Gadis manis bernama Rania Baskara, usia 17 tahun. Baskara sendiri diambil dari nama belakang Putra Baskara yang tak lain adalah Ayah angkatnya sendiri.
Rania ditolong oleh Putra, ketika masih berusia 8 tahun. Putra yang notabenenya sebagai Polisi yang menjadi seorang ajudan telah mengabdi pada Jendral bernama Agung sedari ia masih muda.
Semenjak itu, Rania diasuh dan dibesarkan langsung oleh tangan Putra sendiri.
Hingga Rania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh pada diri Rania terhadap Putra, begitu juga Putra merasakan hal yang sama, namun ia tidak ingin mengakuinya..
Bagaimana kelanjutannya? ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bad Mood
"Ahhh, enak sekali, sayang!" Ucap Putra dengan perasaan lega.
Rania kemudian mengeluhkan karena ia merasa belum cukup puas.
"Ayah, aku belum puas. Bisa kita lanjutkan lagi?" Pinta Rania yang langsung bangkit dari posisinya dan menarik tangan Putra untuk berjalan menuju ranjang.
Putra yang baru saja menyelesaikan puncaknya, melemparkan senyumannya kepada Rania yang tampak agresif sekali.
Ia pun menuruti kemauan Rania.
Keduanya telah berada di ranjang. Putra membaringkan tubuhnya, dengan sigap Rania langsung berada di posisi atas.
Rania mendominasi permainan tersebut.
Keduanya berlanjut kembali hingga larut malam.
Putra tidak memikirkan ponselnya yang sejak tadi berdering. Ia sengaja mengecilkan suara deringan ponselnya, agar ketika ia sedang bermain asmara dengan Rania tidak ada yang mengganggunya sama sekali.
***
"Apakah Putra belum juga pulang? Untuk apa sih Putra pergi dengan anak angkatnya itu? Dan mengapa hanya berdua saja? Aku curiga ada hubungan di antara mereka!" Tegas Siska tatkala pagi-pagi ia sudah berada kembali di rumah Putra.
Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Siska belum menemukan Putra di rumahnya.
"Mohon maaf, Nona Siska. Saya sudah memberikan informasi kepada Komandan tentang anda. Namun, Komandan bilang akan menghubungi anda." Jawab Dicky yang sedang duduk menemani Siska.
Siska mengerutkan dahinya.
"Hingga saat ini tidak ada chat maupun telepon dari Putra. Apa sih yang dia lakukan bersama dengan gadis itu? Aku menjadi penasaran seperti apa gadis yang telah mengalihkan dunia Putra itu. Sampai-sampai dia mengabaikanku begitu saja." Ujar Siska dengan wajah sedikit kesal.
"Mungkin Komandan dan Rania sebentar lagi sampai rumah. Karena, menurut info dari Rania, mereka sudah on the way kembali ke rumah setelah subuh." Jelas Dicky yang lama kelamaan risih akan sosok Siska.
Dicky mulai menaruh rasa tidak suka terhadap Siska tatkala Siska mulai membicarakan Rania dengan perkataan yang seolah menjelekkan Rania.
Siska bergeming, saat itu juga terdengar suara klakson mobil Putra diluar sana.
"Nah, itu Komandan sudah pulang!" Ucap Dicky.
Siska memutarkan kedua bola matanya.
Tidak lama kemudian, masuklah Putra bersama dengan Rania.
Betapa terkejutnya Putra tatkala sudah ada Siska di ruang tamu rumahnya.
"Putra! Kamu kemana saja? Aku hubungi kamu mengapa sulit sekali?" Protes Siska seraya bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Putra.
Putra langsung menatap Rania, sorot mata Rania menatap tajam kearah Siska.
"Kamu mengapa tidak bisa bersabar? Kalau aku tidak ada respon, itu tandanya aku sedang sibuk!" Tegas Putra menjelaskan kepada Siska.
"Sibuk bersama anak angkatmu ini kan? Sejak kapan memiliki anak angkat? Mengapa tidak pernah bercerita kepadaku tentang hal ini?" Tanya Siska berdiri tepat disamping Putra.
Sedangkan Rania masih mematung didekat Putra.
"Kenalkan Siska, ini Rania. Anak angkatku. Dan Rania, ini Siska. Teman Ayah!" Putra mengenalkan Rania kepada Siska, dan juga mengenalkan Siska kepada Rania.
Siska dan Rania saling berjabat tangan.
Siska memandang Rani dari atas hingga bawah dengan pandangan kurang suka.
Mendapat pandangan kurang mengenakan dari Siska, Rania merasa sangat risih.
"Ayah, aku izin ke kamar ya. Tante, aku tinggal dulu ya. Have fun, Tan!" Ucap Rania kepada Putra dan Siska.
Siska mengangguk tanda mengiyakan, kebetulan juga ia ingin cepat-cepat menjauh dari Rania.
Putra memandang Rania dengan pandangan yang sedikit was-was. Karena, Putra merasa bahwa Rania pasti cemburu akan sosok Siska.
Rania berjalan menjauh dari Siska dan Purra. Dicky mengekori Rania yang tengah berjalan menuju kamarnya.
"Putra, hari ini bisa kan main ke apartemenku? Jadi, nanti kamu bisa dengan sesuka hatimu berkunjung ke apartemenku." Pinta Siska dengan menyentuh lengan Putra.
"Sepertinya tidak bisa, Siska. Masih ada urusan yang harus aku selesaikan." Jelas Putra kepada Siska.
Siska mendengus kesal.
"Urusan apa lagi?"
"Aku harus mengantar Rania ke Asrama siang ini." Tegas Putra.
"Ah, anak itu lagi. Apa sih spesial dari anak itu? Hanya menang cantik dan mulus saja. Bukankah aku lebih oke dari dirinya?" Sahut Siska.
"Jangan bicara seperti itu kepada anakku, Siska. Aku bertanggungjawab atas hidupnya!" Putra kembali menegaskan kepada Siska. Ia menepis tangan Siska yang masih saja bergelayutan dilengannya.
Putra berjalan menjauh dari Siska. Ia berjalan menuju kamarnya.
Anehnya, Siska turut mengekori sampai masuk kedalam kamar Putra.
"Wah, ternyata ini kamarmu, Putra? Hmm.
Cukup nyaman ya. Kapan kira-kira aku boleh menginap disini?" Ucap Siska seraya mengedarkan pandangannya pada penjuru kamar Putra.
Putra terkejut tatkala Siska ternyata ikut masuk kedalam kamarnya.
"Siska! Kamu mengapa mengikutiku? Kamu bisa tunggu diluar!" Hardik Putra pada Siska.
Dengan cepat, Siska malah mengunci pintu kamar Putra dengan rapat.
"Memangnya kenapa kalau aku ikut masuk kedalam kamarmu? Bukankah, kamar ini nanti akan menjadi kamarku juga? Hmm..?" Ucap Siska berjalan mendekati Putra.
Putra mulai gelagapan menghadapi Siska.
"Mau kamu apa, Siska?" Tanya Putra dengan tatapan tajamnya.
Siska terus mendekati Putra, hingga tubuh Putra terbentur pada dinding.
"Aku mau kamu, Putra. Aku ingin menebus semua kesalahan masa lalu ku. Ternyata, baru saat ini mata dan hatiku terbuka, jika sosok kamu lah yang telah membuat hari-hariku menjadi berbeda. Aku jatuh cinta kepadamu, Putra. Aku ingin kita segera menikah!" Ucap Siska dengan mendekatkan posisi wajahnya.
Ia mengikis jarak antara dirinya dengan Putra.
"Pergi dari hadapanku, Siska. Kita bisa bicarakan baik-baik tanpa harus seperti ini." Tegas Putra.
Kedua tatapan mereka bertemu. Siska mendekatkan wajahnya dan mencoba mengecup b*bir Putra.
Dengan cepat Putra mendorong tubuh Siska, hingga tubuh Siska terjatuh ke lantai.
"Ahh." Ucap Siska tatkala dirinya terjatuh ke lantai.
"Maafkan aku, Siska. Aku tidak sengaja." Ucap Putra dengan refleks membantu Siska untuk bangkit berdiri.
Mendapatkan penolakan dari Putra membuat Siska semakin menjadi.
Ia menarik kedua rahang Putra dan segera melum*t b*bir Putra secara liar.
Ia tidak perduli jika Putra akan menolaknya atau tidak.
Putra terkejut dengan aksi yang dilakukan oleh Siska. Sungguh benar-benar nekat.
Putra hendak mendorong tubuh Siska, namun Siska telah mengunci tubuh Putra. Sehingga tatkala Putra berjalan mendorong dan memberontak dari Siska, membuat keduanya jatuh di atas ranjang.
Siska semakin agresif ketika dirinya berada diposisi bawah tubuh Putra.
"Putra, bisakah kamu melakukannya untukku?" Pinta Siska seraya melepas pagutannya sementara.
"Maaf, Siska. Aku tidak bisa!" Tolak Putra yang berhasil terlepas dari cengkeraman Siska.
Siska mendengus kesal mendapatkan penolakan dari Putra.
***
"Rania, kamu habis dari mana saja dengan komandan?" Tanya Dicky tatkala duduk di tepi ranjang milik Rania.
Raut wajah Rania terlihat kesal ketika melihat Siska telah berada di rumah Putra.
"Refreshing, Kak. Kak, sejak kapan Siska datang ke rumah?" Tanya Rania memasang wajah tidak suka kepada Siska.
Rania duduk di atas ranjangnya.
"Aduh, Ran. Lama-lama aku bosan sekali dengan Siska. Kemarin dia sudah datang kesini tiga kali. Eh, pagi ini dia datang lagi untuk menemui komandan. Seperti memang dia sudah sangat tidak sabar ingin cepat menikah dengan komandan!" Jelas Dicky kepada Rania.
Ucapan Dicky mampu membuat Rania terasa tertusuk dan tercabik-cabik. Hatinya sakit, emosinya meningkat, rahangnya mengetat dan tangannya mengepal.
"Apakah rumor pernikahan antara Ayah dan Siska, betulkah akan terjadi, Kak?" Tanya Rania untuk mendapatkan kepastian.
"Entahlah, Ran. Yang jelas, cepat atau lambat, Siska dan Komandan akan menikah!" Jawab Dicky.
Rania bergeming menatap lurus kedepan.
Ia tampak memikirkan sesuatu.
"Rania, nanti siang kamu berangkat ke Asrama ya. Sekarang kamu istirahat saja. Aku tinggal dulu ya, Ran. Masih ada pekerjaan dari Jendral Agung yang harus aku kerjakan!" Ucap Dicky seraya mengusap pucuk kepala Rania.
Rania mengangguk perlahan.
"Iya, Kak." Jawab Rania.
Sepeninggal Dicky, Rania masih bergeming di kamarnya.
Ia gelisah dan entah mengapa hatinya menjadi tidak tenang dan tidak karuan.
Pikiran terus tertuju kepada Putra dan Siska. Ia menjadi kepikiran dengan ucapan Dicky yang menyatakan akan pernikahan antara Putra dan Siska.
Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya untuk mengambil air minum dingin yang berada dilemari pendingin.
Tatkala ia berjalan ke dapur, ia sempat melihat kearah ruang tamu yang rupanya sepi dan tidak ada sosok Putra dan Siska.
"Kemana mereka berdua?" Gumam Rania lirih.
Suasana rumah terasa sangat sepi. Nampaknya Minah dan asisten lainnya sedang berbelanja ke pasar dan Dicky telah pergi ke rumah Jendral Agung.
Rania memutuskan untuk berjalan kembali menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti seolah ingin melangkahkan kakinya menuju kamar Putra yang sedang tertutup rapat.
Sesampainya dibalik Pintu, ia mendengar suara Putra dan Siska didalam sana.
Seketika Rania terkejut tatkala mengetahui Putra dan Siska berada di dalam ruangan kamar Putra.
Rania menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.
"Putra, cepat lakukan sekarang, Putra. Aku mohon! Aku sudah sangat tidak sabar ingin merasakan tubuhmu yang sungguh menggoda ini."