Nadia melihat secara langsung perselingkuhan sang suami. Dan di antara keterpurukannya, dia tetap coba untuk berpikir waras.
Sebelum mengajukan gugatan cerai, Nadia mengambil semua haknya, harta dan anak semata wayangnya, Zayn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 - Akan Ada Kehancuran
Ciuman hangat itu pun akhirnya terlepas. Menciptakan debaran di hati yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Steve telah menindih Nadia dan menatap wanita itu dengan lekat, dia tersenyum melihat kedua pipi Nadia yang kini berubah jadi merah merona.
"Aku akan mandi lebih dulu, kamu lihatlah Zayn di kamarnya," ucap Steve.
Dia kecup lagi bibir Nadia sekilas, membuat wanita cantik itu tak berkutik.
Tubuhnya membeku dalam debar.
Steve lantas turun dari atas ranjang dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
Saat itu barulah Nadia bisa membuang nafasnya dengan lega.
Astaga, jantungku seperti mau copot. Batin Nadia. dia menutup wajahnya sendiri menggunakan kedua tangan, seketika begitu malu saat ingat ciumannya barusan. Bahkan rasanya ciuman Steve itu masih dia ingat jelas hingga sekarang.
Bagaimana mereka saling membalas.
Ya, Tuhan, sepertinya aku sekarang benar-benar gila.
Tak ingin pikirannya jadi semakin kacau, Nadia pun segera turun dari ranjang itu dan bergegas mendatangi kamar sang anak.
Di sana Zayn sudah mandi dan rapi, di dampingi oleh BI Narti. di rumah ini sudah banyak pelayan yang tersedia, jadi bi Narti hanya bertugas untuk mengasuh Zayn saja.
"Mom, selamat pagi, aku senang sekali," ucap Zayn langsung, bicara dengan antusias ketika menjelaskan tentang apa yang dia rasa saat ini.
Perpisahannya dengan sang ayah sedikit pun tidak menimbulkan luka, karena sekarang dia seperti sudah menemukan obatnya.
dan hal itu adalah satu-satunya yang paling disyukuri oleh Nadia. Jujur saja, selama ini dia akan selalu takut jika Zayn akan trauma. Akan kehilangan sebagain cahaya hidupnya.
Tapi untunglah Steve datang di waktu yang paling tepat, sampai Zayn tidak merasakan yang namanya kehilangan.
"Mommy akan mengantar mu ke sekolah sayang, sarapan dulu bersama bi Narti selama mommy bersiap, ya?" tanya Nadia dan Zayn mengangguk dengan semangat.
"Apa hanya mommy yang mengantar ku? Daddy Steve tidak?"
"Tidak sayang, Daddy Steve sedang ada pekerjaan. Tapi nanti setelah pulang, kita akan berkumpul lagi di rumah ini, ya?" tanya Nadia lagi.
Namun kemudian sebelum Zayn sempat menjawab, Steve pun sudah masuk ke dalam kamar tersebut.
"Pulangnya nanti Daddy yang jemput, ya?" tanya Steve.
Zayn langsung melompat-lompat kegirangan.
"Ye!! terima kasih Dad."
"No, tidak perlu berterima kasih sayang. Mommy dan Zayn, sekarang adalah tanggung jawab Daddy. Sebisa mungkin Daddy akan membahagiakan kalian berdua," balas Steve.
Sungguh, sudah sejak lama dia ingin direpotkan dengan yang namanya istri dan anak. Lelah karena keluarga.
Selama ini hidup terlalu hampa dan hanya berkutat dipekerjakan. Karena itulah ketika mengenal Nadia, dia seperti menemukan gairrah hidupnya lagi.
Jam 7 pagi itu semua pergi ke tujuan masing-masing.
Nadia mengantarkan Zayn sekolah, sementara Steve akan menemui Aslan untuk mengurus surat perceraian Nadia dan pria itu.
*
*
Di rumah Aslan.
Pria itu tengah merasa kacau pasca kejadian semalam.
dia seperti masih belum percaya jika anak dan istrinya diambil oleh bosnya sendiri. Seseorang yang tidak pernah dia duga ada di dalam lingkaran hidupnya.
Bahkan bi Narti pun ikut pergi juga dari rumah ini, menjadikan tempat yang dia tinggali saat ini jadi sangat sepi.
hanya dihuni oleh dia seorang dan hal itu makin membuat pikirannya jadi kacau.
Drt drt drt ... ponsel Aslan di atas meja bergetar, itu adalah panggilan dari Cindy.
Sejak semalam kekasihnya itu tidak ada kabar, membuat Cindy rasanya jadi ingin segera marah.
Dia paling benci jika Aslan tidak memberinya kabar, perlakuan seperti itu membuatnya merasa telah dibuang. Sementara Cindy selalu ingin diprioritaskan.
"Hais! mas Aslan kemana sih? awas saja kalau dia menghabiskan waktu bersama istrinya!!" kesal Cindy.
Pagi itu benar-benar terasa buruk baginya.
Sementara Aslan sedikitpun tak ada minat untuk menjawab panggilan telepon tersebut. dia berulang kali memijat kepalanya yang berdenyut nyeri.
Merasa jika sebentar lagi akan ada kehancuran yang menerpa hidupnya.