bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 22
"denger-denger ada siswa baru pindahan dari luar di tahun ajaran baru nanti, katanya sih bakalan masuk ke kelas A"
"ah masa? ganteng gak?"
"gak tau, tapi katanya sih setengah bule gitu"
"wah.. tipe gue banget tuh blasteran, btw siapa namanya"
"gak tau sih, gak ada yang tau siapa namanya"
gosip-gosip itu sudah menyebar keseluruh pelosok sekolah. beberapa hari ini siswi sibuk dengan gosip 'siswa baru blasteran' yang entah mereka dapat topik itu dari mana.
"Lan, liburan nanti lo ada rencana kemana?" tanya Jinan antusias
"kerja" jawab Alana singkat, ini kesempatan untuknya mendapat uang lebih banyak tidak akan disia-siakan nya hanya untuk bermalas-malasan
"cih, main kek sesekali, kita juga butuh hiburan cok.. ayo dong kita liburan" ajak Jinan yang merasa Alana cukup membosankan
"gue gak mau sia-siain waktu gue, pokonya libur ini gue mau fokus menuhin tabungan lagi!" semangat Alana meluap
"gue sama Jinan mau liburan kebali, sama Gilang juga si masa lo gak ikut? gak seru banget deh" celetuk Nata juga
"iya nih, lo juga harus ikut gue gak mau jomblo sendiri masa gue jadi lalat di antara mereka" gerutu Gilang sambil merengek
"lo kan buaya, soal cewe mah urusan gampang kan buat lo, tuh si Ita, Tania, Sella, Dania mereka masih pacar lo kan? udah deh jangan sok sedih! kali ini gue punya target, dan gue harus bisa mencapai target ini!!" ucap Alana, semangat di matanya membuat Gilang urungkan niat marah karena sendirian menusuk nya
"saking banyaknya sampe gak tau harus ajakin yang mana haha" tawa Jinan mengejek
"huff.. padahal gue pengen liburan ini makin seru bareng lo Lan, soal kerjaan mah lo gak harus khawatir! tapi ya udah lah.." lesu Gilang
sebenarnya Nata penasaran dengan target yang Lana maksut, tapi dia mau bertanya karena dia tau Alana tidak akan menjawabnya sampai target itu tercapai, setahun berteman dengan Alana termasuk Jinan membuatnya sedikit memahami sifat mereka
"gue penasaran deh, mereka kok bisa ya tiap hari dapet gosip hot, akarnya dari mana si? sampe murid baru aja yang belum tentu bener gaknya bakalan pindah aja mereka tau" gumam Nata yang sejak tadi telinganya menyedot ucapan-ucapan dari sekitar
"lo gak tau kekuatan cewek tu kayak gimana, kalo soal gosip kami para cewek punya mulut, telinga dan mata yang canggih melebihi barang elektronik tau!" jawab Jinan bangga
"yaa.. gak heran sih tapi tetep aja penasaran"
mereka terus berbincang hingga bel masuk kelas berbunyi, mereka berpisah di kantin. Jinan terus membujuk Alana untuk ikut liburan bersamanya nanti, ujian juga di mulai dua hari lagi tapi Jinan sudah sibuk mau menyiapkan tentang liburan
melewati kelas 10 A, Alana sempat melirik Aluna yang terdiam di tempat duduknya. Aluna terdiam menatap ke bawah, entah apa yang membuatnya terlihat gelisah Alana tidak ingin tau, dia harus menjauh dan langkah yang harus di ambilnya adalah dengan mengabaikan Aluna, meski merasa dirinya cukup jahat tapi Alana tetap akan berusaha dan tidak merubah keputusannya
.
.
Ujian kenaikan kelas ini selalu membuat Alana semangat, meski dia tidak akan pernah pindah ke kelas A, dia tetap semangat dia tidak peduli dengan dikelas mana dia akan duduk Alana hanya peduli dengan pengetahuan dan nilainya sendiri
'sejauh apapun Ayah melemparku untuk tidak berkembang, kakiku masih bisa bangkit, dan otakku juga tidak akan berhenti jadi selama aku masih bernafas bahkan jika Ayah menghalangiku dengan segala cara aku tidak akan berhenti, anggap saja Ayah sedang mengujiku.. Ayah, Lana ingin Ayah lihat betapa gigihnya Lana dalam menentang Ayah! pertempuran ini biar Lana mulai sejak saat ini!' batin Alana melihat soal ujian di depannya
'target itu.. Alana akan gapai sendiri tanpa bantuan siapapun dengan begitu bahkan Ayah tidak punya hak menentang keputusan Lana, Ayah.. mulai sekarang Lana akan fokus dengan diri Lana sendiri! anggap saja Ayah benar-benar tak punya putri seperti Alana' lanjutnya menarik nafas panjang dan mulai menjawab satu persatu soal di kertas itu
di kelas nya, Lana terkenal paling pintar. Lana tidak menyangkalnya karena dia percaya dengan kemampuannya sendiri. sebelumnya Alana terpaksa merelakan jika dia harus di taruh di kelas ini dengan alasan tidak masuk akal Ayahnya tapi sekarang Alana cukup senang karena di kelas ini setidaknya dia mendapat ketenangan, meski tidak sepenuhnya.
'Ayah.. Lana akan jadi pemberontak untuk Ayah! maaf.. tapi ini keputusan Lana, Lana tidak mau menerima pukulan Ayah lagi setelah ini! Lana akan berjuang buat hidup Lana meski harus jadi penjahat di mata Ayah.. sebelumnya Lana selalu menerima pukulan dari Ayah, tapi sekarang Lana gak akan biarin tubuh Lana terluka lagi.. maaf tapi mulai sekarang Ayah akan sedikit menderita karena harus rindu untuk melukai Lana, hehe...'
Lana terus berbicara dengan dirinya sendiri dalam batin, ujian berlangsung dengan keheningan kelas yang sangat Lana sukai, pengawas saat ini adalah pak Mika, Lana menyelesaikan ujiannya dengan cepat meski ada yang lebih cepat darinya. Jinan masih berkutik dengan kertas ujiannya, Alana salut dengan keteguhan Jinan yang selalu menghargai usahanya sendiri, dalam kamus hidup Jinan tidak ada kata nyontek dia selalu berusaha untuk mendapat hasil terbaiknya
"Nan, gue tunggu di luar ya" bisik Alana, Jinan mengangguk, sudah biasa baginya di tinggal Alana keluar lebih dulu
"Lana"
Alana memutar kepalanya mencari sosok dari suara familiar yang memanggilnya. Lingga?
"boleh gue duduk di samping lo?" tanya Lingga, Lana hanya mengangguk tanpa kata
untung sekeliling masih sepi karena ujian, hanya beberapa orang yang sudah keluar kelas tapi itupun mereka tidak di tempat yang sama dengan Alana, ini tempat biasa Alana menunggu Jinan di kursi bawah pohon mangga tepatnya di samping lapangan basket
"gimana kabar lo?" tanya Lingga
"gue selalu baik" jawab Alana, mereka bicara tanpa saling melihat satu sama lain
" 'selalu'? luka punggung lo kering kan?" tanya Lingga lagi, Alana terdiam tak menjawab. memang sudah hampir tiga minggu ini Alana tidak mendapat pukulan dari Ayahnya bahkan rumah semakin sunyi dari biasanya, jika sebelumnya rumah sedikit bising karena hinaan abang-abangnya dan juga amarah tanpa sebab Ayahnya di tiga minggu ini hal itu tidak terjadi Alana juga cukup tenang mengerjakan pekerjaan nya tanpa kendala meski sesekali harus menghadapi keadaan canggung saat Aidan menghampiri nya
"gue gak maksa lo buat jawab, lagian gue juga cuma basa basi, gue cuma mau duduk" ucap Lingga setelah terdiam beberapa menit
"gue boleh nanya? kali ini gue gak basa basi" lanjutnya
"ini tujuan lo kesini kan?" tanya balik Alana
"iya" jawab Lingga tidak membantah
"apa?" tanya Lana, menanyakan apa yang akan Lingga tanyakan padanya
"alasan lo bertahan di rumah itu... bukan karena lo hobi di siksa kan?"
"..... "
Alana terdiam mendengar pertanyaan Lingga yang cukup.. absurd di telinganya
"mahluk gila mana yang hobi di siksa? lo gak beneran anggap gue sikopet gitu kan?" Alana cukup heran dan sedikit kesal dengan pertanyaan Lingga
"untuk menjinakkan serigala kamu tidak harus masuk kesarangnya, karena kamu cuma akan berakhir menjadi mangsanya"
Alana tertegun dengan Kata-kata Lingga, Alana terdiam entah apa maksud Lingga yang tiba-tiba datang dan memberinya nasihat seperti itu
"sorry, maksut gue 'Lo', dan yah.. jadi diri sendiri itu gak buruk" lanjut Gilang
dari jauh Aluna menatap penuh dendam kearah mereka. karena tempatnya yang sangat jauh Luna tak tau apa yang mereka bicarakan namun melihat mereka duduk berdua di kursi yang sama membuatnya kesal dan cemburu
"kenapa? kenapa kak Lingga ngasih gue nasihat?" tanya Alana mencoba membuang muka
Kalingga tidak menjawab apapun, dia tetap diam dan menatap lurus kedepan. Alana yang tidak mendapat jawaban itupun ikut diam
'gue khawatir... sama lo' batin Lingga, wajahnya yang datar membuatnya sulit di tebak