NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keliru

Karmina tiba di kantor polisi dengan terengah-engah. Dihampirinya ruangan kerja Farhan, memandangi seorang pria berpakaian tahanan sedang duduk di hadapan sang penyidik.

Ketika hendak memasuki ruangan itu, Karmina segera ditahan oleh dua orang berseragam polisi. Kehadirannya di sana seakan mengganggu proses penyidikan kasus pembunuhan Andika semalam.

"Pak, saya mau ngasih keterangan," terang Karmina berusaha menyelusup ke dalam ruangan.

"Kami sedang menyelidiki kasus pembunuhan semalam. Ini kasus yang serius. Sebaiknya Adek pergi ke sekolah, bukan ikut campur," ujar salah satu pria berseragam polisi.

"Ayolah, Pak! Saya serius! Saya bukan mau ikut campur, kok," desak Karmina bersikukuh.

Farhan yang tak sengaja mendengar suara Karmina, seketika menoleh. Untuk sesaat, pria itu menghentikan proses penyidikan.

"Siapa itu? Apakah dia anak yang kemarin jadi saksi kematian perempuan di sekolah?" tanya Farhan.

"Iya, Pak," jawab teman Farhan.

"Suruh dia menunggu sebentar," ujar Farhan.

Pria berseragam polisi itu melangkah keluar, sedangkan satu temannya masuk ke dalam sambil menutup pintu. Proses penyidikan tetap harus berjalan sampai rampung.

"Pak, saya harus masuk ke dalam," pinta Karmina.

"Adek mohon sabar dulu. Sebaiknya tunggu di sini sampai Pak Farhan selesai mencatat keterangan pelaku," bujuk sang polisi, memberi pemahaman.

Karmina mendengkus sebal, sambil memonyongkan bibirnya. Selanjutnya, gadis itu berjalan ke arah lain dengan melipat kedua tangan. Sesekali matanya tertuju ke ruang penyidik, memastikan Farhan sudah selesai mencatat keterangan pria berpakaian tahanan tadi.

Cukup lama Karmina menunggu, hingga akhirnya dia polisi tadi membawa tahanan keluar dari ruangan Farhan. Tanpa banyak berpikir, gadis berambut pendek itu bergegas masuk ke ruang penyidik, lalu duduk berhadapan dengan anggota reserse itu.

"Ada perlu apa lagi kamu ke sini? Bukannya kasus fitnah yang kemarin sudah selesai? Atau kamu masih punya bukti lain mengenai kematian teman kamu?" tanya Farhan dengan santai.

"Ini bukan tentang teman saya, Pak, tapi mengenai berita pembunuhan di TV yang masih anget," jelas Karmina dengan kedua mata membulat.

"Kasus pembunuhan pasti disiarkan di TV, Karmina. Kamu pikir yang menangani kasus serupa cuma saya aja?" tutur Farhan diselingi senyum geli.

"Iya, saya tahu, Pak. Tapi ini kasus pembunuhan manajer sebuah perusahaan BUMN, nama korbannya Pak Andika," kata Karmina menegaskan.

Mendengar perkataan Karmina, Farhan mengangguk takzim. Bagaimanapun juga, ia memang sedang menangani kasus itu sejak semalam.

"Ya, saya memang sedang menangani kasus itu. Apa kamu tahu sesuatu tentang kasus pembunuhan Pak Andika?" tanya Farhan menatap Karmina dengan serius.

Karmina mengangguk. Farhan mengernyitkan kening.

"Soal pelaku pembunuhan ... ini bukan motif balas dendam, Pak. Ada orang penting di balik pembunuhan Pak Andika. Orang-orang yang Bapak tangkap baru suruhannya doang, bukan dalang utama," jelas Karmina, berbicara selaras dengan penerawangan yang pernah dilihatnya.

Farhan bersandar ke kursi sembari melipat kedua tangannya. "Apa kamu ada di lokasi kejadian malam itu?"

Seketika, Karmina terdiam tanpa berkedip. Terlintas di benaknya, akan ucapan Dewa yang menyebutkan tentang pentingnya bukti dalam proses penyelidikan. Gadis itu menepuk jidat sambil meringis.

"Sebaiknya kamu segera pergi ke sekolah. Biarkan kasus ini saya tangani bersama tim. Kamu nggak usah khawatir, kasus ini lambat laun akan segera naik ke meja hijau sekitar dua minggu atau sebulan ke depan," ujar Farhan sembari menaruh kedua tangannya di meja.

"Tapi, Pak. Saya pengin, dalang utamanya segera ditangkap. Ini demi nama baik instansi kepolisian, Pak. Saya nggak mau, kasus kemarin terulang lagi," tuntut Karmina dengan berapi-api.

"Kasus yang mana? Kasus kematian teman kamu atau ibunya Dewa? Kamu udah dua kali, loh, ketemu sama saya," tanya Farhan mengerutkan dahi.

"Dua-duanya, Pak. Harusnya kemarin Bapak tangkap Zahra aja, bukan malah masukin abangnya yang nggak tau apa-apa ke penjara. Gimana, sih?" rutuk Karmina dengan raut memberengut.

Farhan tersenyum sinis sembari berkata, "Saya mengambil keputusan berdasarkan bukti dan keterangan saksi-saksi, bukan perasaan. Kakaknya Zahra ngasih tau saya, kalau dia itu iseng bikin keributan di sosial media dengan mengedit dan menyebarkan video kamu."

"Apa?! Tapi itu nggak bener, Pak! Kasihan banget kakaknya Zahra malah jadi tumbal," sanggah Karmina dengan membelalakkan mata.

Farhan mengembuskan napas pelan, lalu berkata, "Memang seperti itu keterangan yang saya peroleh dari mereka. Bukti-bukti yang diselidiki juga mengarah pada Anwar, kakaknya Zahra. Tapi tenang saja, kasus itu akan segera naik ke pengadilan dalam waktu dekat."

Kekecewaan tampak jelas di wajah Karmina.

"Sebaiknya kamu segera pergi ke sekolah, ya," ujar Farhan, lalu melirik jam tangan. "Sebentar lagi waktunya kamu masuk kelas, kan? Apa kamu mau, dihukum sama guru gara-gara datang terlambat?"

"Tapi, Pak, gimana sama kasus Pak Andika?"

Di tengah-tengah obrolan mereka, dua polisi datang membawa salah satu pelaku pengeroyokan Andika. Di belakangnya, muncul Yuniza berjalan dengan tergesa-gesa.

"Mendingan kamu segera pergi. Saya harus melanjutkan tugas saya," ujar Farhan.

Terpaksa, Karmina beranjak dari kursi, kemudian membiarkan pria yang merupakan tersangka duduk berhadapan dengan Farhan. Sang penyidik kemudian menanyai tersangka dengan tegas. Adapun Karmina, memperhatikan gerak-gerik pria yang sedang menjawab pertanyaan Farhan. Setelah menyimak dengan saksama, Karmina semakin yakin, bahwa orang itu hanya suruhan.

Pandangan Karmina segera beralih pada Yuniza. Wanita berhijab itu tampak tak puas mendengar jawaban tersangka.

"Ibu istrinya Pak Andika, ya?" tanya Karmina.

Yuniza mengangguk cepat, sembari melirik Karmina.

"Ibu bisa ikut saya sebentar? Ada hal penting yang mau saya sampaikan sama Ibu," ujar Karmina mengajak Yuniza keluar dari ruang penyidik.

Melihat keseriusan di wajah Karmina, Yuniza mengikuti gadis itu dari belakang. Setelah tiba di depan ruangan, Karmina menyapu pandangan ke sekelilingnya, kemudian menatap wanita berhijab putih di hadapannya.

"Kamu mau bilang apa sama saya? Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" tanya Yuniza dengan heran.

Karmina mengulurkan tangan, lalu Yuniza menyalami gadis itu.

"Kenalin, nama saya Karmina," ucap Karmina.

"Yuniza," kata wanita berhijab itu. "Ada perlu apa kamu ngajakin saya kemari?"

"Begini, Bu. Saya pernah lihat suami Ibu di depan kantor polisi. Saya punya firasat, kalau Pak Andika akan dihabisi malam itu," tutur Karmina.

"Lalu? Apa kamu hadir di tempat kejadian perkara malam itu?"

Karmina menggeleng pelan sambil tersenyum getir. Yuniza memutar bola mata dan mendesah lesu.

"Tapi saya tahu siapa pelaku sebenarnya, Bu. Orang-orang yang sudah ditangkap itu cuma suruhan, bukan otak pembunuhan," terang Karmina. Matanya menyala-nyala, seakan meyakinkan Yuniza.

"Lantas, siapa otak pembunuhannya? Apa kamu tahu?"

Karmina mengangguk pasti. "Atasan Pak Andika. Badannya berisi, kepalanya setengah pelontos, kesehariannya memakai kacamata. Suami Ibu menyembunyikan dokumen rahasia mengenai penggelapan uang dan perselingkuhan atasannya, makanya dihabisi."

"Dari mana kamu tahu kalau atasan suami saya pelakunya?" tanya Yuniza merasa sangsi.

"Saya ... Saya memiliki firasat begitu, Bu. Kalau nggak percaya, Ibu coba periksa ruangan kerja suami Ibu. Pasti dokumennya ada di sana. Berkasnya disimpan di dalam map biru muda dan flashdisk warna putih kombinasi kuning. Data-datanya ada di sana," jelas Karmina dengan yakin.

Tertegun Yuniza mendengar penjelasan Karmina yang begitu rinci. Map biru muda dan flashdisk berwarna putih kombinasi kuning, harus diingatnya dengan baik. Alih-alih menampik, sang dokter forensik merasa perlu mempertimbangkan perkataan gadis SMA itu.

"Baiklah, nanti akan saya cari dan serahkan ke polisi," kata Yuniza menatap Karmina.

"Semoga kasusnya cepat selesai, ya, Bu. Saya pamit ke sekolah dulu," pamit Karmina, lalu berbalik badan meninggalkan Yuniza.

Selepas Karmina pergi dan penyelidikan terhadap tersangka selesai, Yuniza masuk ke ruangan Farhan. Wanita itu dipersilakan duduk, lalu menghela napas dalam-dalam. Adapun Farhan, tak bisa mengelak bahwa jantungnya berdebar-debar ketika bertemu langsung dengan wanita berparas cantik dengan hijab putih dililitkan ke lehernya.

"Bagaimana dengan hasil penyelidikan dari para tersangka? Apa sudah ketemu titik terangnya?" tanya Yuniza penasaran.

"Dari semua keterangan yang saya dapatkan, mereka beralibi bahwa motif dari kematian suami Anda merupakan balas dendam," jawab Farhan.

"Lalu, siapa salah satu dari mereka yang berinisiatif untuk menghabisi suami saya? Apa alasannya sampai mereka berani melakukan perbuatan keji itu?" cecar Yuniza, merasa tak sabar. Amarah yang menyala dari sorot matanya, membuat Farhan menahan lebih dalam perasaan cinta pada wanita itu.

"Mereka hanya iri. Itu saja," jawab Farhan dengan singkat.

"Itu saja?" Yuniza mengernyitkan kening.

Farhan mengangguk.

Yuniza menggeleng pelan, sembari tertunduk. "Saya rasa, saya harus mempertimbangkan ucapan anak perempuan tadi," lirihnya.

"Siapa? Maksud Anda Karmina?"

Yuniza mengangguk cepat.

Farhan mendengkus, lalu bersungut-sungut. "Untuk apa? Perkataan dia nggak berdasar. Saya udah dua kali ketemu sama anak itu. Ucapannya tetap sama, merasa menjadi saksi paling benar dari kasus yang saya tangani."

"Oya? Lalu, dari dua kasus itu, apakah ada salah satu yang dikatakan oleh gadis itu benar-benar terjadi?" Bu Yuniza memandang Farhan sembari memicingkan mata.

Seketika, Farhan tergugu. "Ya ... ya, memang salah satu di antaranya ada yang hampir benar. Tapi, itu nggak bisa dijadikan acuan untuk mengungkap suatu kasus."

Yuniza mengangguk takzim dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, saya akan mencari bukti lain yang dijelaskan oleh Karmina di ruang kerja suami saya. Saya harap, Anda bisa mengusut kasus ini sampai tuntas saat bukti-bukti baru kematian suami saya diserahkan pada Anda."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!