menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Untuk beberapa saat Tommy hanya memandangi Lilia dari jendela koridor, mata Tommy yang gelap memperhatikan setiap gerakan kecil yang gadis itu lakukan, bagaimana saat jari-jari mungil dan ramping itu menekan bibirnya yang kecil dan lembut, bagaimana cara gadis itu duduk dengan tenang menatap ke luar jendela.
Terkadang ada perasaan aneh yang muncul di dalam hatinya saat ia melit Lilia sedang termenung sendirian seperti itu. Mungkin gadis itu terlihat manis?
"Dia manis juga," gumam Tommy pelan, hampir tak menyadari bawah ia bicara pada dirinya sendiri.
Setelah beberapa detik menimbang-nimbang, Tommy akhirnya menguatkan hatinya. Dengan langkah sedikit canggung namun tetap percaya diri, ia menghampiri Lilia.
"Hei, Imut. Maksudku..." Tommy tersenyum gugup, sambil mengusap tengkuknya, mencoba terlihat santai meski jelas-jelas tidak. "Maaf, soal yang tadi pagi... Anak-anak gengku sudah keterlaluan," lanjutnya, kini menggaruk belakang lehernya dengan gerakan yang berlebihan.
Lilia mengalihkan pandangannya, lalu tersenyum cerah seperti tidak ada yang terjadi. "Tidak apa-apa, tapi... Teman-teman Senior seru juga."
Mendengar itu, Tommy langsung menghela napas lega, seolah baru saja di selamatkan dari sidang pengadilan. "Baguslah, aku pikir kau akan marah."
Namun, tanpa di duga, Lilia tiba-tiba memiringkan kepalanya dan memanggil, "Senior,"
Tommy mengangguk, "Ya?"
"Em... Senior pasti sudah pernah pacaran, kan?"
"HAH?!" Tommy nyaris tersedak udara. Pertanyaan itu seperti petir di siang bolong. "Kenapa tiba-tiba kau tanya itu?"
"Tidak apa-apa, Lilia hanya bertanya." Gadis itu menjawab dengan nada polos, tapi pandangannya tiba-tiba berubah sayu, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Tommy mengernyitkan alis, rasa penasarannya mulai menyelinap di hatinya. "Ada apa?"
"Senior," lanjut Lilia pelan, "apa orang yang sedang pacaran itu memang biasa berciuman?" tanya Lilia.
"Fffrrtt!!" Tommy langsung terbatuk-batuk keras, menutupi mulutnya sambil melirik ke kanan-kiri, memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Kenapa tiba-tiba kau tanya itu?! Ya, memang terkadang orang yang pacaran memang berciuman." Jawabnya setengah tergagap, wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
Lalu Lilia menatapnya lekat-lekat, membuat Tommy semakin sala tingkah.
"A-apa?!" Ia nyaris mundur selangkah.
"meski tidak bilang cinta?" tanya Lilia dengan nada serius, membuat Tommy membeku di tempat.
"Hah?! Apa maksudmu?"
"Tidak ada orang pacaran tidak bilang cinta dan main ciuman saja, Imut!!" kata Tommy setelah akhirnya berhasil memproses pertanyaan itu. "Kalau kau di cium tanpa ada hubungan spesial, itu namanya pelecehan tahu!" serunya, berusaha terdengar bijak meski nadanya lebih seperti orang panik.
"Hoo..." Lilia mengangguk kecil sambil menatap lurus ke arahnya, ekspresinya masih penuh dengan rasa ingin tahu. "Termasuk senior tadi pagi, saat peluk Lilia itu?"
"Te-tentu saja tidak!!! Itu kecelakaan!!" Tommy hampir melompat saking terkejutnya. "Memangnya kenapa? Apa ada orang yang kau sukai?" tanya Tommy dengan nada penasaran, berharap jawaban Lilia bisa mengalihkan topik pembicaraan.
Lilia menggeleng pelan, lalu tiba-tiba berkata dengan polosnya, "Lilia tidak tahu... Hanya saja... Lilia... Menerima ciuman dari orang itu di sini." kata Lilia dengan polonya, sambil menunjuk bibinya.
Tommy terpaku. Rahangnya menganga lebar, cukup untuk menelan lalat jika ada.
"Dengar juniorku!" serunya setelah berhasil mengumpulkan pikirannya yang tercerai-berai. "Seperti yang kakak senior mu ini katakan, jika kau tidak pacaran atau bertunangan dan kau di cium MAKA itu namanya pelecehan!!"
Namun, wajah Lilia tetap serius. "Tapi... kalau dia tidak bilang cinta, bagaimana bisa tahu itu pelecehan atau tidak?"
Tommy terdiam, berusaha mencari jawaban, tapi malah berakhir menepuk dahinya sendiri. "Astaga! Kau harus benar-benar bicara dengan wali kelasmu soal pendidikan moral!" gerutunya membuat Lilia tertawa kecil.
"Tapi, serius, Imut! Apa ada orang yang menciummu?" tanya Tommy penasaran, namun di balik rasa penasaran itu ada sesuatu yang menganggu di sudut hati Tommy. Mungkin itu rasa cemburu?
Lilia tidak langsung menjawab ada jeda diantara mereka, sebelum akhirnya Lilia hanya mengangguk pelan, pandangannya jatuh pada tangannya yang kini menggenggam erat ujung rok sekolahnya.
Seketika, perasaan itu kembali muncul, perasaan yang selama ini Tommy sembunyikan, rasa itu mulai merayap di dadanya semakin mencekiknya.
Nafasnya tercekat, hanya karena sebuah anggukan polos gadis itu, mengetahui seseorang telah mendahului perasaanya pada gadis itu.
"Katakan, siapa orang itu, Lilia?" tanya Tommy datar. Ia tak bisa menyangkal lagi rasa cemburunya.
Lilia masih menunduk seolah tak ingin mengatakannya. "Dengar! Kau bisa cerita apapun badanku, setidaknya aku bisa membantumu." lanjut Tommy, kali ini katanya lebih lembut.
"Lilia, tidak tahu harus mulai darimana, tapi..." Kata Lilia, tampak jelas ada keraguan di dalam kata-kata gadis itu.
"Tidak apa-apa jika kau tidak ingin mengatakannya." Tommy meliat keraguan di mata gadis itu, lalu ia bangkit berdiri, dengan senyum cerah Tommy mengacak-acak rambut Lilia. "Kau ini... Benar-benar polos. Tapi aku suka." lanjutnya sambil tersenyum hangat. Namun di balik kehangatan dan senyum cerah yang Tommy tunjukan pada Lilia, ada sesuatu yang engan ia akui di dalam hatinya.
Bahwa ia menyukai gadis mungil di hadapannya ini. meski begitu Tommy tahu ia tak bisa begitu saja mengungkapkan perasaanya yang sudah lama ia pendam dalam-dalam.
sesaat, Lilia terdiam matanya tertuju pada wajah Tommy yang terlihat tulus, Lilia merasakan hangat di hatinya. Tommy, pemuda yang selalu bersamanya dari ia SD bahakan hingga saat ini selalu menjadi figur seorang kakak bangi Lilia, kakak yang selalu melindunginya.
Namun, satu hal yang tidak Lilia sadari kalau Tommy menyimpan perasaan lebih dari sekedar seorang kakak padanya.
...~o0o~...
Sementara itu, di kantor Aldebaran. Ia duduk di ruang kerjanya yang luas dan mewah, ruangan itu luas dengan lantai marmer dengan jendela-jendela kaca yang besar. Aldebaran duduk di meja kerjanya yang di lapisi kaca hitam mengkilap di atasnya, matanya fokus pada layar monitor yang memperlihatkan angka-angka.
Jarinya mengetik dengan gerakan yang teratur, sesekali ia jari-jarinya berhenti mengetik sebelum kembali melanjutkan mengetik.
Tampak jelas wajahnya gelisah, pikirannya kembali melayang ke kejadian tadi pagi, di mana ia dengan penuh keinginan dan nafsu primitif dia mencium Lilia Putri angkatnya, ciuman yang tak seharusnya terjadi di antara mereka.
Aldebaran masih merasakan dengan jelas bagaimana rasa manis bibir gadis itu masih melekat di bibirnya. Aldebaran bersandar pada di kursi kulit di meja kerjanya yang mewah.
"Sial! Aku tidak bisa melupakannya..." geram Aldebaran, ia mengusap wajahnya dengan kasar, ia mencoba menenangkan perasaannya yang bergejolak.
Aldebaran masih mengingat bagaimana tubuh mungil Lilia gemetar di bawah sentuhannya, bagaimana ciuman malu-malu gadis itu di bawah bibirnya, sensasi yang tidak bisa Aldebaran lupakan, bagaimana reaksi polos gadis itu saat merespon setiap sentuhannya yang menuntut pada tubuh mungil dan ramping gadis itu.
Bersambung.....
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️