Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Ingat Siapa Diri Mu
Sehingga di buat janji antara guru dan murid, jika kesalahan para guru di ulangi lagi, para pemangku adat akan turun tangan menyelesaikan masalah.
Seperti biasa nya keadaan kembali seperti semula di sekolah, dan mereka kembali berlatih voli dengan tim masing-masing.
Tapi Undangan bola voli persahabatan itu, tidak boleh lagi di ambil dari tim Gura, perjanjian harus murni dari tim masing-masing, tapi perjanjian itu di terima oleh para guru olah raga dan para guru lain nya dengan berat hati.
Di lokal delapan A.
"Bunga. Hei, bunga. Lihat siapa yang datang". Ucap teman Bunga yang bernama Jenie.
Seorang laki-laki yang selalu di kagumi Bunga, ialah Jondra termasuk anak terganteng di sekolah dua SMP dan juga termasuk murid jenius dan berbakat serta pintar, dia hanya anak orang miskin, ayah nya pekerja buruh harian pada keluarga besar Diara, dan juga ibu nya pencuci pakaian di keluarga besar Diara. Jika tidak ada keperluan, dia jarang keluar lokal dan menyendiri, dan membaca buku.
Jondra tidak beberapa orang memiliki teman, karena dia rasa seluruh teman-teman sekolah mereka serba kecukupan karena itu membuat sifat nya minder dan tak percaya diri untuk berteman, mungkin karena penyebab dia miskin, sehingga dia menjadi murid Introver kelas langit.
Dia mendekat ke arah Bunga dan Jenie, dari jauh dia kelihatan dengan wajah memelas pada Bunga, sebenarnya Bunga selalu mencari perhatian Jondra, tapi sebenar nya mereka sama-sama mengagumi satu sama lain, maklum saja anak baru memasuki remaja, perasaan malu campur mau, perasan rindu campur takut.
"Hai. Boleh aku pinjam penggaris". Ucap Jondra, dengan suara bergetar, entah malu atau takut, tapi dia hanya menunduk kan wajah nya.
"Boleh, boleh". Jawab Bunga, terasa tubuh nya di awang-awang, karena orang yang sangat di kagumi nya mau meminjam pada nya.
"Halo Jondra". Tiba-Tiba satu suara perempuan menyapa Jondra, seorang cewek satu lokal dengan Jondra, yang sering di panggil Ame oleh para teman nya, tapi nama asli nya Kamelia.
Cewek yang selalu membelenggu langkah Jondra, dan juga kadang menyakiti nya, dan kadang terlontar dari mulut Kamelia penghinaan pada Jondra, sebenar nya Kamelia juga memiliki perasaan yang sama seperti perasan Bunga terhadap Jondra, tapi karena Jondra anak dari pekerja buruh ayah nya atau keturunan miskin, Kamelia gengsi, di luar marah di hati menginginkan, ibarat sebuah kasih sayang di balut dengan kebencian.
Dan tatapan Kamelia pada bunga seperti lentera menyala merah, ganas dengan tatapan ingin membunuh, seakan harimau ingin menerkam mangsa.
"A, A, Ame". Jawab Jondra, seperti terkejut, muka nya pucat, apa yang dia takuti, sekarang terjadi juga.
"Aku dengar tadi kamu ingin meminjam penggaris, kenapa jauh-jauh pinjam pada dia, aku juga memiliki". Ucap Kamelia terus menatap Bunga dengan wajah seperti mau menerkam dengan ganas.
Sebenar nya Jondra takut pada Kamelia, sebab sifat Kamelia tidak begitu jauh berbeda dari Diara. Sebab mereka termasuk kakak beradik menurut adat, Mami diara kakak nya mami Kamelia. Mami diara itu lima bersaudara, dua laki-laki, dan tiga perempuan.
"Oh. ya, tadi aku lupa". Ucap Jondra, sebenar nya niat Jondra meminjam penggaris pada Bunga, ada lah agar dia tidak berhutang budi pada Ame, sebab Ame mulut nya melebihi pedang pada Jondra, sering Jondra menetes kan air mata oleh Ame dan Diara.
Tapi apa yang bisa di perbuat oleh Jondra, hanya diam, karena mereka ini ibarat tuan bagi Jondra, keluarga nya tak ubah seperti budak.
"Bunga, maaf ya, Aku pinjam penggaris Ame saja". Ucap Jondra.
Tapi di wajah nya Jondra ada garis ngeri karena dia takut, sebab Ayah nya Jondra hanya pekerja Harian pada ayah Kamelia atau ayah Diara, ayah Kamelia juga memiliki puluhan hektar sawit dan juga kebun kelapa, dan juga memiliki peternak ayam yang besar di daerah Negeri Ulu, dan juga beberapa kebun seperti tanaman muda lainnya.
"Ya. sudah". Jawab Bunga ringkas, dia juga terus menatap Kamelia, dengan tatapan tidak takut sedikit pun.
Jondra sangat takut jika dia menyinggung Kamelia, sebab di saat ayah nya pernah operasi ginjal, saat Jondra masih kelas empat SD, dengan memakan biaya hampir ratusan juta, itu uang pinjaman pada Papi Kamelia, hingga sekarang belum juga lunas, dengan angsuran sedikit demi sedikit di bayar, dengan jaminan ayah Jondra bekerja di tempat papi Kamelia hingga hutang itu lunas.
Namun hutang itu bukan makin mengecil tapi makin membesar, karena tidak lama setelah ayah Jondra keluar rumah sakit, di susul juga oleh adik perempuan Jondra waktu itu adik nya duduk di bangku kelas dua SD, hingga adik perempuan nya meninggal di rumah sakit oleh penyakit leukimia akut, jaminan hutang adik perempuan nya, ialah ibu Jondra yang menjadi ART di keluarga besar Diara dan Kamelia.
Hampir sepuluh langkah berjalan, Kamelia masih menatap Bunga dengan wajah amarah, dia tidak bicara sedikit pun, sehingga teman-teman Bunga dan juga beberapa murid lainya, yang berdiri di sana hanya menundukkan kepala.
Setelah tiba di dalam lokal.
"Plak!". Sebuah benda jatuh di atas meja Jondra.
"Kamu ingin penggaris kan, itu ambil". Ucap Kamelia sambil menatap Jondra, dengan nada agak marah.
"Jondra, seharus nya kamu berterima kasih pada Kamelia, sebab tak terhitung kebaikan keluarga Kamelia yang di berikan pada kedua orang tua mu, seharus nya kamu sadar". Ucap salah satu teman Kamelia, dia adalah anak guru fisika.
"Eh, apa kamu tidak mendengar?". Ucap Kamelia, sambil memutar wajah Jondra ke arah nya.
"Terimakasih, ya aku dengar". Ucap Jondra, kadang sering ucapan Kamelia membuat air mata Jondra jatuh.
"Ingat saja siapa diri mu, dan juga siapa yang membayar kan kamu sekolah di sini". Ucap Kamelia, tapi Jondra hanya diam.
"Plaaak!". Suara meja Jondra kena tampar, Jondra hanya menunduk pilu, beruntung hanya meja yang dia tampar, biasa nya Kamelia tidak segan-segan menampar nya.
"Ingaaat, siapa yang membuat keluarga mu masih makan hingga saat ini!". Bentak Kamelia, setengah teriak.
"Ya!". Jawab Jondra ringkas dengan di sertai anggukan pilu.
Lalu Kamelia, pergi dari hadapan Jondra, serta di ikuti oleh beberapa orang teman nya yang tersenyum senang melihat keadaan Jondra, Dan Jondra setelah itu menatap alam kekosongan sedang melamun sedih dan pilu.
Tampa dia sadari, air mata nya jatuh mengingat nasib yang dia emban, tapi tekad kuat ingin merubah segala nasib dan ingin membahagiakan orang tua nya, tidak pernah luntur di hati Jondra.