Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Setuju!
Dua hari berselang setelah pernikahan paksa itu berlangsung. Revan sekeluarga memutuskan untuk pergi ke Bali. Keduanya sepakat menjalani hari-hari seperti biasa. Tak ada karyawan dan karyawati kantor dan juga hotel yang tahu pernikahan mereka.
Layaknya Boss dan juga asisten pribadi, itu adalah permainan yang mereka perankan di depan publik dan juga keluarga.
Masih segar diingatan Keira tentang segala sikap Revan sebelum menikah yang berdampak buruk padanya dan juga keluarga.
Meski Keira sejak kecil hidup serba berkecukupan dan juga kedua orangtuanya dahulu selalu memanjakannya. Bukan berarti ia tidak dididik dengan baik. Dandanannya memang terkadang berlebihan, manjanya juga terkadang gak ketulungan. Meski begitu ia berusaha menyesuaikan segalanya.
Mungkin masalah pengalaman kerja saja yang minim. Tapi secara pikiran ia lumayan bisa diajak dewasa. Tak jarang beberapa teman sering berkeluh kesah padanya.
**
Revan berusaha membiasakan diri tidur sekamar dengan wanita yang baru saja menjadi istrinya.
Sementara gadis itu juga melakukan kewajibannya sebagai istri sekaligus merangkap sebagai asisten pribadi Revan. Kecuali menyangkut urusan ranjang. Bisa dibilang mereka belum pernah melakukan yang namanya malam pertama.
Namun Keira tidak bisa memungkiri jika ada yang kosong. Mungkinkah hatinya? Entahlah. Bayang-bayang kebersamaannya dengan Revan beberapa hari terakhir masih terlintas di pikirannya.
Bukan itu saja, ciuman pertama dan juga beberapa ciuman yang laki-laki itu daratkan sentuhan-sentuhan yang lumayan mematikan dan membuat wanita menggelepar masih jelas terbayang dan selalu mengganggu ingatan Keira.
Bahkan, dari awal pertemuan hingga sisi buruk serta perlakuan Revan masih terbayang jelas di benaknya.
Terlalu sayang untuk sesuatu yang harus dilupakan setelah beberapa minggu dilalui bersama.
Meski sering berdandan menor dan glamor, Keira belum pernah mengenal yang namanya cinta, atau memiliki ketertarikan pada lawan jenis selama ini.
Ia hanya menghabiskan waktu untuk untuk menempuh pendidikan saja. Ia juga dibatasi dalam pergaulan. Itu sebabnya temannya juga sedikit meski sebenarnya ia bukan tipe pilih-pilih dalam bergaul.
Itu kenapa efek samping setelah mendapat perlakuan khusus dari Revan berkepanjangan. Apalagi setelah pernikahan paksa yang dilaluinya. Pikirannya menjadi kurang fokus diberbagai kesempatan.
Kadang kala ia menangis sendirian tanpa sebab, selain itu juga dadanya tiba-tiba sesak dan hanya akan reda setelah melampiaskannya dengan menangis.
"Bukankah aku yang selalu menolak Revan, dengan alasan aku masih belum bisa memaafkan dan menerimanya?" Dia bergumam sendirian di meja kerjanya.
Ruangan yang hanya dibatasi dengan kaca transparan jaraknya dengan ruangan Revan. Pria itu bisa menangkap ekspresi wajah istrinya dan mengawasinya dari sana.
Padahal Keira ingin segera mengakhiri hubungan pura-pura yang tidak didasari cinta ini nantinya. Tapi rasanya berbeda. Begitu berat dan menyakitkan.
BRAAK!
Tumpukan map sengaja dijatuhkan Revan di atas mejanya.
"Astaga! Pak Boss!" Lamunan Keira buyar setelah kedatangan Revan, kini ia bertingkah sebagai Boss arogan.
"Kamu melamun? Apa kamu digaji untuk itu? Bukannya bekerja?" Revan duduk di atas meja tepat di depannya. Mencondongkan tubuhnya, bahkan mulai mengikis jarak diantara mereka.
Habislah Keira. Jika Revan penyakitnya kumat tidak akan tahu tempat saat ingin menciumnya.
"Aku lagi pusing Boss, lagian si Boss kurang kerjaan aja nyamperin aku kemari. Udah kelar emang kerjaannya?"
"Meetingnya habis makan siang, ini baru jam 10.00 dan aku lihat kamu bengong. Beneran lagi pusing?" Revan meletakkan telapak tangannya di kening istrinya memeriksa suhu badan.
"Udah sedikit mendingan sih Boss, paling juga masuk angin biasa—"
Keira menutup layar laptopnya. Kemudian fokusnya berpindah pada sang suami yang kini di depannya.
"Sabar ya, kamu pasti bisa menyesuaikan diri dengan saya. Dan mengenai surat nikah juga pesta pernikahan kita sedang diurus." Revan mengangkat dagu istrinya hingga tatapan mata mereka bertemu.
Keira mengangguk setuju. Tapi sentuhan manja Revan justru membuatnya semakin gelisah. Rasa yang sebelumnya ingin ditepisnya justru semakin kuat setiap kali ia berdekatan dengannya.
"Maafin aku ya, karena kamu bukan menjadi yang pertama. Aku lelaki pecundang yang sebelumnya hanya menjadikan wanita sebagai pelampiasan semata. Aku janji akan memperbaiki semua hingga kau sebut layak—"
Keira bangkit dan menenggelamkan wajahnya dalam pelukan suaminya. Entah kenapa tangisnya semakin menjadi. Bulir bening di matanya semakin deras mengalir membasahi stelan jas mahal Revan seketika.
Padahal ia memutuskan ingin mengakhiri segalanya yang berhubungan dengan Revan. Tapi kenapa segalanya justru lebih berat ketika terbiasa. Dia tidak ingin menjadi perbincangan karena di duga sebagai wanita yang gila harta karena menikahi pria hartawan.
Dia berpikir bahwa pernikahannya adalah sebuah kesalahan. Bagaimanapun itu adalah sebuah kecurangan yang sengaja diciptakan oleh keluarga Revan dan juga kakaknya.
Tapi Keira mulai menyukai sentuhan lembut Revan dan selalu terbayang di pikirannya. Meski pria itu bukanlah sosok yang sempurna. Tapi setidaknya ia berbeda.
Caranya bersikap berbanding terbalik dengan kesehariannya. Caranya memperlakukan Keira juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi gadis itu.
Ya. Boleh dibilang kini Revan perlahan mulai nakal. Ia selalu memulai bangun tidur dengan ciuman hangat di kening. Dan juga sudah mulai nakal menyentuh area tubuh lainnya yang boleh dibilang semakin lama semakin berlebihan.
Ya. Revan juga sangat mengakui jika ia telah terhipnotis dengan sikap dan kecantikan Keira sejak awal mereka bertemu.
"Kalau memang kamu tidak ingin disentuh. Biarkan aku menikmati pemandangan polosnya tubuhmu tanpa sehelai benangpun malam ini," katanya, dengan jelas tanpa tutup-tutupan. Benar-benar ciri-ciri pria matang yang amat dewasa.
Bukannya berhenti. Tangis Keira semakin menjadi membuat pria itu semakin kebingungan dibuatnya.
"Keira, jangan menangis lagi. Nanti ada yang melihat. Apa kamu sudah memiliki pria lain yang kamu cinta?"
**
Launching hotel dan resort barunya telah berakhir. Kini Revan tidak begitu memiliki jadwal yang padat dalam hal pekerjaan.
Ia mengagendakan liburan berdua bersama Keira di villa pribadinya di kawasan Seminyak - Bali. Meskipun begitu Maggie dan Raihan juga turut serta meramaikan acara liburan.
Karena penat keduanya memilih berdiam di kamar mereka. Sebagai orang tua, tentunya Maggie dan juga Raihan amat senang.
**
Suasana canggung tercipta di dalam kamar sepasang pengantin baru itu. Keira memilih menyibukkan diri dengan membaca novel kesukaan. Sedangkan Revan, ia justru memilih mengenakan bokser saja tanpa baju atasan sambil rebahan di dekat istrinya.
Entah siapa yang memulai duluan. Yang jelas, ketika hujan begitu deras mengguyur kota Bali, bibir keduanya sudah saling bersentuhan.
Seolah melepas rindu. Kini perlakuan Revan semakin memanas. Dan anehnya Keira semakin kecanduan dan sedikit lupa dengan rencananya ingin meninggalkan Revan.
Gadis itu hanyut dalam rasa yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari lelaki manapun. Membuatnya menangis dan membelikan lengannya di pinggang Revan.
"Aku gak bisa jauh dari kamu Pak Boss," rengeknya sambil menangis terisak-isak.
Entah kenapa ia tidak menyadari bahwa baru saja ia mengakui rasa cinta yang mulai tumbuh di hatinya. Kebencian dan juga rasa jijik akibat Revan sudah sering tidur dengan banyak wanita dihempas bagai ombak yang kian menjauh diterpa angin berembus kencang.
Tentu saja hal itu bagai angin segar bagi Revan. Sudah lama hatinya kosong. Meski selama ini dikelilingi oleh banyak wanita, tapi tidak ada satupun yang didasari dengan cinta.
Keduanya duduk di tepian kasur. Mereka saling menatap dan saling mengagumi keindahan wajah masing-masing.
Ternyata begini rasanya jatuh cinta. Benci, tetapi selalu saja perih ketika saling berjauhan, saling asing tidak bertegur sapa, saling marah mengalahkan ego masing-masing. Tapi kini semua mulai berbeda. Benci itu berubah menjadi bahagia saat keduanya berdekatan.
Ada rasa nyaman dan tenang ketika mendengar sebuah pengakuan. Keduanya hanyut dalam rasa yang kian dalam.
Raut wajah Revan terlihat menggebu-gebu menyatakan cintanya. Rona bahagia pun tak mampu ia sembunyikan. Bibirnya selalu melengkung indah di hadapan Keira.
"Keira, sudah lama aku tidak pernah merasakan yang seperti ini. Sejak lama hati ini kosong. Sebelum mengenal kamu tidak ada cinta, kecuali pelampiasan. Maaf ya, karena aku sudah jatuh cinta sama kamu."
"Beneran, mau mengakui aku sebagai istri? Gak takut disangka pedofil?" Keduanya tertawa mengingat beda usia mereka teramat jauh.
Meskipun begitu. Keira adalah wanita cukup umur. Usianya saja sudah dua puluh satu tahun. Tapi yang mengganggu pikirannya, ia tidak ingin disangka mau menikah dengan Revan karena harta.
"Ya. Bahkan aku akan menggelar mewah resepsi pernikahan ini. Aku akan mengundang Bramantyo juga kalau perlu."
"Lalu, bagaimana dengan deretan mantan pacar kamu dan karyawan yang nantinya akan memberikan cap buruk padaku," ucap Keira.
"Aku akan melakukan apapun agar kamu tenang dan bisa menerimaku. Terlebih jika bisa melupakan masa laluku yang suram." Revan berucap sambil menelusuri setiap lekuk wajah istrinya.
"Bagaimana jika beberapa waktu ke depan kita bikin kesepakatan? Mintalah maaf pada semua teman wanita yang pernah kamu kencani dalam satu malam agar mereka tidak mengusik ketenangan hidupku," pinta Keira..
"Dan sebagai imbalannya, apa yang aku dapatkan?"
"Aku akan menjadi istri yang seutuhnya."
"Setuju!" Revan mencium punggung tangan istrinya. Dan Keira pun juga melakukan hal yang sama.
— To Be Continued