"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Elyza dan Lily akhirnya tiba di desa tempat nenek Lily tinggal. Udara malam yang sejuk menyambut mereka dengan harumnya tanah basah, memberikan ketenangan setelah perjalanan panjang yang melelahkan.
Desiran angin yang dingin meresap ke kulit mereka, namun ada kehangatan yang datang dari dalam hati, seolah-olah desa ini menyambut mereka pulang. Suara gemerisik dedaunan dan riuh kecil dari alam sekitarnya melengkapi kedamaian malam itu.
Di depan mereka, rumah kayu khas desa dengan desain sederhana namun penuh kehangatan tampak seperti kenangan masa kecil yang tak pernah pudar.
Cahaya dari dalam rumah menerangi, menciptakan suasana yang begitu nyaman meski malam semakin larut.
Elyza menatap rumah itu dengan senyum tipis, "Pasti nenekmu sangat merindukanmu. Pasti dia terkejut banget melihat cucunya yang cantik ini datang malam-malam begini."
Lily tersenyum, meskipun ada sedikit kegelisahan yang terlihat di matanya. Ia tahu bahwa kedatangannya ini adalah sebuah langkah besar, penuh dengan perasaan campur aduk. Terlalu banyak kenangan, terlalu banyak hal yang tak terucapkan yang kini harus dihadapi.
"Entahlah," jawab Lily perlahan, suaranya sedikit teredam oleh angin malam. "Aku juga merasa semua yang terjadi begitu cepat, dan aku merasa seperti berada di antara dua dunia yang berbeda, antara masa lalu yang sudah lama aku tinggalkan, dan kenyataan yang harus aku hadapi sekarang."
Elyza menatap Lily dengan penuh perhatian, merasa ada banyak yang ingin Lily katakan, tapi tak bisa diungkapkan begitu saja. "Kau tidak perlu khawatir. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sini."
Saat mereka berjalan masuk, mendekati pintu, tiba-tiba sebuah sosok pria muncul dari dalam rumah. Ia mengenakan sandal rumahan yang sederhana dan kaos kaki tebal, seolah menyesuaikan dengan suhu malam yang dingin.
Pria itu tampak begitu santai, namun wajahnya tetap memancarkan pesona yang sulit diabaikan. Matanya yang tajam dan kaca mata besar yang dikenakannya memberi kesan intelektual yang tak terbantahkan.
Elyza menatap pria itu, matanya tak bisa berpaling. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona. Pria itu tidak hanya tampan, tapi juga memiliki aura yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sungguh menggemaskan bagi Elyza.
"Itu sekretaris tuan Zhen, tuan Kian." Lily berbisik pelan,
Nama itu membuat Elyza terkejut. Wajahnya langsung berubah datar, seolah tersentak dari lamunannya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Kian di tempat seperti ini, apalagi melihatnya begitu santai di rumah nenek Lily.
Ada kebingungan yang mendalam di wajah Elyza, dan tanpa sadar ia menatap Lily dengan pandangan penuh tanya.
Lily hanya mengangguk pelan, menyiratkan bahwa mereka harus tetap melangkah dan menghadapi kenyataan ini. Semua yang mereka alami, semua yang ada di hadapan mereka, tidak bisa lagi dihindari.
Kian tersenyum ramah. “Selamat datang Nona,” ucapnya dengan nada yang penuh kehangatan. “Silakan masuk. Kebetulan, tuan Zhen baru saja selesai memasak dan mengajak kalian untuk makan bersama.”
Elyza dan Lily saling berpandangan. Keterkejutan mereka sangat jelas, wajah mereka mencerminkan kebingungan dan sedikit ketakutan.
Elyza menyadari kenyataan yang mengejutkan. Zhen ternyata benar-benar memantau setiap pergerakan sahabatnya itu. Dengan kecepatan yang tak terduga, pria itu sudah berada di sana, seakan-akan tahu persis apa yang mereka berdua rencanakan, bahkan sebelum mereka sempat bertindak.
Dengan langkah tergesa-gesa, Elyza melangkah masuk, namun terhenti sejenak begitu matanya bertemu dengan Kian yang tersenyum ramah.
Tanpa sengaja, ia merapikan rambut panjangnya yang terurai, menyisirnya ke belakang telinga. Dalam sekejap, Elyza menambahkan satu kedipan nakal ke arah Kian, seolah-olah mengirimkan pesan rahasia yang hanya ia dan Kian yang tahu.
Momen itu langsung membuat Kian terdiam, sedikit kebingungan, dan tampak seperti sedang mencari tahu apakah ia sedang berada dalam situasi yang benar-benar nyata atau hanya sebuah mimpi.
Lily melihat Elyza begitu terfokus pada Kian, sedikit kebingungannya bertambah. Namun, untuk menjaga situasi tetap sopan, Lily sedikit membungkuk sebagai tanda hormat kepada Kian, walaupun dalam hatinya, ia sedikit terkejut dengan perubahan Elyza yang tiba-tiba terlihat lebih terpesona.
Kian hanya bisa tersenyum manis, meski kebingungannya semakin jelas terlihat. Seolah-olah baru saja dua wanita yang baru saja melewatinya membawa aura yang berbeda.
Satunya terlihat terpesona, dan satu lagi tampak seperti sedang berusaha keras untuk menahan tawa atau mungkin, sekadar bingung juga. Kian mengusap tengkuknya.
"Ini hari yang sangat aneh," pikir Kian sambil menyeringai, berusaha menjaga profesionalismenya meski terjebak dalam momen yang konyol ini.
Begitu Elyza dan Lily memasuki rumah, aroma masakan yang menggugah selera langsung menyambut mereka.
Di ruang makan yang sederhana namun hangat itu, meja kecil dipenuhi dengan beragam makanan yang tampaknya baru saja disiapkan. Makanan-makanan itu mengeluarkan bau yang mengundang selera, membuat suasana semakin nyaman dan akrab.
Emma yang baru saja keluar dari ruangan lain, langsung tersenyum bahagia saat melihat kedatangan dua cucunya. Wanita paruh baya itu tampak sangat merindukan mereka.
Dengan langkah cepat, ia menyambut mereka dengan senyum yang tulus sambil meletakkan mangkuk yang ia pegang. "Akhirnya kalian datang," ucap Emma dengan suara penuh kasih. "Kebetulan Zhen memasak hari ini. Dia sudah menyiapkan makan malam. Mari kita makan bersama."
Namun, sebelum Elyza bisa membalas kata-kata itu, pandangannya terhenti. Matanya terfokus pada satu sosok yang keluar dari dapur.
Zhen, pria yang selama ini ia kenal sebagai pemimpin di perusahaan terbesar dan sangat berkuasa. Pria yang selalu tampak dingin dan menakutkan, tengah mengenakan celemek dapur.
Zhen yang biasanya selalu terlihat serius dan penuh wibawa, kini terlihat begitu santai, seakan-akan ia sedang bermain peran sebagai pelayan yang siap menyambut tamu.
Elyza terdiam sejenak. Pandangan tajam Zhen memang masih ada pada dirinya seolah mengingatkannya kembali pada sisi dingin dan tak terjangkau dari pria itu.
Meskipun penampilannya kini jauh berbeda, ia tetap merasa ada aura dingin yang menyelimuti dirinya, bahkan di tengah keadaan yang begitu santai ini.
Lily yang melihat sosok Zhen, hampir kehilangan keseimbangan. Kacamata bulatnya hampir terlepas karena keterkejutannya. Ia merasakan detak jantungnya semakin cepat.
Tiba-tiba saja ia teringat semua ancaman yang pernah Zhen lontarkan padanya. Ancaman yang belum lama ini begitu menghantui pikirannya.
Keadaan ini, dengan Zhen yang mengenakan celemek dapur, membuatnya bingung dan cemas. Apakah ini bagian dari rencana Zhen?
Di sisi lain, Elyza masih berusaha mencari kata-kata yang tepat. Namun, lidahnya terasa kelu. Semua yang ada dalam pikirannya berputar cepat. Rasanya seperti ada dua sisi yang tidak bisa ia satukan. Mereka benar-benar tidak bisa bertindak saat itu juga.
Dah itulah pesan dari author remahan ini🥰🥰🥰🥰