Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22 TWINS A
Keesokan harinya.
Anindira belum berhasil menemukan informasi tentang gadis yang Ilham temui waktu itu. Dirinya merasa gelisah, ditambah lagi malam ini, Daffa belum juga sampai dirumah. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Suara deru mobil pun terdengar, Dira bernapas lega. Dia segera turun ke bawah, menyambut suaminya. Meskipun terkadang, hal itu membuat Daffa marah.
"Daf—" senyum yang tadinya terpatri kini berubah menyurut. Anindira melihat Daffa yang sedang di papah oleh Kezia. "Ada apa dengannya?" tanya Dira mendekati. Dia langsung terbatuk kala mencium aroma alkohol yang berasal dari tubuh Daffa.
"Dia sedang mabuk, kau lihat sendiri kan?" ucap Kezia ketus.
Anindira menggantikan posisi Kezia. "Terima kasih karena sudah mau mengantarnya pulang. Maaf merepotkan."
"Tidak repot sama sekali! Aku membantunya karena aku mencintai dia." Kezia tersenyum miring. "Sebentar lagi juga, aku akan menggantikan posisimu, sebagai istrinya Daffa." lanjutnya penuh percaya diri.
Anindira tidak menggubris perkataan Kezia, dia membantu Daffa berjalan menuju kamar. Sedangkan Kezia, wanita itu murka dan berjanji akan segera menyingkirkan Anindira.
Di dalam kamar.
Daffa terus saja merancau, mengungkapkan kekesalannya pada Anindira.
"Kenapa kau bisa berubah seperti ini, Daf? Waktu itu, meskipun kau berbuat kasar padaku, kau tidak pernah mengatakan hal buruk tentangku. Tapi sekarang, setelah dekat dengan Kezia, kau jadi sangat membenciku. Aku ingin pergi, hanya saja kau selalu melarangku. Ada apa denganmu, Daf?" gumam Anindira menatap wajah Daffa, dirinya ingin bangkit dari ranjang, tetapi Daffa mencekal lengannya.
"Temani aku, Kezia. Kau sangat cantik malam ini, aku begitu terpesona dengan kecantikan dan kemolekanmu. Ayolah, Sayang. Kemari," rancau Daffa menarik tangan Anindira hingga membuat wanita itu terjatuh di dalam pelukannya.
"Daf, sadarlah. Ini aku, Anindira, bukan Kezia!" ucap Anindira memberontak.
Daffa membalikkan keadaan, dia mengungkung tubuh Anindira di bawah sana. Terlihat jelas, pria itu sedang bergairah. Dia mencumbu Anindira dengan sangat buas meskipun wanita itu meminta untuk dilepaskan. Daffa terus melancarkan aksinya, dia tidak peduli dengan tangisan Anindira. Matanya gelap karena alkohol yang sudah menguasai dirinya.
Dua jam melakukan cocok tanam, akhirnya Daffa tumbang di sebelah Anindira. Mereka berbaring tanpa menggunakan sehelai benangpun, Anindira menarik selimut, menutupi tubuh polosnya. Dia menangis terisak dan menunduk, tidak berani menatap Daffa. Sementara Daffa, napas pria itu mulai teratur menandakan jika dia sudah tertidur pulas.
🐦 🐦
Suara burung berkicau, matahari sudah terbit, sementara dua insan yang bergulung di dalam selimut itu masih tertidur pulas.
Anindira menggeliatkan badannya, karena mendengar suara ketukan pintu yang sangat keras.
"Bangun!" teriak Zuma dari luar kamar.
Anindira menurunkan sebelah kaki, dia merasakan nyeri dibagian intinya. Dirinya membekap mulut karena takut Daffa akan terbangun lalu marah padanya.
"Akh, sakit sekali." rintih Dira pelan. Dia mencoba berjalan menuju kamar mandi.
Setelah berada di dalam sana, Dira segera membilas bagian intinya dengan air hangat, untuk meredakan rasa perih. Sesudah itu, barulah dia mandi.
Daffa terusik dari tidurnya karena mendengar gedoran pintu yang semakin kencang. Dia berdecak kesal, lalu bangkit dari ranjang. Saat pintu dibuka, terlihatlah Zuma yang sudah berkacak pinggang.
"Dimana wanita itu?" tanya Zuma dengan nada marah.
"Anin? Entahlah, saat aku bangun, dia tidak ada di tempat tidur. Mungkin dia sedang berada di kamar mandi." sahut Daffa sembari memegangi kepalanya yang masih terasa berat.
Zuma mengendus aroma tubuh putranya. "Tadi malam kau mabuk, ya?"
Daffa hanya mengangguk pelan. Zuma merasa ada yang tidak beres dengan putranya, karena dia melihat jelas ada bekas goresan kuku di bagian dada Daffa. Wanita paruh baya tersebut menerobos masuk ke dalam kamar, membuat Daffa heran.
"Ma, apa yang Mama lakukan? Kenapa masuk ke—"
Zuma mencubit lengan Daffa. "Dasar anak konyol! Lihatlah perbuatanmu! Karena mabuk, kau jadi hilang akal." ketusnya menunjuk ke arah seprei, disana ada bercak darah, bekas kehormatan Anindira yang Daffa pecahkan tadi malam.
"Ma, ini —" Daffa melihat bercak itu lebih dekat.
"Hm, ya! Kau sudah bercinta dengan wanita itu."
Daffa menyugar rambutnya, terlihat jelas jika dia sangat menyesali perbuatannya. "Ini semua karena minuman itu! Padahal aku sudah berniat untuk menceraikan Anindira dan tidak akan pernah menyentuhnya. Aku hanya ingin membuatnya menderita, sebagai balasan karena dia sudah berani menolakku dulu."
Suara pintu kamar mandi terdengar dibuka, Zuma dan Daffa menatap ke arah yang sama dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya