📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kambing hitam
Semua orang di dalam ruangan rapat itu langsung menengok ke belakang saat mendengar pintu yang dibuka dengan keras, begitu pun dengan Rama dan rekan bisnisnya yang baru saja berjabat tangan setelah menandatangani kontrak kerjasama.
Jesi, gadis biang masalah itu terlihat terlihat panik dan berteriak. Rama memandangnya sekilas. Gadis menyebalkan yang dua hari lalu makan bersama dirinya itu terlihat berantakan, bukan pakaiannya tapi rambutnya. Rambut panjang terurai yang sebagian menempel di pipi karena keringat yang bercucuran. Jangan lupakan pula nafas tersengal yang jelas terlihat dari bahunya yang turun naik.
Semua orang hanya memandangnya sekilas sambil terheran tapi kemudian kembali fokus pada Rama dan rekan bisnis di depan sana.
Setelah sepakat dengan kontrak mereka, Rama masih berbincang singkat dengan sesekali melirik Jesi yang baru saja di tarik oleh Raka untuk duduk. Rama tak tau entah apa yang dibicarakan Raka dan Jesi, yang jelas tak lama setelah itu Jesi beranjak meninggalkan ruang rapat dengan wajah cemberut.
"Terimakasih atas kerjasamanya. Semoga kerjasama kita bisa menghasilkan profit yang tinggi." Ucap Rama saat mengantar rekan bisnisnya hingga lobi.
"Ayo balik ke atas. Ada yang harus kita bahas." Ajak Rama pada Raka dan Naura yang senantiasa mengikutinya.
"Gue sih oke oke aja bos. Tapi lihat tuh bumil malah duduk santai." Raka menunjuk Naura yang sedang duduk di sofa lobi yang biasa di gunakan oleh tamu untuk menunggu. Wanita hamil itu seperti biasa mengelus perut buncitnya sambil makan biskuit.
Rama dan Raka berjalan menghampiri Naura. Rama hanya menggeleng dan duduk di sofa yang terletak di hadapan naura, hanya meja kecil pemisah mereka. Sejak hamil sahabat yang kini jadi sekretarisnya memang jadi suka ngemil, padahal dulu dia sangat menjaga pola makan. Tapi sekarang, hampir tiap dua jam sekali wanita itu makan. Kadang biskuit, kadang rujak, kadang kue, permen, es krim dan masih banyak makanan lainnya. Tak jarang Rama dan Raka jadi korban Naura yang memaksa mereka untuk ikut makan, katanya sih anak di kandungannya yang minta. Meskipun tak masuk akal tapi Rama dan Raka tetap menurutinya. Bahkan pernah Raka sampai tak masuk kerja gara-gara mencret akibat dipaksa makan seblak super pedas oleh Naura. Untung saja saat itu Rama ada rapat dadakan, jika tidak bisa dipastikan dia akan mencret berjamaah dengan Raka.
Raka yang baru saja duduk di samping Naura langsung mengambil biskuit coklat yang hendak di masukan ke dalam mulut, "bagi gue lah. Laper."
"Yang manis enak kayak gini aja lo kagak bagi-bagi ke gue. Giliran yang pedes, asem lo kasih ke gue. Sampe cacing di perut gue pada mabok, mencret!" Raka tersenyum puas setelah mengunyah dan menelan makanan manis itu.
"Tapi kan itu my last biscuit, Ka. Anak gue bisa ileran." Kesal Naura.
"Besok gue beliin. Biskuit lo cuma gue makan satu, besok gue ganti sebungkus. Kalo perlu satu dus deh biar lo puas. Sekalian bisa buat stok."
"Jangan melotot gitu ntar anak lo sawan di dalam sana." Ledek Raka demi mencairkan tatapan kesal Naura.
"Serem euy. Untung aja dulu lo nolak gue, Ra. Nggak kebayang deh kalo gue jadi laki lo, abis gue kayaknya. Lo galak gitu." Imbuhnya.
"Lo juga, Wan. Untung dulu lo tolak si Naura. Kalo lo jadi lakinya Naura, gue rasa lo bakal tekanan batin punya bini kang melotot gitu." Ucapnya lagi yang langsung di hadiahi tabokan keras di bahu kiri oleh bumil yang sedang emosi.
"Terus aja terus ngusik masa lalu. Tukang melotot gini aja dulu lo cinta mati. Nguber terus nggak tau malu." Ucap Naura.
"Tapi seenggaknya gue tuh udah move on. Udah punya laki, bentar lagi punya baby. Lah kalian berdua? Yang satu jomblo abadi." Naura melirik Raka.
"Yang satu lagi ngakunya udah punya calon istri dari jaman gue nembak, tapi sampe sekarang gue udah mau punya anak aja calon istrinya belum kelihatan." Kali ini Rama yang menjadi sasarannya.
"Sama aja jomblo juga dong jadinya." Tawanya pecah. Emosi dan rasa kesalnya langsung hilang seketika setelah berhasil mengejek Rama dan Raka.
Serumit itu memang hubungan persahabatan mereka bertiga. Tak seperti cerita romansa sahabat jadi cinta, nyatanya tak ada satu pun diantara mereka yang sukses menjalin hubungan. Tak ada sahabat jadi cinta, sahabat tetap sahabat, hanya sampai di situ. Berawal dari Naura yang menaruh hati pada Rama namun harus kandas. Bukan hanya karena Rama sudah memiliki calon istri tapi karena saat itu bagi Rama, Naura sudah seperti adiknya.
Berharap menjadi obat untuk Naura yang sedang patah hati namun penolakan yang di dapatkan Raka. Bahkan dia harus menghabiskan waktu lama untuk menerima kenyataan jika Naura memilih lelaki lain.
"Udah berantemnya?" tanya Rama datar.
"Dia yang mulai tuh!" Jawab Naura.
"Lo yang mulai duluan bawa-bawa masa lalu!" Timpal Raka.
"Berantem terus kalian. Umur udah dua puluh delapan tahun tapi kelakuan seperti anak TK!" Sindir Rama yang kemudian pergi lebih dulu.
"Tunggu lah, Wan. Sekretaris lo ketinggalan nih. Gede perut dia jalannya jadi lelet." Ujar Raka kemudian beranjak menyusul Rama. Di belakangnya Naura berjalan dengan pelan.
Meski berjalan lebih dulu tapi Rama dan Raka masih menunggu di dalam lift. Menahan supaya pintu terbuka hingga Naura masuk.
"Di gass dikit dong jalannya." Ledek Raka.
"Dikira kendaraan main gass aja. Gue udah berasa begah ini, si baby berat euy." Keluh Naura sambil terus mengelus perut.
"Kasih gue asisten lah, Wan. Biar lo kalo kemana-mana ada yang ngikutin. Ya sekedar buat ikut meeting, nyatat poin-poin penting gitu. Buat kerjaan gue seperti biasa gue handle, tapi jujur kalo buat ngikutin kesana-kemari rada susah sekarang. Kalo di paksain lo malah jadi kasihan harus nunggu gue, harus ikut jalan pelan juga." Imbuhnya.
"Ya nanti gue cari dulu." Jawab Rama kemudian keluar saat lift berhenti di lantai tiga.
"Lo turun di sini?" Tanya Raka yang mengikutinya, sementara Naura memilih langsung ke lantai tujuh karena Rama melarangnya untuk ikut.
"Ada yang mesti gue urus!"
Raka mengangguk mengerti. Pasti terkait kontrak yang salah nominal tadi. Hanya salah kurang satu nol, terlihat sepele tapi berakibat fatal. Untung saja Rama teliti dan membaca ulang kontrak sebelum di tandatangani sehingga dia bisa mengoreksi kesalahan fatal itu.
"Jangan marah-marah sama si Aqua gelas, Wan. Kasihan dia, tadi aja pucat pasi gitu pas gue bilang kontraknya udah deal." Ucap Raka.
Rama tak menjawab, dia berjalan cepat menuju ruang divisi keuangan. Seperti dugaannya di dalam sana Jesi sedang di marahi habis-habisan. Gadis itu hanya menunduk sambil berulang kali mengucapkan maaf.
"Kalo semua bisa selesai dengan kata maaf, nggak ada hukum di dunia ini. Sudah berulang kali saya ingatkan untuk teliti. Teliti!" Bentak Dina.
"Kalo sudah seperti ini siapa yang akan bertanggungjawab? Gaji kamu satu tahun aja nggak bakal cukup buat ganti rugi kontak." Imbuhnya.
"Saya akan kembalikan kamu ke kampus. Kesalahan yang kami buat sangat fatal dan merugikan perusahaan." Ucap sang manager.
"Semudah itu mengkambing hitamkan anak magang atas kelalaian kalian?" Semua orang di ruangan itu terdiam mendengar ucapan Rama.
"Maaf karena kesalahan nominal di kontrak, pak. Saya akan mengajukan penandatangan ulang untuk kontrak hari ini." Ucap manager.
"Tak ada masalah dengan nilai kontraknya, sudah saya tambahkan satu nol sebelum tanda tangan tadi." Ujar Rama yang kini berdiri tak jauh dari Jesi.
"Syukurlah. Maafkan keteledoran anak magang divisi kami, pak." Ucap Dina.
"Lain kali kamu kerja yang bener. Bikin masalah aja bisanya." Sentaknya pada Jesi, merasa dirinya yang paling benar.
"Maafkan kesalahan saya, Pak." Ucap Jesi lirih.
"Semua orang pernah melakukan kesalahan. Belajar, perbaiki dan jangan diulangi." Balas Rama.
"Dan untuk kesalahan hari ini tidak seharusnya kalian menyalahkan dia. Bagaimana pun ini adalah kesalahan satu tim, kesalahan bersama. Seharusnya kamu sebagai senior memeriksa hasil pekerjaannya sebelum diserahkan. Terlebih untuk tugas seperti ini. Berhenti merasa diri sendiri paling benar dengan melimpahkan semua kesalahan pada orang lain." Ucap Rama yang membuat Dina, manager dan semua anggota divisi keuangan terdiam.
"Kamu ikut saya!" Imbuhnya seraya menatap Jesi.
Setelah Rama, Raka dan Jesi berjalan keluar, Dina hanya bisa menatapnya sembari mengepalkan kedua tangan. Sengaja dia memberikan nominal yang salah pada kontrak yang sudan ia revisi supaya bisa mengeluarkan Jesi dari perusahaan nyatanya gagal. Melihat Jesi yang mudah akrab dengan Rama membuatnya kesal, kenapa gadis yang selalu membuat masalah itu bisa dekat dengan Rama, sementara dia yang selalu sempurna dalam pekerjaan sama sekali tak mendapat perhatian. Mendapati Jesi makan di warung tenda dengan Rama membuatnya geram dan ingin melenyapkan gadis itu dari perusahaan.
To be continue....
jangan pelit-pelit tekan jempol, love, sama tinggalin komentarnya supaya aku makin semangat.