NovelToon NovelToon
Ishen World

Ishen World

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Fantasi Isekai / Anime
Popularitas:65
Nilai: 5
Nama Author: A.K. Amrullah

Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permulaan dari Semuanya

Hari itu seharusnya berjalan seperti biasa. Kouji, seorang pemuda berambut pirang dengan wajah tampan layaknya model, duduk di kursinya dekat jendela. Dengan postur tegap dan sorot mata tajam, dia adalah sosok yang tak hanya menawan tetapi juga sangat populer di sekolah. Mata para gadis sering kali mencuri pandang ke arahnya, termasuk Akari, si gadis tercantik di kelas dengan rambut merah yang mempesona dan pesona alami yang membuatnya juga sangat populer.

Angin musim semi bertiup lembut, membawa aroma bunga sakura yang bermekaran. Cahaya matahari masuk melalui jendela, menerangi ruang kelas dengan suasana yang tenang. Suara guru yang sedang menjelaskan pelajaran mengalun seperti latar belakang yang menenangkan.

Namun, dalam sekejap, semuanya berubah.

Tiba-tiba, sebuah cahaya biru muncul di tengah kelas, begitu terang hingga semua orang refleks menutup mata. Angin yang tadinya lembut berubah menjadi pusaran energi yang memenuhi ruangan. Saat cahaya itu meredup, sesosok wanita dengan gaun putih berkilauan berdiri di sana. Rambut peraknya melayang seperti ombak, dan matanya bersinar seperti bintang, menciptakan aura yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

"Aku adalah Dewi Elysia dari Ishen World," suaranya lembut tapi penuh wibawa. "Aku datang untuk meminta bantuan kalian. Dunia kami dalam bahaya, dan hanya kalian yang bisa menyelamatkannya."

Kelas menjadi sunyi. Semua murid saling berpandangan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

"Eh? Ini semacam prank, kan?" bisik salah satu murid dengan nada ragu.

Namun, Kouji bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Ada tekanan di udara, sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri. Matanya menyipit, memperhatikan sosok Dewi Elysia dengan lebih serius. Ini bukan mimpi atau lelucon. Ini nyata.

Di tengah kebingungan kelas, Akari berjalan mendekati Kouji. Matanya yang indah mencerminkan sisa cahaya biru yang masih menggantung di udara.

"Kouji... apa menurutmu ini benar-benar nyata?" tanyanya pelan, nada suaranya mengandung ketakutan dan kekaguman sekaligus.

Kouji menoleh, melihat wajahnya yang begitu dekat. Jantungnya berdebar, tapi bukan karena pesona Akari, melainkan karena perasaan bahwa takdir mereka baru saja berubah selamanya.

Kouji menoleh padanya, mencoba tetap tenang meski pikirannya masih berputar. "Aku juga tidak tahu, tapi rasanya ini bukan mimpi..."

Akari menggigit bibirnya, lalu tanpa sadar menggenggam lengan Kouji. "Kalau ini nyata, aku... aku takut. Tapi kalau kamu ada di dekatku... mungkin aku bisa sedikit tenang."

Kouji terdiam sejenak, merasakan cengkraman lembut Akari di lengannya. Lalu, ia tersenyum kecil. "Jangan khawatir, Akari. Apapun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama."

Di tengah keheningan kelas, Dewi Elysia melangkah maju. Sorot matanya tajam dan penuh wibawa, memancarkan aura yang membuat siapa pun sulit menentangnya. Suaranya bergema lembut, tapi ada kekuatan di balik setiap kata yang ia ucapkan.

"Aku tahu kalian semua pasti terkejut, tapi waktu kita tidak banyak. Kalian semua dibutuhkan di Ishen World. Tolong... selamatkan dunia kami... Terhadap Ancaman yang belum nampak pada saat ini..."

Mata Kouji menajam. Aura wanita ini bukanlah sesuatu yang bisa dipalsukan. Dia benar-benar dewi, dan kata-katanya jelas bukan sekadar permintaan biasa.

"Saat kalian tiba di kuil suci, kalian akan berhadapan dengan High Priest, serta Raja Lux Sedressil dan Tuan Putri Sena Sedressil. Mereka adalah pemimpin kerajaan Sedressil yang telah menantikan kehadiran kalian."

Para murid mulai berbisik, kebingungan dan cemas. Seorang raja dan tuan putri menunggu mereka? Ini sudah seperti cerita di dalam game atau anime.

"Aku meminta kalian untuk mengikuti High Priest dan menaati setiap arahan yang ia berikan. Dia yang akan membimbing kalian di dunia baru itu."

Akari menggenggam lengan Kouji lebih erat, matanya menunjukkan tekad yang lebih kuat meski masih ada ketakutan di sana. "Kalau begitu... aku akan ikut denganmu, Kouji."

Kouji menatapnya, lalu mengangguk mantap. "Baik. Mari kita lihat takdir apa yang menunggu kita di dunia itu."

Dewi Elysia mengangkat tangannya perlahan. Cahaya biru kembali menyelimuti ruangan, menyilaukan mereka semua. Dalam hitungan detik, dunia yang mereka kenal menghilang, digantikan oleh sesuatu yang sepenuhnya asing.

Mereka kini berdiri di dalam Kuil Suci Elysia, sebuah tempat yang dipenuhi cahaya suci dengan pilar-pilar tinggi yang bersinar lembut. Aroma dupa memenuhi udara, menambah kesan sakral pada tempat ini.

Di hadapan mereka, seorang pria berambut pirang dengan mata emerald berdiri dengan penuh wibawa. Pakaian megahnya yang dihiasi dengan sulaman emas dan permata menunjukkan statusnya sebagai pemimpin tertinggi. Wajahnya tampan dan berkarisma, sosok yang seolah ditakdirkan untuk memimpin.

"Akhirnya, para pahlawan telah tiba!" suaranya menggema di seluruh aula kuil.

Di sampingnya, seorang gadis muda berambut pirang panjang berdiri dengan anggun. Gaun pink elegannya membalut tubuhnya dengan sempurna, mencerminkan kecantikannya yang luar biasa. Jika dia lahir di dunia Kouji, dia pasti sudah menjadi model terkenal. Matanya yang berkilau menatap para murid dengan penuh rasa ingin tahu.

Di antara mereka, seorang pria tua dengan rambut yang telah memutih, mengenakan jubah putih panjang dan dihiasi banyak cincin di jari-jarinya, melangkah maju. Di tangannya terdapat tongkat unik dengan simbol suci yang berkilauan. Tatapan matanya tajam dan dalam, seakan mampu melihat ke dalam jiwa setiap orang di hadapannya.

"Yang Mulia," ucap pria tua itu dengan suara yang penuh wibawa, "doa kami telah dijawab. Para pahlawan dari dunia lain telah datang untuk menyelamatkan kita."

Raja Lux Sedressil mengangguk perlahan, kemudian menatap mereka semua dengan tajam. "Baiklah... Kalian semua telah dipanggil ke dunia ini bukan tanpa alasan. Bencana besar akan segera menimpa dunia ini, dan kami membutuhkan kalian sebagai bala bantuan. Ini adalah sabda dewi di mimpiku."

High Priest mengangkat tongkat sucinya dan mulai merapalkan mantra. Cahaya keemasan muncul di bawah kaki seluruh murid, membentuk lingkaran sihir bercahaya yang perlahan berputar.

Kouji menelan ludah. "Jadi... kita benar-benar dipanggil sebagai pahlawan?"

Akari, yang berdiri di sampingnya, menggenggam tangannya dengan erat. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi... kita harus tetap bersama, Kouji."

Kouji menatapnya sejenak, lalu mengangguk tegas. "Iya. Kita akan hadapi ini bersama."

High Priest mengangkat bola kristal besar yang bersinar di atas altar. Cahaya lembut memancar dari dalamnya, berputar-putar seperti arus energi yang hidup.

"Setiap dari kalian akan maju satu per satu," ucapnya dengan nada tegas. "Letakkan tangan kalian di atas bola ini, dan kekuatan suci akan mengungkapkan peran kalian di dunia ini."

Dengan atmosfer sakral yang memenuhi ruangan, para murid mulai menyadari bahwa takdir mereka baru saja ditentukan.

Bisikan memenuhi ruangan. Beberapa murid tampak bersemangat, sementara yang lain terlihat cemas. Cahaya dari bola kristal masih berpendar, memantulkan bayangan di wajah mereka yang menunggu giliran.

"Baiklah, siapa yang ingin maju lebih dulu?" tanya Raja Lux Sedressil, suaranya penuh wibawa namun terdengar antusias.

Seorang murid laki-laki bernama Satoru Yuji melangkah maju dengan percaya diri. "Aku duluan!" katanya dengan semangat.

Dia meletakkan tangannya di atas bola kristal, dan seketika, cahaya biru menyala terang. Tulisan bercahaya muncul di udara:

[Swordman]

"Wow! Aku jadi pendekar pedang!" serunya penuh kebanggaan.

Satu per satu, murid-murid lain maju. Mereka mendapatkan berbagai role seperti Wind Mage, Archer, Healer, Berserker, dan lain-lain. Beberapa bersorak gembira, sementara yang lain terlihat sedikit kecewa dengan hasil mereka.

Namun, saat giliran Kouji tiba, suasana mendadak menjadi hening. Semua mata tertuju padanya. Bahkan Raja Lux dan Putri Sena memperhatikannya dengan penuh minat.

Dengan napas dalam, Kouji melangkah maju. Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh bola kristal.

Awalnya, tidak ada yang terjadi.

Namun, dalam sekejap, cahaya emas menyilaukan meledak keluar, jauh lebih terang dibandingkan siapa pun sebelumnya. Ruangan seolah dibanjiri kilauan suci, memaksa beberapa orang menutup mata mereka.

"Luar biasa..." bisik High Priest, matanya membelalak.

Raja Lux terdiam sejenak, tapi matanya berbinar penuh harapan. Putri Sena menutup mulutnya dengan tangan, matanya berkilau kekaguman.

Lalu, perlahan,

Tulisan bercahaya muncul di udara:

[Paladin]

Sejenak, ruangan masih terdiam.

Lalu High Priest berbisik dengan nada penuh hormat, "Paladin...! Seorang ksatria suci yang diberkahi perlindungan ilahi!"

Seruan kagum langsung memenuhi ruangan. Bahkan Raja Lux sendiri tampak sangat puas, senyum lebar terukir di wajahnya. "Luar biasa! Paladin adalah salah satu role terkuat! Dengan ini, aku semakin yakin bahwa kalian adalah harapan bagi negeri ini."

Putri Sena memandang Kouji dengan penuh kekaguman. Dia tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Seorang Paladin... begitu langka dan begitu kuat... Pasti dewa-dewa telah merestui kehadiranmu di dunia ini."

Kouji menatap kedua tangannya. Energi hangat mengalir di dalam tubuhnya, seperti ada kekuatan besar yang tersembunyi di dalamnya. Dia belum sepenuhnya memahami apa arti peran ini, tapi dari ekspresi semua orang, jelas bahwa ini adalah sesuatu yang luar biasa.

Tak lama, giliran Akari tiba.

Dengan gugup tapi penuh tekad, dia meletakkan tangannya di atas bola kristal. Sesaat kemudian, nyala api berputar mengelilinginya, membuat beberapa murid mundur selangkah.

[Fire Mage]

Akari terbelalak, lalu tersenyum bangga. "Jadi... aku seorang penyihir api?" katanya sambil mengepalkan tangan. Seketika, api kecil berkobar di telapak tangannya sebelum perlahan menghilang.

Kouji menoleh padanya dan tersenyum. "Kelihatannya kita punya peran yang cukup keren."

Akari mengangguk penuh semangat. "Dan kita akan menghadapi ini bersama."

Raja Lux menatap mereka dengan kepuasan.

"Seorang Paladin dan seorang Fire Mage... Ini sungguh menakjubkan. Aku yakin kalian akan menjadi kekuatan besar bagi kerajaan ini."

Putri Sena tersenyum dengan mata berbinar. "Aku tidak sabar melihat kalian dalam aksi."

Kini, hanya satu orang yang tersisa.

Katsuragi Zetsuya.

Si pendiam di kelas, seorang wibu akut yang lebih sering sibuk membaca manga di sudut daripada berbicara dengan orang lain. Biasanya, dia tidak peduli dengan sekitarnya, tapi kali ini berbeda.

Ini dunia isekai.

Dia menunggu momen ini sepanjang hidupnya.

Saat teman-temannya mendapatkan peran yang keren, Paladin, Fire Mage, Dark Mage, Berserker, Archer, dia menyeringai penuh harapan.

"Ini dia... saatnya aku jadi protagonis yang overpowered!"

Dengan semangat membara, Zetsuya melangkah maju. Jantungnya berdebar, tangannya sedikit gemetar. Ia mendorong kacamatanya ke atas dengan jari tengah.

"Baiklah... ayo lihat apa yang akan menjadi roleku!" katanya penuh percaya diri.

Dia meletakkan tangannya di atas bola kristal.

Seluruh aula menahan napas.

Beberapa detik berlalu.

Cahayanya muncul...

Tapi,

Bukan emas menyilaukan seperti Kouji.

Bukan merah menyala seperti Akari.

Bukan ungu pekat seperti Ryunosuke.

Hanya redup.

Sangat redup.

Hingga nyaris tidak terlihat.

Tulisan perlahan muncul di udara:

[Merchant]

Hening.

Lalu,

"HAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!"

Seluruh aula pecah dalam tawa.

Bahkan para ksatria kerajaan yang menjaga pintu pun terlihat menahan senyum.

"M-Merchant?! Itu cuma... Seorang pedagang?!" seseorang berbisik.

"Ngapain kita butuh pedagang di tengah perang?!" seru murid lain.

Zetsuya membeku. Wajahnya yang tadi penuh harapan kini berubah menjadi kosong.

"...Serius?"

High Priest yang sedari tadi mengamati dengan serius menghela napas panjang.

Lalu, dia menoleh ke arah Raja Sedressil.

"Yang Mulia, peran ini... tidak akan ada gunanya sama sekali dalam peperangan," katanya dengan nada tegas. "Dia tidak bisa bertarung, tidak memiliki sihir, dan tidak akan berguna di medan perang."

Bisikan semakin keras. Beberapa merasa kasihan, tapi lebih banyak yang menahan tawa.

"Menurut saya," lanjut sang High Priest dengan nada dingin, "lebih baik kita mengusirnya daripada membiarkannya menjadi beban bagi para pahlawan yang sebenarnya."

Ruangan kembali hening.

Zetsuya menunduk.

Mulutnya sedikit terbuka.

Tidak ada suara keluar.

Jantungnya terasa seperti dihancurkan.

Lalu, dengan ekspresi datar, dia menghela napas panjang.

"...Kau... Bercanda?"

Sementara semua orang tertawa, tiba-tiba-

"Hentikan."

Suara berat itu memecah keheningan.

Hanzo, murid bertubuh atletis dengan tatapan tajam, rambut hitam berantakannya dan ekspresi dingin, melangkah maju.

Ia menatap tajam ke arah teman-temannya yang masih tertawa.

"Sudah cukup," katanya, suaranya rendah namun berwibawa. "Kalian sudah terlalu berlebihan."

Tawa mereda. Beberapa murid menoleh ke arah Hanzo dengan sedikit rasa tidak nyaman.

Zetsuya memandangnya dengan sedikit terkejut.

Namun, sebelum ia sempat mengatakan sesuatu,

"Hmph... Jadi hanya ini levelmu?"

Sebuah suara lembut namun menusuk terdengar di aula.

Putri Sena.

"Kau berkata 'lihat saja', tapi dengan role seperti itu, apa yang bisa kita lihat?" katanya santai. "Seorang Merchant? Aku ragu kau bahkan bisa bertahan hidup tanpa belas kasihan orang lain. Lemah!"

Zetsuya membeku.

Tapi Sena belum selesai.

Ia melangkah maju, matanya menatap Zetsuya seolah melihat sampah.

"Kau tahu?" suaranya lembut, tapi menusuk lebih dalam dari belati.

"Para pahlawan seharusnya membawa harapan. Tapi kau? Bahkan eksistensimu di sini adalah sebuah lelucon yang bahkan tidak ada gunanya sama sekali."

Ruangan hening.

Bahkan Ryunosuke, yang paling suka meremehkan orang lain, hanya terdiam, level Putri Sena terlalu tinggi dalam menghina orang lain dibandingkan dirinya dalam hal ini.

Zetsuya menggertakkan giginya.

Tangannya mengepal.

Ia mengangkat kepalanya, menatap Sena lurus-lurus.

Lalu, dia menyeringai.

"Hmph... Tidak masalah."

Ia mendorong kacamatanya ke atas dengan jari tengah, layaknya wibu akut pada umumnya.

"Kalian boleh meremehkanku sekarang. Tapi ingat kata-kataku... Suatu hari nanti, aku akan membuat kalian semua tercengang."

Beberapa murid tertawa kecil, menganggapnya hanya gertakan kosong.

Tapi Sena hanya mengedipkan matanya dengan wajah bosan.

"Oh?" katanya santai. "Begitu percaya diri... untuk seseorang yang tidak berguna."

Dia melangkah ke depan, menghadap Raja Sedressil.

"Ayahanda," katanya dengan suara manis, "menurut saya, tidak ada gunanya membiarkan sampah seperti dia ini untuk tetap berada di sini. Kenapa kita tidak mengeluarkannya saja? Seperti yang disarankan oleh High Priest."

Zetsuya menegang.

"...Apa?"

Raja Sedressil menghela napas, lalu menatap sang High Priest.

Sang High Priest mengangguk pelan. "Dia benar-benar tidak berguna."

Raja terdiam sesaat, lalu berkata, "Baiklah."

"Ksatria! Keluarkan dia dari Kuil Suci Elysia."

Zetsuya membelalakkan matanya.

"Tunggu... SERIUS?!"

Dua ksatria mendekat.

Zetsuya berusaha menolak, tapi kekuatan fisiknya tidak ada apa-apanya dibanding mereka.

Hanzo menatapnya diam, lalu menutup matanya.

Sena tersenyum tipis.

"Selamat tinggal, Merchant Sampah!."

Dengan satu tarikan kuat oleh Para Ksatria, Zetsuya didorong keluar dari aula.

Pintu besar tertutup di belakangnya dengan suara menggema.

Untuk pertama kalinya, Zetsuya benar-benar sendirian di dunia ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!