Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kondisi Andara
Setelah kondisi Andara sudah sadar dan dalam kondisi stabil, Melvis merasa tugasnya di rumah sakit sudah selesai. Terlebih lagi, Nando telah datang untuk menjaga wanita itu, memberikan Melvis kesempatan undur diri tanpa rasa khawatir. Tidak ada alasan baginya untuk berlama-lama di sana. Hari ini, dia sudah ada rencana menemui Betari yang terjadwal pergi ke suatu tempat. Ia juga ingin memberikan bucket mawar yang sudah disiapkan. Mubazir kalau sampai tidak mendarat pada tuannya.
Melvis meninggalkan rumah sakit tanpa berpamitan langsung dengan Andara. Awalnya, ada niat untuk sekadar mengucapkan pamit, mungkin dengan sedikit menanyakan keadaannya, tetapi sebelum niat itu benar-benar diwujudkan, Nando sudah lebih dulu mencegahnya. Nando bilang begini, "Nanti aku sampaikan ke Andara, lagipula Papa kelihatannya terburu-buru."
Benarkah dia terlihat tergesa-gesa? Mungkin saja. Dengan berbagai hal yang ada di kepalanya saat ini, ia memang tidak punya banyak waktu untuk berlama-lama di sini. Akhirnya, Melvis memilih untuk tidak memperdebatkan itu. Toh, yang terpenting Andara sudah dalam kondisi baik dan ada yang menjaganya.
Bukan tanpa alasan. Nando tahu, pertemuan langsung antara Melvis dan Andara hanya akan membuka lebih banyak celah untuk sesuatu yang tidak diinginkan. Ada terlalu banyak kemungkinan berbahaya yang bisa terjadi. Misalnya, Melvis yang terlalu jujur dan spontan mengatakan bahwa dia adalah ayah Nando, atau Andara yang tanpa sadar menyebut dirinya sebagai pacar Nando.
Padahal, sejak awal, Nando sudah berbohong pada Melvis, mengatakan bahwa Andara hanyalah temannya. Orang yang berselingkuh akan berkawan dengan kebohongan. Berani taruhan, orang berselingkuh, berbohong sekali saja di awal, maka akan menciptakan kebohongan-kebohongan lain.
Selain dia tidak mau ketahuan berbohong, Nando juga tidak ingin usahanya mengambil kembali hati Betari menjadi berantakan.
...***...
Di dalam perjalanan.
Melvis menatap lurus ke depan, mengetuk-ngetuk setir mobil sambil bernyanyi tipis lagu kesukaannya. Di atas sana, sekawanan burung melintas, mengepakkan sayap mereka dengan bebas di langit biru. Matanya mengikuti kawanan burung tersebut tanpa sadar, dan tiba-tiba sesuatu di benaknya terpicu.
Burung.
Lalu, ingatan ia pernah bermimpi menangkap burung, muncul begitu saja. Dan bukan hanya itu, dia juga mimpi nangkap ikan, lalu mimpi dikasih pisau.
Mimpi-mimpinya itu berturut-turut dalam beberapa malam terakhir. Dia sempat berfikir, kenapa dia akhir-akhir ini jadi sering bermimpi? Ah iya, mungkin saja dia tidur terlalu sore sehingga dia jadi punya banyak waktu untuk bermimpi dalam tidurnya. Begitu pikir Melvis. Dia menganggap mimpi-mimpinya itu sebagai bunga tidur.
Ia menghela napas panjang, berusaha mengalihkan pikirannya. Mimpi itu tak penting. Yang lebih penting sekarang adalah satu hal, yaitu bagaimana cara mengatasi rasa kangen jika ditinggal Betari? Kalau masih bisa berkomunikasi, it's oke, tak jadi masalah. Tapi masalahnya, Betari bilang di sana sulit on karena jaringan yang kadang-kadang. Terlebih kalau Betari sibuk, sudah pasti dia sulit berkomunikasi.
Melvis memijit pelipisnya. Ia harus menemukan cara agar terlepas dari kerisauan ini. Dan beberapa menit kemudian dia langsung menemukan caranya. Melvis segera menelpon Nadine, sang sekretaris.
...***...
Nando..." suara Andara terdengar lemah, tapi matanya menatap lurus ke arahnya. "Kenapa aku ada di sini?"
"Kamu tadi pingsan di toko, Andara." Suaranya pelan, takut membuat wanita itu semakin shock.
"Tadi sewaktu aku ke toko bunga kamu, karyawan kamu bilang kalau kamu tiba-tiba jatuh terus nggak sadar, akhirnya kamu dibawa ke rumah sakit."
Kening Andara berkerut, jelas berusaha mengingat kejadian itu. "Oh, jadi Neni yang udah bawa aku kesini. Kalau begitu aku harus berterimakasih padanya."
Nando sempat ragu. Ada dorongan untuk berbohong, mengiyakan saja tuduhan Andara agar tidak berbuntut panjang. Tapi semakin lama dia berpikir, semakin dia sadar, kalau seumpama nanti Andara ngobrol sama pegawainya dan tahu kebenarannya bahwa Melvis yang sudah menolongnya, situasi bisa jadi lebih buruk.
Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Bukan dia yang bawa kamu kesini, tapi seseorang bernama Pak Melvis. Apakah beliau pembeli di toko kamu?"
Andara berusaha mengingat-ingat ditengah pusing yang masih terasa. "Ah iya benar. Aku ingat dia beli bucket mawar sebelum akhirnya aku ada di sini."
Bucket bunga mawar? Bunga yang suka dikasih Papa ke pusara Mama kan bunga lily?!
Nando berkutat dengan pikirannya, namun dia tidak bertanya lebih lanjut. Keterdiaman Nando beberapa saat mampu membuat Andara menanyakan apa yang laki-laki itu pikirkan.
"Kamu kenapa, Nan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?"
"Iya. Aku merasa nggak berguna. Kamu lagi sakit, aku sampai nggak tahu."
Kamu nggak perlu merasa gitu, Nan," ujar Andara lembut. "Aku sendiri aja nggak sadar kalau aku sakit. Baru ngeh setelah kejadian ini."
"Tapi tetep aja, aku harusnya lebih perhatian."
Andara tersenyum kecil. "Kamu udah cukup perhatian, kok. Lagian, aku juga nggak mau nyusahin kamu."
Nando menghela napas, lalu menggenggam tangan Andara perlahan. "Kalau ada apa-apa, janji bilang ke aku, ya?"
Andara menatap genggaman itu, lalu mengangguk. "Janji."
Barulah Nando merasa tenang. Beberapa saat kemudian, dokter masuk bersama seorang suster yang membawa map berisi hasil pemeriksaan. Nando yang sejak tadi duduk di samping Andara, segera berdiri, ingin memastikan dia mendengar semua yang akan disampaikan dengan jelas.
Dokter menatap keduanya bergantian sebelum akhirnya bertanya dengan seutas senyum kecil. "Maaf, Anda suaminya?" Matanya tertuju pada Nando.
Nando tersenyum tipis, sedikit salah tingkah. "Saya pacarnya, Dok."
Raut wajah dokter berubah sepersekian detik. Meski begitu, dokter tidak berkomentar lebih lanjut dan langsung membuka map yang dipegangnya.
"Saya ingin menyampaikan hasil pemeriksaan," ucapnya hati-hati. Tatapannya bergeser ke Andara yang tampak sedikit tegang. "Dari hasil lab yang kami terima, nona Andara sedang hamil."
Ruangan terasa hening sejenak. Andara berkedip beberapa kali sembari menepuk pipi. Sedangkan Nando, laki-laki itu bak tersambar petir di siang bolong. Suster di samping dokter tetap berdiri dengan tenang, sudah terbiasa menghadapi reaksi semacam ini.
Dokter memberi waktu sejenak sebelum melanjutkan, "Setelah ini, kita akan lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan kondisi janin dan memberikan gambaran lebih jelas." Suaranya tetap profesional, meskipun dia bisa merasakan perubahan atmosfer di ruangan itu.
"Ba-ik dok." Jawab Nando. Andara masih terlihat sibuk mencerna kenyataan. Namun, diam-diam Andara menggigit bibirnya, menahan senyum kecil yang nyaris terbentuk. Jika dia hamil, itu akan membuat Nando semakin terikat olehnya. Andara berharap dengan kehadiran anak ini, Nando bisa menjadi milik dia seutuhnya tanpa bayang-bayang Betari. Ruang cinta untuk Betari bakalan musnah di hati Nando.
.
.
.
Bersambung.