NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 19

"Tunggu!" teriak Jeane.

    "Ada apa lagi?" Antonio menunda langkahnya dan menoleh kembali kepada Jeane yang masih duduk di tanah.

    "Ke mana kalian akan membawaku?"

    "Besok?" Antonio memandang sejenak kepada Jeane, kemudian berpaling ke barat. "Naik ke sana."

    Jeane memutar kepalanya dan matanya menangkap nyala ujung sigaret itu, mengingatkan kepadanya betapa dekat posisi pemimpin gerombolan itu dengan mereka. Jeane kini mengarahkan pandangannya ke jajaran pegunungan Pyrenees yang tampak gelap dan tinggi.

    "Naik ke pegunungan?" tanya Jeane dan ia melihat pria itu mengangguk.

    "Lalu dengan cara bagaimana kalian akan menghubungi ayahku?" tanyanya lagi. Untuk pertama kalinya ia merasakan ketakutan bahwa mereka tidak akan pernah memperkenankannya pergi"

    "Nanti akan ada jalan."

    "Apa yang akan kalian lakukan denganku bila telah menerima uang tebusan itu?"

    "Bukan aku yang memutuskan," kata Antonio sambil menggelengkan kepala, seolah tidak acuh terhadap nasib Jeane.

    "Oh ya? Tentu dia yang akan memutuskan." Dengan sentakan kepalanya, Jeane menunjuk pada pria yang berdiri tanpa bicara beberapa meter jauhnya dari mereka berdua. "Apakah kau akan melompat dan menari pada apa saja yang dikatakannya, atau....... kau akan bertanya dulu berapa tinggi kau harus melompat dan berapa lama kau harus menari?" tanya Jeane dengan nada pedas.

    "Ah kau ini terlalu banyak bicara," kata Antonio. Ada nada ketidak sabaran dalam suara Antonio, menunjukkan bahwa dia tidak kebal terhadap kalimat kalimat yang dilontarkan Jeane. Antonio mengulurkan tangannya hendak membantu Jeane berdiri. "Ayo, ini sudah malam dan sudah waktunya kita untuk tidur."

    Jeane sudah mengulurkan tangannya pula, tetapi kalimat terakhir pria itu menghentikan gerakannya. Tangan Jeane mengapung di udara, hanya beberapa inchi dari telapak tangan Antonio.

    "Kita?" Jeane mengulangi, setiap sarafnya seketika menegang.

    "Malam ini kau akan tidur denganku," Antonio mengangguk.

    Rasa marah seakan akan menimbulkan kabut merah di hadapan mata Jeane. Jeane telah meminta pertolongan pada pria itu, mengungkapkan ketakutan dan kekuatiran akan hal yang mungkin terjadi padanya dalam gelapnya malam.

    Apakah pria itu mengira bahwa Jeane tidak akan melawan? Apakah karena dia seorang Amerika dan telah ngobrol dengannya lalu dia mengira bahwa tawanan mereka akan bersyukur kalau pria itu, bukan yang lain, yang menguasai dirinya malam ini?

    Lengan Antonio yang diulurkan itu menyingkap jaket kusamnya. Dalam penerangan yang samar samar, Jeane melihat gagang belati berkilat yang tersimpan dalam sarung yang terselip pada ikat pinggangnya. Tutup sarung pisau itu memang tidak dikancingkan.....

    Dengan berpura pura menyerah, Jeane memegang tangan Antonio dengan menggunakan tangan kirinya dan membiarkan pria itu menyeret dirinya berdiri. Dengan berpura pura terhuyung ke depan, menggunakan tangan kanannya yang bebas, Jeane menyambar pisau belati itu dan mencabutnya dari sarungnya, sebelum Antonio menyadari perbuatan Jeane. Jeane meronta melepaskan tangan kirinya dari tangan Antonio dan melangkah mundur. Pisau itu berkilat kilat mengancam diterangi nyala api yang tersisa.

    "Jangan sentuh aku," Jeane mendesis.

    "Kau tolol! Kembalikan pisau itu, Antonio membentak dengan suara rendah dan marah

    "Kalau kau berani mendekat, akan kubu......." jerit kesakitan terlepas dari mulut Jeane.

    Dari belakang, cengkeraman sekeras baja melingkari pergelangan tangannya. Memelintirnya hingga pisau itu terlepas dari jari jari tangannya. Tangannya terasa lumpuh. Seketika itu juga, Jeane disentak berputar dan lengannya ditekuk tingi tinggi di tengah punggungnya, sementara badannya ditahan pada dada kekar seorang pria. Jari jari tangan yang lain dari pria itu menyambar rambutnya. Ia dijambak hingga kepalanya tersentak ke belakang.

Mulutnya terbuka menyuarakan engahan kesakitan, sedangkan matanya membelalak lebar memandang ke dalam sepasang mata hitam kelam, wajah pemimpin gerombolan itu. Batu bara hitam itu berkilat kilat seperti hendak membakar mata Jeane, kemudian turun ke atas pipi dan menuju bibirnya. Bibir yang gemetaran.

    Jeane mengira bahwa setiap saat, mulut bergaris kejam itu akan mendarat dan menyerbu mulutnya sendiri. Setiap serat saraf tubuhnya yang berdenyut merasakan garangnya ciuman itu, padahal pria itu sama sekali tidak melakukannya. Sedangkan pikiran Jeane sudah gaduh oleh kayalan nya sendiri.

    Sekasar ia dibanting pada dada pria itu, sekasar itu pula ia didorong, sehingga dengan terhuyung huyung Jeane akhirnya roboh ke tanah. Pemimpin gerombolan itu membungkuk dan memungut tali yang tadi dipergunakan untuk mengikat ke dua tangan Jeane.Tanpa sepatah katapun dilemparkannya tali itu kepada Antonio sambil membentakkan suatu perintah dalam bahasa Spanyol.

    Mulut Antonio tertutup rapat dan geram ketika ia mulai mengikat lagi ke dua tangan Jeane. "Manusia bodoh, goblok," geram Antonio. "Mengapa kau melakukan perbuatan nekat seperti tadi?"

    "Aku akan melakukannya lagi," kata Jeane dengan tandas, tetapi mulutnya gemetar.

    "Ia mengetahui niatmu,"

    Ketika Antonio menegakkan punggung, selembar selimut dilontarkan oleh pemimpin gerombolan itu kepada Jeane disertai serentetan kata kata dalam bahasa Spanyol. Jeane ingin menyembunyikan dirinya ke dalam selimut itu, tetapi ia tidak mampu mengalihkan padangan matanya dari pria jangkung yang masih mengamatinya.

    Antonio berjalan pergi dan kembali dalam beberapa menit, meletakkan pelananya di samping Jeane. Setelah menggelar selimutnya, Antonio berbaring di atas tanah di samping Jeane dan menarik satu sisi selimut itu menutupi dirinya, memiringkan topinya dan meletakkan kepala di atas pelana itu.

    "Pergunakan waktumu untuk tidur senyampang kau masih mendapatkan kesempatan, nyonya Beaufort. Esok akan merupakan hari yang panjang dan berat," Antonio berkata dingin. "Akan ada seseorang yang berjaga sepanjang malam, dan aku sendiri mudah terbangun dari tidurku."

    Dengan menahan isak kekalahan, Jeane mengawasi pria jangkung itu membawa piring piring dan mug mug mereka ke api, kemudian kembali dan berdiri beberapa meter dari tempatnya dan Antonio berbaring.

    Api geretan menyala, dilindungi sepasang tangan, untuk menyalakan sebatang rokok. Lalu gelap. Jeane tidak bisa melihat jelas sosok pria itu. Tapi ia tahu bahwa pria itu masih berdiri di situ, berjaga.

    Tidak ada perasaan aman dan lega bahwa Antonio berbaring dan cuma berbaring di sampingnya, tidak memaksakan diri kepadanya. Jeane masih gemetar karena sepasang lengan berbeda yang sebelumnya mengurung dirinya dengan kencang. Walaupun memejamkan mata, Jeane tidak yakin bahwa kantuk akan datang kepadanya.

    Tali yang mengikat ke dua pergelangan tangannya itu terasa mengganggu dan menyakiti kulitnya. Di bawahnya adalah tanah keras yang seperti menonjok nonjok otot ototnya yang kaku, terasa ngilu dan pegal.

    Bertahan hidup, pikir Jeane.... dan oh, betapa inginnya ia tertawa. Menertawakan nasib yang mempermainkannya.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!