TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

SATU

Langit biru menyelimuti desa terpencil di kaki gunung, sinyal perpisahan bagi Faza dan rombongan mahasiswanya telah tiba. Faza, dosen penanggung jawab penelitian dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN), menginstruksikan mahasiswanya untuk bersiap kembali ke kota. Mereka telah menyelesaikan serangkaian penelitian yang meliputi pendidikan, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Dengan hati yang berat namun puas, mereka memeriksa sekali lagi barang bawaan mereka, memastikan tidak ada yang tertinggal. Suasana bercampur antara kelegaan karena telah menyelesaikan tugas dan sedikit kesedihan karena harus meninggalkan warga desa yang sudah seperti keluarga sendiri.

Sepeda motor yang akan mereka tumpangi sudah siap, mesin-mesin mulai dihidupkan, mengeluarkan bunyi gemuruh yang menandakan saatnya berangkat. Debu melayang di udara saat roda-roda motor berputar, membawa mereka melewati jalanan desa yang sepi menuju jalan raya yang akan mengantarkan mereka kembali ke kehidupan kota.

Faza memandang ke belakang sekali lagi, memastikan bahwa semua mahasiswa sudah siap dan tidak ada yang tertinggal. Dengan isyarat tangan, ia memimpin rombongan, meninggalkan desa dengan segudang kenangan dan pelajaran berharga yang akan mereka bawa sebagai bekal kemandirian.

Perjalanan menuju jalan raya sekitar enam jam perjalanan, mereka menikmati perjalanan dengan pemandangan alam yang begitu indah memukau.

Saat motor-motor mahasiswa itu melaju meninggalkan desa, Caca merasakan denyut jantungnya berpacu lebih cepat. Napasnya tercekat,saat Caca mulai naik ke atas motor Pak Faza, tangannya mencengkeram jaket Faza dengan kencang.

Membuat Pak dosen itu menoleh menatap tangan Caca yang mencengkram erat jaketnya.

Namun Pak Faza tak berkomentar, atau pun keberatan dengan tindakan yang Caca lakukan.

Perlahan motor gunung milik Pak Faza berjalan meninggalkan kampung tersebut.

Saat motor mulai melaju perlahan, Caca merasakan Faza—dosennya—sesekali menginjak rem secara mendadak. Hal itu membuat dada Caca tanpa sadar menabrak punggung Faza beberapa kali. Rasa kesal merayap di dada Caca. 

Pikiran pikiran jahat Caca mulai berbisik.'Apa dia sengaja melakukannya?' batin Caca merasa Faza mencuri kesempatan.

Caca menggigit bibir, lalu tanpa ragu menepuk bahu Pak dosennya dengan keras.

“Pak Faza sengaja, ya? Ngerem-ngerem mendadak gitu? Apa maksudnya?” tanya Caca dengan nada tuduhan. Perasaan jengkel Caca makin menggelegak. Saat Faza kembali mengerem mendadak.

Caca kembali menepuk bahu Faza untuk yang kedua kalinya. Namun, responsnya sama sekali tak kuduga. Dari kaca spion, tatapan Faza yang menyipit langsung menusukku ke mata Caca. 

Seketika Faza menghentikan motor mendadak, hingga debu-debu beterbangan di sekitar roda. “Turun…” ujarnya datar dengan suara sedingin es. Caca tercengang. Kata-katanya barusan seperti tamparan keras yang membuat nyali Caca sedikit menciut. Sebelum Caca sempat bereaksi, Faza melanjutkan ucapannya dengan tatapan tajam.

“Kamu merasa saya sengaja? Kalau begitu, kamu saja yang bawa motornya,” katanya tegas sambil menyodorkan pandangan ke arah setang. Caca terdiam, menatapnya dengan gugup. Jelas-jelas Caca tidak siap untuk itu. Tangan Caca bahkan bergetar hanya memikirkan gagasan membawa motor di jalan terjal penuh tikungan tajam seperti ini.

“Gak… gak gitu juga, Pak. Saya gak bisa bawa motor,” ucap Caca dengan nada pelan, mencoba menutupi rasa takutnya yang kini mulai terasa konyol.

“Kalau begitu, jangan protes. kalau kamu mau mati muda, saya gak injak rem. Kamu mau  masuk jurang di bawah itu?" ujarnya sambil menunjuk ke lereng yang menjulang curam di sisi jalan. Tatapan matanya mengintimidasi, tapi Caca juga tahu ucapan Pak Disennya itu benar.

Caca tak punya pilihan selain diam dan menelan keluhannya. Dalam hati Caca tak lagi ingin mencari-cari alasan untuk menyalahkan Pak Dosennya, apa lagi menuduhnya bertindak sengaja. Ah, sudahlah! Yang jelas, Caca ingin  sampai ke tujuan tanpa membuat drama lagi.

"Kenapa diam, ayo bawa motornya," ujar Faza lagi.

"Gak, saya masih ingin hidup," tukas Caca kesal sambil melipat tangan di depan dada.Faza menghela nafas, ia menatap Caca dengan pandangan datar dari kaca sepion, tapi sorot matanya menunjukkan kalau dia mulai kehilangan kesabaran.

"Kalau begitu, jangan protes," potongnya tegas dengan nada yang membuat Caca merasa seperti anak kecil yang baru saja diomeli. Caca  mendengus pelan, berusaha menyembunyikan rasa enggan. 

"Ya sudah, buruan jalan. Yang lain udah jauh," balas Caca, menelan keinginannya untuk membantah lebih jauh.

Faza menggelengkan kepala, jelas-jelas menunjukkan ekspresi yang sulit Caca artikan. Seperti perpaduan antara jengkel sekaligus tidak percaya dengan tingkah mahasiswinya itu. Dari caranya menatap Caca, tampak jelas Caca dapat membaca pikirannya dengan mudah.

"Hem...Kenapa mahasiswiku, satu ini suka sekali cari perkara?"keluh Faza dalam hati. Sembari kembali melajukan motornya. Saat tepat di penurunan dengan jalan cukup terjal, Caca kembali bersuara.

"Pak, tolong pelan-pelan. Saya takut," desahnya, suara Caca sedikit bergetar penuh ketakutan. Faza, dengan pandangan tajam menatap jalan di depan, merespon dengan nada serius, 

"Saya sudah terbiasa menaklukkan medan seperti ini, percayakan pada saya.Jika kamu terus cerewet, lebih baik kamu jalan kaki saja," Faza akhirnya hilang kesabarannya menghadapi Caca yang super cerewet, hingga mereka tertinggal rombongan.

"Tapi Pak, ini jalannya terlalu terjal," jawab Caca tak mau diam.

"Jika kita terlalu lamban, kita bisa tertinggal rombongan dan jalur ini sangat sepi,Ca. Jika ada apa-apa, tidak akan ada yang bisa membantu kita." Mendengar itu, ketakutan Caca semakin menjadi-jadi. 

"Tapi Pak, saya serius, saya masih trauma naik motor," rintihnya, suara makin lirih namun terdengar mendesak. Akhirnya, Faza melihat ketegangan yang tak kunjung reda pada wajah Caca, Faza mengangguk pelan dan mulai mengurangi kecepatan motor mernya. 

Caca dengan lega, menutup mata sejenak, merasakan angin sepoi-sepoi yang seakan membawanya menjauh dari bayang-bayang trauma yang seakan mengejar.

"Terima kasih, Pak Faza. Maaf telah  menyulitkan,Bapak" ucap Caca dengan penuh ketulusan. Gala tersenyum tipis mendengar ucapan mahasiswinya.

"Baru sadar kalau kamu suka menyulitkan saya, Ca?, Kamu tidak hanya menyulitkan saya, tetapi juga mengesalkan," keluh Faza tanpa menyembunyikan kekesalannya. Caca menggigit bibir, kesal dengan jawaban Faza.

 "Ee... Pak, jangan salah paham. Saya hanya ingin Bapak ikut terlibat," katanya dengan nada mengelak yang lembut. "Emm... kamu," ejek Faza dengan setengah tertawa mengejek.

Caca memalingkan wajahnya, berusaha menahan senyum yang ingin terlontar.

Jalanan sunyi, mereka pun mulai membisu. Hanya suara deru motor yang memenuhi jalan setapak. Faza yang masih penasran, akhirnya kembali mengajak Caca cerita, agar tak terlalu tegang.

"Oh, jadi kamu pernah jatuh dari motor, Ca?" Faza bertanya, rasa penasaran terpancar dari matanya. Caca yang masih tegang, mengangguk.

"Pernah, bahkan sampai tangan saya patah.," ujar Caca sambil menunjukkan tangannya yang bekas patah."Makanya,sampai sekarang saya masih takut naik motor, Pak" cerita Caca.

Faza hanya mengangguk, mata mereka berdua menatap jalan yang sepi.

Mereka melaju di jalanan sempit yang melingkar di kaki gunung, suara roda motor bergulir di atas tanah berkerikil terasa semakin menekan ketika suasana perlahan-lahan menjadi sunyi.

Faza menatap langit yang mulai menggelap, gerimis kecil mulai turun dan dengan cepat berganti menjadi hujan deras. Angin dingin menerpa wajah mereka, tetesan hujan yang menghujam membawa suasana cemas yang samar tapi nyata.

Faza tampak menggenggam setang motor lebih erat, merasa tegang setiap kali hujan semakin menderas dan jarak pandang di depan kami semakin buram. Dalam pikirannya, hanya ada satu hal: bagaimana caranya melindungi kami dari kemungkinan bahaya di jalan licin ini.

“Aku tidak bisa mengambil risiko,” pikir Faza. Dengan napas yang sedikit berat, Faza akhirnya memutuskan untuk berhenti. Pandangannya tertuju pada sebuah gubuk tua yang tampak sudah lama tak dihuni.

Sekilas, gubuk itu terlihat rapuh dan tak menjanjikan perlindungan penuh dari angin atau air hujan, tetapi Mereka tak punya pilihan lain. Faza menghentikan motor dan menoleh ke arah Caca, mahasiswanya yang duduk di belakang.

“Kita harus berteduh dulu, Ca. Hujannya terlalu deras, kalau kita paksakan perjalanan ini, bisa jadi berbahaya,” ucap Faza sambil menatap wajah Caca yang tampak sedikit ragu.

Caca memperhatikan gubuk itu dengan tatapan skeptis. Faza bisa memahami keraguannya; gubuk itu tidak tampak aman, tapi setidaknya bisa menjadi tempat sementara untuk melindungi mereka dari hujan.

“Em... ya sudah, Pak. Kita berteduh dulu saja,” jawabnya akhirnya dengan nada ragu yang tak sepenuhnya hilang.

Faza mengangguk, merasa lega karena ia setuju. Dalam hatinya, ada desakan untuk memastikan mahasiswinya itu tetap aman di tengah situasi yang tidak menentu itu. Bahkan jika tempat itu tak sempurna, paling tidak Faza tahu bahwa berhenti di sana adalah keputusan terbaik saat ini.

Terpopuler

Comments

Deww_17

Deww_17

Semangat kak author, aku mampir di novelmu kak hihi salam hangat kak🥰🫶🫶

2025-04-19

0

Susanty

Susanty

mampir kak, ceritanya menarik
aku kebawa sampai kesini🥰

2025-04-24

0

Tamirah

Tamirah

kalau gk salah nnt mereka berteduh dalam gubuk akan digerebek warga dan dinikahkan paksa karena dikira berbuat asusila.

2025-05-20

0

lihat semua
Episodes
1 SATU
2 DUA
3 TIGA
4 EMPAT
5 LIMA
6 ENAM
7 TUJUH
8 DELAPAN
9 SEMBILAN
10 SEPULUH
11 SEBELAS
12 DUA BELAS
13 TIGA BELAS
14 EMPAT BELAS
15 LIMA BELAS
16 ENAM BELAS
17 TUJUH BELAS
18 DELAPAN BELAS
19 SEMBILAN BELAS
20 DUA PULUH
21 DUA PULUH SATU
22 DUA PULUH DUA
23 DUA PULUH TIGA
24 DUA PULUH EMPAT
25 DUA PULUH LIMA
26 DUA PULUH ENAM
27 DUA PULUH TUJUH
28 DUA PULUH DELAPAN
29 DUA PULUH SEMBILAN
30 TIGA PULUH
31 TIGA PULUH SATU
32 TIGA PULUH DUA
33 TIGA PULUH TIGA
34 TIGA PULUH EMPAT
35 TIGA PULUH LIMA
36 TIGA PULUH ENAM
37 TIGA PULUH TUJUH
38 TIGA PULUH DELAPAN
39 TIGA PULUH SEMBILAN
40 EMPAT PULUH
41 EMPAT PULUH SATU
42 EMPAT PULUH DUA
43 EMPAT PULUH TIGA.
44 EMPAT PULUH EMPAT
45 EMPAT PULUH LIMA
46 EMPAT PULUH ENAN
47 EMPAT PULUH TUJUH
48 EMPAT PULUH DELAPAN
49 EMPAT PULUH SEMBILAN
50 LIMA LULUH
51 LIMA PULUH SATU
52 LIMA PULUH DUA
53 LIMA PULUH TIGA
54 LIMA PULUH EMPAT
55 LIMA PULUH LIMA
56 LIMA PULUH ENAM
57 LIMA PULUH TUJUH
58 LIMA PULUH DELAPAN
59 LIMA PULUH SEMBILAN
60 ENAM PULUH
61 ENAM PULUH SATU
62 ENAM PULUH DUA
63 ENAM PULUH TIGA
64 64. Akat Yang Tersembunyi
65 65. Perjalanan Panjang
66 66. Di Bawah Langit Cappadocia
67 Perjalanan Indah
68 Kebangkitan Jiwa Baru
69 Dua Remaja
70 Rahasia Dibalik Pengawasan
71 Kesepakatan di Negeri Pasir
72 KETEGASAN CALON IMAM
73 DUBAI MARINA
74 DISAAT ARZAQ MENARIK DIRI
75 DIAM YANG MENYAKITKAN
76 DIBATAS KESABARAN
77 CINTA DALAM DIAM
78 TELOR OREK
79 Kecemburuan yang Tak Terucap
80 CALON MANTU
81 KEHAWATIRAN SANG IBU
82 JAWABAN DARI LANGIT
83 PANGGILAN SAYANG
84 CIUMAN PERTAMA
85 WEJANGAN ABI MAULANA
86 KEMBALI KE TANAH AIR
87 TANGISAN DUKA
88 HANIF AZMI AZRAQ
89 CINTA SEORANG SUAMI
90 AULIA AZAHRA
91 WANGI SAMPO YANG MELEKAT
92 Pandangan di Balik Kaca Spion
93 Lamaran yang Terlambat
94 Tangis di Pelaminan
95 Luka Yang Terdalam
96 Semua Berubah
97 Tatapan yang Sama
98 Pertemuan Takterduga
99 Senja di Vila
100 Gus Hanif
101 Vila Berbintang
102 Malam Pertama
103 Kedatangan Tamu Istimewa
104 Gus Azraq yang Romantis
105 Janda Perawan
106 Kado Dari Langut
107 Keluarga Bahagia
Episodes

Updated 107 Episodes

1
SATU
2
DUA
3
TIGA
4
EMPAT
5
LIMA
6
ENAM
7
TUJUH
8
DELAPAN
9
SEMBILAN
10
SEPULUH
11
SEBELAS
12
DUA BELAS
13
TIGA BELAS
14
EMPAT BELAS
15
LIMA BELAS
16
ENAM BELAS
17
TUJUH BELAS
18
DELAPAN BELAS
19
SEMBILAN BELAS
20
DUA PULUH
21
DUA PULUH SATU
22
DUA PULUH DUA
23
DUA PULUH TIGA
24
DUA PULUH EMPAT
25
DUA PULUH LIMA
26
DUA PULUH ENAM
27
DUA PULUH TUJUH
28
DUA PULUH DELAPAN
29
DUA PULUH SEMBILAN
30
TIGA PULUH
31
TIGA PULUH SATU
32
TIGA PULUH DUA
33
TIGA PULUH TIGA
34
TIGA PULUH EMPAT
35
TIGA PULUH LIMA
36
TIGA PULUH ENAM
37
TIGA PULUH TUJUH
38
TIGA PULUH DELAPAN
39
TIGA PULUH SEMBILAN
40
EMPAT PULUH
41
EMPAT PULUH SATU
42
EMPAT PULUH DUA
43
EMPAT PULUH TIGA.
44
EMPAT PULUH EMPAT
45
EMPAT PULUH LIMA
46
EMPAT PULUH ENAN
47
EMPAT PULUH TUJUH
48
EMPAT PULUH DELAPAN
49
EMPAT PULUH SEMBILAN
50
LIMA LULUH
51
LIMA PULUH SATU
52
LIMA PULUH DUA
53
LIMA PULUH TIGA
54
LIMA PULUH EMPAT
55
LIMA PULUH LIMA
56
LIMA PULUH ENAM
57
LIMA PULUH TUJUH
58
LIMA PULUH DELAPAN
59
LIMA PULUH SEMBILAN
60
ENAM PULUH
61
ENAM PULUH SATU
62
ENAM PULUH DUA
63
ENAM PULUH TIGA
64
64. Akat Yang Tersembunyi
65
65. Perjalanan Panjang
66
66. Di Bawah Langit Cappadocia
67
Perjalanan Indah
68
Kebangkitan Jiwa Baru
69
Dua Remaja
70
Rahasia Dibalik Pengawasan
71
Kesepakatan di Negeri Pasir
72
KETEGASAN CALON IMAM
73
DUBAI MARINA
74
DISAAT ARZAQ MENARIK DIRI
75
DIAM YANG MENYAKITKAN
76
DIBATAS KESABARAN
77
CINTA DALAM DIAM
78
TELOR OREK
79
Kecemburuan yang Tak Terucap
80
CALON MANTU
81
KEHAWATIRAN SANG IBU
82
JAWABAN DARI LANGIT
83
PANGGILAN SAYANG
84
CIUMAN PERTAMA
85
WEJANGAN ABI MAULANA
86
KEMBALI KE TANAH AIR
87
TANGISAN DUKA
88
HANIF AZMI AZRAQ
89
CINTA SEORANG SUAMI
90
AULIA AZAHRA
91
WANGI SAMPO YANG MELEKAT
92
Pandangan di Balik Kaca Spion
93
Lamaran yang Terlambat
94
Tangis di Pelaminan
95
Luka Yang Terdalam
96
Semua Berubah
97
Tatapan yang Sama
98
Pertemuan Takterduga
99
Senja di Vila
100
Gus Hanif
101
Vila Berbintang
102
Malam Pertama
103
Kedatangan Tamu Istimewa
104
Gus Azraq yang Romantis
105
Janda Perawan
106
Kado Dari Langut
107
Keluarga Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!