Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putus Asa
1 jam sudah ke 5 pemuda tersebut menyusuri hutan terlarang, namun sampai saat itu mereka belum menemukan sesuatu yang aneh, padahal di pucuk pepohonan yang mereka lewati ada banyak kelelawar yang bergelantungan dan mengawasi pergerakan mereka dengan sorot mata merah menyala.
Dasar kumpulan pemuda goblok, sudah tahu ini hutan angker malah sengaja mengantar nyawa... Tapi lumayanlah mereka bisa dijadikan untuk persembahan dan motornya bisa dijual, batin seorang pemuda berambut gondrong dan berpakaian serba hitam di balik rerimbunan pepohonan.
Tak berapa lama, mulut pemuda misterius itu pun tampak komat kamit membaca mantra hingga tiba-tiba muncullah kabut tebal yang mengepung Satria dan ke 4 temannya. Menghadapi situasi yang aneh tersebut, ke 5 pemuda itu mulai cemas hingga mereka saling merapat satu sama lain.
Beberapa detik kemudian, puluhan kelelawar yang awalnya bergelantungan di pucuk pepohonan, terbang turun lalu menyerang Satria dkk nya itu.
Sekalipun masing-masing membawa golok dan senapan angin, namun karena ada kabut tebal yang mengepung mereka, Satria dkk tidak menggunakan senjata mereka sebab bisa melukai teman sendiri.
Dengan sekuat tenaga mereka melawan sekumpulan kelelawar tersebut dengan tangan kosong dan untungnya mereka punya ilmu kekebalan, jadi luka cakaran makhluk itu tidak terlalu banyak.
Pemuda berpakaian serba hitam tersebut tersenyum menyeringai melihat Satria dkk nya diserang oleh pasukan kelelawarnya. Dengan sengaja pemuda misterius itu membiarkan Satria dkk nya dipermainkan oleh makhluk berwarna hitam tersebut hampir 1 jam.
"Ya ampuun Gustiii...," ucap si Badrun setelah kabut tebal dan sekelompok kelelawar tadi menghilang sambil melihat bekas cakaran yang ada di tangannya. Wajah pemuda itu dan ke empat temannya terlihat pucat dan tegang.
"Yuk mending kita pulang saja. Kelamaan di sini bisa-bisa tamat riwayat kita. Kapok aku," Ndaru sudah tidak betah berada di hutan tersebut.
"Iya, mending kita pulang sekarang saja," timpal Satria dengan firasat yang sudah tidak enak.
Tak lama kemudian mereka ber 5 pun balik badan untuk meninggalkan hutan angker itu.
Jangan harap kalian bisa keluar dari sini. Sekali masuk, kalian tidak akan pernah bisa kembali lagi, batin pemuda berpakaian serba hitam itu sambil menyeringai.
Lebih dari 1,5 jam Satria dkk nya telah melintasi jalan hutan itu, tapi anehnya mereka belum sampai di pinggiran hutan juga karena mereka memang sudah disesatkan oleh ilmu hitam pemuda misterius tadi.
"Kok hutannya masih terlihat lebat begini ya? Perasaan kita tadi masuk ke dalam hutannya gak lebih dari 1 jam," Japra mulai panik.
"Iya egh, jangan-jangan...," Dewa tidak berani melanjutkan kalimatnya karena takut kalau kejadian betulan.
"Bagaimana ini, Sat?" Ndaru ikutan panik juga.
Satria tidak bisa menjawab pertanyaan temannya karena dia sendiri juga merasa bingung dan mulai panik dengan situasi saat ini. Ketika pemuda itu mengedarkan pandangannya ke sekitar lalu kepalanya mendongak ke atas, Satria kaget bukan main hingga matanya terbelalak saat melihat banyak kelelawar dengan sorot mata merah menyala bergelantungan di pucuk pepohonan.
Menyaksikan gelagat temannya yang aneh, yang lainnya pun ikutan menengadah dan tak kalah terkejutnya ketika melihat ada banyak makhluk berwarna hitam dengan sorot mata yang tidak biasa sedang bergelantungan di bagian atas pepohonan.
"Busyet, banyak banget kelelawarnya, kita kok baru sadar ya," nyali si Badrun semakin menciut.
"Jadi bau langu tadi asalnya beneran dari para kelelawar itu," sela Japra.
"Piye iki, Sat? Kalau kita tidak bisa keluar dari sini, bisa-bisa kita diserang lagi sama kelelawar itu," muncul penyesalan di hati Ndaru karena sudah nekat memasuki hutan terlarang karena saking penasarannya.
"Kita tetap harus berusaha mencari jalan keluar, mumpung ini masih terang, gak mungkin kan kita mau mati sia-sia di sini, jangan menyerah," balas Satria gamang.
"La terus kita mesti lewat jalan yang mana nih? Perasaan dari tadi kita belum juga sampai di pinggiran hutan, tahu gini kita tadi bawa tali atau apa gitu untuk penanda jalan," Badrun juga mulai menyesal.
"Bagaimana kalau kita bakar hutan ini saja? Siapa tahu asapnya nanti bisa mengundang orang untuk datang trus menolong kita," entah apa yang ada di pikiran Japra hingga tiba-tiba dia punya ide yang gila.
"Kamu gendeng ta, Pra? Baru saja kita kita diserang sama kelelawar trus sekarang kamu punya ide untuk mbakar hutan. Memangnya kamu mau kita dihabisi sama kelelawar yang gak terhitung jumlahnya di atas sana? Dasar ngawur," omel Ndaru.
Setalah berpikir beberapa saat, Satria pun mengajak temannya untuk menyusuri hutan lagi lewat jalur lurus. Tapi hingga 1 jam an kemudian mereka masih tetap saja belum melihat pinggiran hutan. Keadaan seperti itu terus terulang hingga tanpa terasa hutan angker tersebut mulai tampak remang-remang.
Ke 5 pemuda itu tampak putus asa dan sekarang ini mereka sedang duduk termenung di bawah pohon yang rindang, pasrah dengan apa yang akan terjadi, ditambah lagi mereka hanya membawa makanan dan minuman yang tidak seberapa.
Sementara itu di sebuah dahan pohon yang tinggi, terlihatlah seekor kalong yang sangat besar sedang mengawasi ke 5 pemuda tersebut dengan wajah garang dan sorot mata merah menyala.
Karena hari sudah malam, Satria dkk pun membuat api unggun untuk menerangi sekitarnya sebab mereka tidak membawa senter.
Dalam keadaan putus asa dan pasrah, mereka masih bisa tertidur lelap hingga tanpa terasa mereka sudah berpindah tempat dan sangat kaget ketika keesokan paginya mereka mendapati diri mereka sudah dalam keadaan badan terikat di batang pohon yang berbeda.
Keterkejutan mereka ternyata tidak cukup sampai di situ karena di dahan pohon dekat mereka diikat, ada seekor kalong yang sangat besar yang sedang bergelantungan dengan mata terpejam.
"Toloong! Toloong!" teriak Japra yang membuat kalong itu langsung membuka matanya lalu menatap pemuda tersebut dengan sorot mata tajam.
"Percuma saja kamu teriak, sampai pita suaramu putus juga tidak ada yang bakalan menolongmu," tiba-tiba saja muncul sosok laki-laki tua yang berpakaian serba hitam, rambut putih panjang dan jenggot yang tidak beda jauh dengan rambutnya.
"Ampun Mbah, tolong lepaskan kami...," Japra memohon karena mulai ketakutan.
"Iya Mbah, kami minta maaf karena sudah berani memasuki hutannya Embah," sela si Badrun.
"Apa telingaku tidak salah dengar? Kalian minta ampun? Bukannya kalian sendiri yang nekat masuk ke hutan ini karena penasaran," ucap laki-laki tua itu.
"Kami benar-benar menyesal Mbah, kami minta maaf, tolong lepaskan kami," kali ini Ndaru yang memohon belas kasihan.