Marsha Calloway terjebak dalam pernikahan yang seharusnya bukan miliknya—menggantikan kakaknya yang kabur demi menyelamatkan keluarga. Sean Harris, suaminya, pria kaya penuh misteri, memilihnya tanpa alasan yang jelas.
Namun, saat benih cinta mulai tumbuh, rahasia kelam terungkap. Dendam masa lalu, persaingan bisnis yang brutal, dan ancaman yang mengintai di setiap sudut menjadikan pernikahan mereka lebih berbahaya dari dugaan.
Siapa sebenarnya Sean? Dan apakah cinta cukup untuk bertahan ketika nyawa menjadi taruhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayyun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saat Sean Menemukan Marsha
Tidak butuh waktu lama setelah menerima informasi yang sangat berharga, tim pengawal Sean akhirnya berhasil menemukan lokasi Marsha. Sean tidak menunggu lagi. Tanpa ragu, ia langsung memerintahkan agar mobil yang sudah disiapkan bergegas menuju tempat tersebut.
Perjalanan yang penuh ketegangan itu terasa lebih cepat dari yang diperkirakan, namun setiap detik yang berlalu hanya menambah rasa cemas di dada Sean. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan pikirannya, meskipun hatinya terasa semakin berat. Marsha... Marsha ada di sana, di suatu tempat yang tak diketahui dengan jelas, dan ia tidak bisa membiarkan waktu lebih lama terbuang.
Begitu tiba di lokasi, suasana terasa hening dan gelap. Sean memerintahkan mobilnya untuk berhenti beberapa meter dari pintu masuk. Ia berbisik pada pengawalnya untuk tetap siaga dan bergerak dengan hati-hati. Sebuah operasi pencarian diam-diam dimulai. Namun, situasi yang awalnya penuh kehati-hatian segera berubah menjadi kekacauan.
Ketika mereka mendekati pintu masuk, beberapa pria yang tampaknya adalah kaki tangan para penculik langsung menyerang. Terjadilah perkelahian sengit, suara tembakan terdengar menggelegar, mengisi ruang malam yang sunyi. Sean, yang sudah terbiasa dengan bahaya, bergerak sigap, melawan setiap orang yang mencoba menghalanginya. Namun, di tengah kekacauan itu, satu pria berhasil melarikan diri—tetapi seorang pengawal Sean berhasil menangkap tangan kanannya.
"Sekarang!" Sean berteriak. "Pastikan kita menemukan Marsha!"
Ia tidak memberi waktu untuk beristirahat. Dalam kondisi penuh ketegangan dan rasa takut yang menggebu, Sean terus berlari dengan cepat, menembus kegelapan malam yang menakutkan. Setiap langkah yang ia ambil terasa semakin mendekat pada kenyataan yang begitu mengerikan, namun ia tak peduli. Yang terpenting sekarang adalah Marsha. Marsha yang telah ia cintai dengan seluruh hatinya.
Matanya terfokus tajam pada setiap sudut yang ia lewati, mencari keberadaan Marsha. Dan akhirnya, di sudut yang gelap, ia melihatnya. Marsha—istrinya—tergeletak begitu saja di sebuah kursi kayu tua, dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Kakinya terikat dengan kuat, tubuhnya lemah, dan ia tampak sangat tidak berdaya.
Marsha... Marsha yang dulu penuh semangat, yang mulai menjadi cahaya dalam hidupnya, kini hanya terlihat seperti bayangan yang hilang. Pakaian atasnya hanya menyisakan pakaian dalam yang tipis, nyaris robek, dengan bagian tubuhnya yang terekspos. Rok yang ia kenakan digunting hingga pahanya terlihat jelas. Semua itu membuat Sean merasa seolah ada pisau tajam yang menusuk hatinya, menghancurkan segala yang ia rasakan.
"Marsha!" Sean berlari ke arahnya dengan langkah cepat, suaranya penuh kepanikan. Ia berhenti hanya beberapa inci dari tubuh istrinya, matanya liar mencari sosok yang bertanggung jawab atas semua ini.
Dengan cepat, ia menanggalkan jasnya dan meletakkannya dengan lembut di tubuh Marsha, menutupi tubuhnya yang terbuka. Wajah Sean tampak sangat tegang, cemas, dan marah. Tangannya gemetar saat membebaskan ikatan pada tangan Marsha. Ia bisa merasakan betapa tubuh istrinya begitu kaku, seolah-olah Marsha masih dalam ketakutan yang dalam.
Begitu ikatan terlepas, Sean langsung menarik Marsha ke dalam pelukannya. Ia menggertakkan giginya, tidak bisa menahan emosi yang meluap-luap. "Marsha," bisiknya pelan. "Aku minta maaf... Aku terlambat. Aku janji, nggak akan ada yang sakiti kamu lagi."
Marsha membuka matanya perlahan. Wajahnya pucat, namun ada sedikit kelegaan yang terlihat dalam pandangannya ketika ia merasakan sentuhan Sean. Ia menatap suaminya, matanya berkaca-kaca, meskipun masih terlihat sangat lelah dan rapuh. "Sean..." suaranya bergetar, penuh kelembutan. "Aku takut... aku sangat takut."
Sean memeluk Marsha lebih erat, berusaha memberikan rasa aman yang ia bisa. “Kamu nggak perlu takut lagi, Marsha. Mereka semua akan aku bayar dengan harga yang sangat mahal,” katanya dengan suara yang penuh amarah. Ia menatap orang-orang yang menyiksa Marsha, seolah hendak membakar mereka hidup-hidup dengan tatapan tajamnya.
Marsha mengangguk pelan, meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Ia bisa merasakan kenyamanan dalam pelukan Sean, namun hatinya masih terasa hancur. "Aku hanya mau pulang... aku mau kembali ke rumah kita," bisiknya.
Sean menarik napas dalam-dalam. Ia tidak bisa membiarkan perasaan ini menguasainya. Ia harus tetap kuat, untuk Marsha. "Kita akan pulang. Semua ini akan berakhir sekarang juga."
Dengan hati-hati, Sean membantu Marsha berdiri. Ia berjalan hati-hati, memastikan Marsha tetap aman dalam pelukannya. Ia tahu ini adalah awal dari perjalanan panjang untuk membuat mereka kembali hidup bersama, jauh dari ancaman dan kekerasan. Tetapi Sean berjanji dalam hatinya, kali ini ia tidak akan membiarkan siapapun melukai Marsha lagi. Tidak peduli seberapa besar tantangan yang harus ia hadapi, ia akan melindunginya dengan segala yang ia miliki.
...***...