MELAWAN IBLIS menceritakan tentang seorang gadis keturunan pendekar sakti yang hijrah dari Tiongkok ke Nusantara untuk mendapatkan kehidupan yang tenang.
Namun dibalik ketenangan yang hanya sebentar di rasakan, ada sebuah hal yang terjadi akibat kutukan leluhurnya di masa lalu.
ingin tahu bagaimana serial yang menggabungkan antara beladiri dan misteri ini?
mampukah wanita cantik itu lepas dari kutukan iblis?
simak selengkapnya dalam Serial Melawan Iblis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keahlian Mistis
Pagi yang cerah itu terganggu oleh suara pertengkaran mulut yang terjadi antara dua orang pendeta Tiongkok dan seorang pria berkumis dan berjanggut tebal.
Bersama mereka terdapat sepuluh orang yang hanya diam saja mendengarkan pertengkaran ketua mereka.
"Sudah ku katakan aku sendiri yang akan mengantarkan kepada Tuan, kalian pulanglah dulu. Seminggu lagi aku akan menyusul". Teriak pria bernama Zena yang menjadi ketua perkumpulan besar bernama Tongkat Sakti.
"Tak bisa begitu ketua, Tuan mengutus kami untuk mengambil benda pusaka dan membawanya secepat mungkin. Pokoknya serahkan sekarang juga". Sahut pendeta berkepala botak dengan alis panjang putih sambil mencabut kebutan di pinggang nya.
"Jangan salahkan aku yang terpaksa kurang ajar pada kalian. Seraang!!" Ketua Zena memberi perintah kepada 10 orang bawahannya yang tatapan mereka seperti mayat hidup.
Kedua pendeta itu segera menerima serangan dari berbagai arah. Namun kedua pendeta tua itu bukan lah orang orang lemah. Mereka adalah pendeta pilihan yang di utus Hekmo (Iblis Hitam) untuk menjemput benda pusaka yang berhasil di rampas Zena di pelabuhan Makilan bertahun tahun yang lalu.
Terjadilah perkelahian seru menegangkan antara dua belas orang itu.
Ketua Sintung (Tongkat Sakti) hanya duduk bersandarkan pohon besar sambil memegang sebuah kotak besi kuno ditangan nya.
Melihat jalan nya pertempuran itu, Zena tersenyum mengejek ke arah dua pendeta tua yang sangat sakti namun napas nya sudah agak berat itu.
Baru lima puluh jurus berlalu, desingan senjata rahasia meluncur ke arah medan perkelahian sehingga membuat ke dua belas orang yang sedang bertarung itu tewas seketika dengan wajah dan kulit membiru.
Tak lama kemudian, muncul seorang pria gagah berwajah asing yang tak lain adalah Indrayana bersama lima bawahannya.
"Akhirnya ku temukan juga kau. Sungguh pengecut sekali mencuri barang orang menggunakan nama orang lain pula. Cepat serahkan kotak itu". Hardik Indrayan kepada Zena yang pucat ketakutan.
Setelah menenangkan debaran hatinya, ketua Zena akhirnya bangkit sambil berkata,
"Apa perbuatan kalian menyerang orang orang ku seperti ini bukan tindakan pengecut? Kalau mau barang ini, kalian harus bisa mengambil kuncinya yang ada di pohon sana".
Ketika mata ke enam orang itu menuju ke arah pohon yang di tunjuk Zena, pria itu dengan cepat melarikan diri menuju ke puncak bukit di belakang nya.
Sadar bahwa mereka di tipu, Indrayana segera mengejar bersama bawahannya menyusuri hutan dan semak belukar menuju ke atas bukit.
Setelah melakukan pengejaran sekian lama, akhirnya Zena terperangkap dengan tebing curam di depannya.
Pria itu pun membalik dan tertawa ke arah Indrayan yang telah berjarak beberapa meter dari nya.
"Hahaha, Indrayana, kau kira bisa semudah itu merebut kotak pusaka ini? Kalau mau, ambillah". Teriak Zena sambil melemparkan kotak tersebut ke arah tebing curam di belakangnya itu.
Secepat kilat Indrayana menyerang Zena sambil menghunus senjatanya di ikuti oleh kelima bawahannya.
Hanya sepuluh menit mereka mengeroyok, Zena telah tergeletak dengan pedang menembus kerongkongan nya.
Meski pria itu telah sekarat, senjata Indrayana dan bawahannya tetap saja mencacah tubuh Zena hingga dia terpaksa meregang nyawa dengan tubuh hancur tercabik senjata tajam.
"Cepat cari jalan turun, kita harus menemukan kotak itu secepatnya". Seru Indrayan yang langsung meninggalkan tempat tersebut menelusuri pinggiran tebing curam bersama lima bawahannya.
***~###~***
"Letakkan dia disini nak". Seru nenek pemilik warung bernama Kania.
"Silya, dinda, bangun lah". Saloka yang menggendong tubuh gadis itu memanggil khawatir.
"Zara, ambilkan air hangat dan kain. Sekalian minyak angin ku". Seru si nenek kepada putrinya.
Para penduduk sekitar yang dari tadi mendengar perkelahian namun tak berani keluar, kini berduyun duyun menghampiri tempat itu.
Sebagian mereka bertanya tanya kepada Zara tentang dua orang asing yang berhasil membebaskan mereka dari penindasan Mawar Hitam selama ini.
Nek Kania mencoba mengompres Silya dan memberikan minyak angin sambil mengurut punggung dan belakang leher gadis itu.
Setelah lama melakukan ini dan itu, Silya tak juga bangun membuat Saloka bertambah khawatir.
Setelah berdiam beberapa saat, Saloka teringat dengan kitab yang berada padanya. Dia pun membuka dan membaca dengan penerangan terbatas.
Setelah menutup kitab itu, dia berseru kepada Nenek itu,
"Tak apa nek, biarkan saja dia istirahat. Nanti dia akan pulih sendiri". Ucap Saloka hilang rasa khawatirnya.
"Nak, kau terluka, Zara, tolong ambilkan kotak obat". Teriak nenek itu sambil melihat pangkal lengan Saloka.
Setelah membalut lukanya, nenek tersebut pun mempersilakan orang orang kampung yang ingin mengobrol dengan Saloka di warungnya.
Selain terbebas dari gangguan Mawar Hitam, nek Kania meraup untung besar malam itu karena semua barang dagangan nya laku keras di serbu penduduk yang merasa bangga dengan kejadian malam hari itu.
Keesokan harinya pagi pagi sekali ketika Saloka bangun, dia melihat Silya telah segar membantu nyonya Zara putri semata wayang Nek Kania.
"Pagi dinda, kapan kau bangun?" Tanya Saloka.
"Dia sudah bangun sebelum seorang pun bangun Tuan muda". Jawab Nyonya Zara sambil menatap Silya dengan senyumannya.
"Bagaimana kanda? Kapan kita berangkat?" Tanya Silya pada pemuda yang masih saja menguap itu.
"Nanti aku mandi dulu. Setelah itu kita lanjutkan perjalanan". Sahut Saloka.
"Tapi, aku sudah terlanjur janji pada kak Zara, kalau akan tinggal disini sehari dua hari lagi. Bagaimana kanda?"
"Terserah kau saja. Aku mandi dulu". Sahut pemuda itu sambil berlalu.
Hari itu, menjadi hari yang melelahkan untuk Silya dan Saloka juga nenek pemilik warung. Pasalnya semakin banyak warga kampung yang datang pada mereka dengan alasan sekedar minum kopi atau makan.
Padahal, kebanyakan mereka merasa penasaran kepada sepasang pahlawan yang telah membebaskan mereka dari jajahan kelompok Mawar Merah atau yang dulunya bernama kelompok Mawar Hitam.
Ketika malam telah sedikit larut, tiba tiba Silya merasa ada sesosok bayangan hitam besar di kamarnya yang remang remang.
Zara sudah tidur di sampingnya. Namun dia yang masih terjaga melihat perlahan gumpalan asap muncul membentuk sosok iblis menyeramkan.
Gadis itu pun di landa kepanikan hingga dia berteriak histeris.
"Tolooong".
Tak berapa lama, Zara terjaga sekaligus Saloka yang telah tiba di kamar tersebut.
"Dinda, kau kenapa? Ada apa?" Tanya pemuda itu yang melihat Silya menutup wajahnya dengan bantal sambil duduk di pembaringan.
"Aku,, aku melihat sosok menyeramkan kanda. Mengerikan sekali".
Pemuda itu mengerutkan alisnya. Tak lama berselang, dua sosok bayangan berpakaian hitam menyerang mereka dengan pedang dan tombak.
Silya berhasil di selamatkan oleh Saloka namun naas, Zara yang berada di pinggir pembaringan menahan pukulan gagang tombak secara refleks mengakibatkan patah nya tangan kiri.
Segera Saloka dan Silya menerjang kedua penyerang gelap yang tak lain adalah Bebe dan seorang bawahannya.
Dengan beberapa jurus mematikan, Silya sudah berhasil menewaskan bawahan Bebe si pemimpin kelompok penjahat itu.
Melihat bawahan nya tewas, Bebe hendak melarikan diri. Namun lemparan tombak yang di lakukan Silya tepat mengenai punggungnya hingga menembus ke dada dan pemimpin yang dulu mengkhianati ayah Asok itu pun tewas seketika di tempat.
Kembali para tetangga yang mendengar keributan sudah mengerubungi tempat itu. Meluhat dua mayat yang ada disitu, orang kampung yang merasa marah segera mencabik cabik tubuh keduanya dengan alat seadanya yang mereka dapatkan disitu.
Akhirnya setelah mereka semua selesai membuang mayat dua penjahat itu ke laut, mereka kembali ke rumah masing masing meninggalkan Saloka yang sibuk mencoba mengobati lengan Zara.
"Auh, sakit tuan, aduh,," Sedikit sentuhan Saloka membuat Zara kesakitan setengah mati.
"Biar aku coba". Silya memegang dengan lembut dan menyentakkan sekali sambil menggenggam pergelangan tangan Zara yang sedikit gemuk itu.
Aneh sekali, sedikit pun Zara tak merasakan kesakitan pada tangan nya meski Silya seperti mematahkan tangan nya.
Lebih aneh nya lagi, sentuhan Silya yang terlihat seperti asal asalan itu membuat lengan Zara yang patah tulangnya seketika sembuh tanpa rasa sakit sedikitpun.
Barulah nenek itu membalut tangan anak nya.
"Tak usah ibu, lihat, tangan ku sudah sembuh sama sekali". Terlihat Zara memukul mukul pahanya menggunakan tangan nya yang tadi patah dan hasilnya memang tidak terasa sakit sedikit pun.
Setelah membantu nek Kania membersihkan sisa noda darah dan memindahkan beberapa bangku dan meja yang rusak, mereka semua kembali tidur dengan aman dan tentram hingga esok pagi.
BERSAMBUNG. . .