkerut, jelas terganggu oleh keberanian Caca menginterupsi ucapannya.

"Maksud kamu apa...? Saya belum selesai berbicara, loh, Ca," ujarnya dingin, memperjelas otoritasnya. Caca tersenyum kecil entah apa yang ada dalam pikirannya.

"Maaf, Pak," kata Caca lagi, mencoba mengakhiri percakapan tanpa menunjukkan kekacauan batinnya.

Faza melirik Caca sekali, sebelum mengangkat ponselnya. Sebuah panggilan masuk. Sekilas Caca melihat nama di layar, "Fe." Sebuah nama yang terlalu familiar, dan seakan suasana itu direncanakan.

Dada Caca mendadak sesak. Caca tahu siapa "Fe", kakak tercinta Caca, sekaligus kekasih Faza. Tanpa berpikir panjang, Caca bangkit dari tempatnya. Suara hatinya memohon untuk tidak mendengar percakapan yang akan terjadi antara Faza dan kakanya.

Caca tidak ingin tahu, ya dia tidak mau tahu—karena itu hanya akan semakin melukai perasaannya yang sudah terlanjur remuk.

"Pak Faza, jika tidak ada yang dibicarakan lagi, saya akan kembali ke bawah," ujar Caca singkat, tanpa menunggu reaksinya. Langkah Caca ringan tapi tergesa, menuruni tangga dengan kepala penuh kericuhan.

"Dasar anak itu..." gumam Faza, masih menatap Caca dengan sorot mata yang entah kenapa terasa sulit Faza gambarkan sendiri. Ada sesuatu dalam dirinya yang mengusik pikirannya, tapi Faza tak ingin menyimpulkannya.

Faza hanya mendesah pelan sambil meraih ponsel, lalu menekan nomor Felin. Sambungan tadi sempat terputus sebelum sempat Faza angkat. "Maaf, tadi sedang sibuk,da apa Fe...?" tanya Faza, mencoba terdengar santai sembari duduk di kursi kerja.

"Iya Mas, aku mau kasih tahu, kalau aku nggak jadi pulang minggu ini. Ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan," ujar Felin dengan nada tenang di ujung sana. "Insya Allah dua atau tiga minggu ke depan, aku pulang." 

Faza diam sejenak, merenungkan kata-katanya. "Baik lah, aku tunggu kamu pulang," jawab Faza dengan sedikit tekanan pada kalimatnya. "Ada hal penting yang harus kita bicarakan, dan ini nggak bisa dibahas lewat telepon." 

Suara Faza terdengar tegas. Faza ingin bertemu langsung, bukan mengungkapkan segalanya dengan suara tanpa tatap muka. Di ujung telepon, terdengar Felin tertawa kecil.

"Oke, Mas. Begitu selesai semuanya, aku langsung terbang ke Indonesia. Lagian aku gak sabar pengen ketemu kamu, aku kangen,lama juga kita gak ketemu" katanya sebelum memutus sambungan teleponnya.

Faza mendesah, lalu menelugkupkan ponsel di meja kerjanya dan perlahan bersandar di kursi, mendongak ke langit-langit. Helaan napasnya terasa berat. Ada sesuatu yang Faza simpan, sesuatu yang ingin dia katakan, tapi terasa terlalu sulit jika hanya disampaikan lewat suara.

"Apa dia tahu apa yang aku pikirkan? Apa dia akan siap mendengar semuanya?" tanya Faza  pada dirinya sendiri. Di sela semua itu, bayangan wajah Caca sekilas kembali muncul di benaknya, makin menambah keresahan yang tak pernah bisa benar-benar Faza hindari.

Faza lantas bergegas turun dari lantai atas, kaki jenjangnya seketika terhenti di anak tangga, saat mata hitam Faza tak sengaja menangkap sosok Caca yang hanya mengenakan tanktop dan celana berbahan kaus setengah paha, yang membentuk lekuk tubuh Caca yang sintal.

Faza menghampiri Caca yang sedang memotong buah di dapur. Tampaknya Caca telah merencanakan ini dengan matang, menimbang setiap saran dari Zio. Sebelum semuanya berakhir, dia bertekad menciptakan kenangan terindah bersama suaminya, selama masih di jalan yang diridhai oleh Allah.

"Ca... kamu... kenapa pakaianmu...?" suara Faza bergetar, kata-katanya tercekat oleh pemandangan yang tidak terduga. Ketika Caca berbalik menghadapnya, pandangan Faza terbelalak, takjub akan keindahan yang tersaji, bagaikan puncak bukit yang menawan, muncul setengahnya dari balik pepohonan lebat. 

"Maaf, Pak. Saya merasa gerah jadi... umm..." suara Caca tertahan, karena tiba tiba bibir Faza membungkamnya, dengan ciuman yang mendalam.

"Jangan salahkan saya, Ca. Kamu yang mengundangnya," bisik Faza, saat melepas tautan bibirnya,mata mereka saling beradu, dan Faza kembali memperdalam  ciumannya.  Gairah dan nafsu saling bertautan dalam simpul syahwat yang halal.

Dalam hati Caca tersenyum nakal, ternyata mengait pria itu begitu mudah, hanya bermodal pakaian sedikit seksi, miliknya sudah terjaga dari tidur. 

Faza menarik pinggang Caca dan memintanya mendekat. Caca yang tadinya hanya diam, kini membalas dengan gairah setiap ciuman bibir Faza. Suhu di dapur seakan meningkat seiring dengan intensitas ciuman yang semakin mendalam.

Faza merasa tak percaya, Caca membalas ciumannya dengan permainan yang begitu memikat. Bibir Caca yang sebelumnya hanya diam, kini bergerak aktif mengeksplorasi setiap sudut mulut Faza. Faza mengerang kecil, terbuai dalam sensasi yang diberikan Caca.

Dengan nafas yang terengah, mereka berdua memisahkan diri sejenak untuk mengambil napas. Mata mereka kembali bertemu, dan ada percikan api yang tidak bisa dipadamkan. Faza menangkup wajah Caca, ibu jarinya membelai pipi Caca lembut, sepontan Caca menggigit bibir bawahnya, seolah menantang Faza untuk melanjutkan permainan mereka.

Ciuman kedua lebih intens, Faza mendesak Caca ke arah meja dapur, tanpa memutuskan kontak mata. Caca dengan lincah naik ke atas meja, menarik Faza lebih dekat. Kedua tangan mereka menjelajahi punggung satu sama lain, merasakan setiap kontur tubuh masing-masing.Dapur yang semula hanya tempat untuk memasak, kini menjadi saksi bisu pertunjukan gairah yang tak terduga antara Faza dan Caca.

1
ana kristianti123
/Angry//Drool/
ana kristianti123: crazy up...
Zizi Pedi: makasih kk
total 2 replies
ana kristianti123
suka sekali ceritany... up yg banyak ya tor
Zizi Pedi: siap kk
total 1 replies
partini
betul sekali pak dosen boleh poligami,,tapi jaman sekarang poligami ga kaya jaman nabi tercinta kita
Yus Tia
bagus banget ceritanya
Zizi Pedi: makasih kk
total 1 replies
Alina Amaliyah
karyanya luar biasa bagus thor,,jd byk bljr sy tentang rumah tangga yg SAMAWA.Lanjut thor
Zizi Pedi: makasih Kk🥰
total 1 replies
Ria Agustina
lanjut tor
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Mercenary of El Dorado
D
Semangat kak author, aku mampir di novelmu kak hihi salam hangat kak🥰🫶🫶
Zizi Pedi: makasi kk🥰
total 1 replies
Narti Narti
lanjut thor aku suka dengan penjelasan faas sangat menyentuh
Zizi Pedi: siap kk🥰
total 1 replies
Ghafari probolinggo
terpaksa dinikahi dosen
Ghafari probolinggo
bagus
Ghafari probolinggo
sangat menyentuh hati
Bubble
Luar biasa
Ria Agustina
lama up ny tor
Zizi Pedi: iya kk, kemaren sibuk di dunia nyata, ujian TAM PPG
total 1 replies
Zizi Pedi
bentar lagi up Kk
Ria Agustina
kapan up ny tor
Zizi Pedi
soap kk
Ria Agustina
upload ny jangan lama2 tor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!