Xiao Yuen sang putra mahkota kerajaan Hindipura, yang dianggap sampah lantaran memiliki Dantian yang cacat semenjak lahir, setiap saat, mendapat hinaan dan siksaan dari pangeran Gumantri saudara tiri nya.
Hingga pada suatu hari, seorang pertapa tua mengajak nya pergi ke Negeri seberang untuk mencari keberadaan ayah nya.
Bertemulah dia dengan ayah nya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dara Kecil yang Sombong.
Sementara itu, pada siang hari itu, nampak Xiao Yuen masih melesat berlompatan diantara dahan dahan pohon tidak jauh dari jalan raya sendirian.
Hingga menjelang siang hari, dia berhenti di sebuah lembah yang sangat subur, dengan sebuah sungai kecil mengalir di tengah tengah lembah itu.
Sungai kecil itu tidak dalam, air nya dangkal dengan batu batu besar berserakan di dasar nya.
Seekor kelinci gemuk berlompatan dari semak semak, kearah sungai, lalu meminum air di pinggir sungai kecil itu.
"Sret!" ....
"Plok!" ....
Dengan sebutir batu sebesar ibu jari, Xiao Yuen berhasil membuat kelinci itu koit.
Namun baru saja Xiao Yuen bermaksud mengambil bangkai kelinci itu, tiba tiba dari arah tebing terdengar bentakan nyaring.
"Hei! Pencuri kecil tengik!, kau mencuri kelinci ku!" .....
Bersamaan dengan seruan itu, terlihat seorang anak dara cantik berbaju merah, berusia sebaya dengan nya, melompat dari arah tebing menuju ke arah bangkai kelinci itu.
"Pencuri?, hei nona pengakuan ngaku, sejak kapan kau memelihara kelinci ini?, apa kau hantu alas yang bertugas memelihara kawanan satwa di hutan ini?, pantesan mirip!" sahut Xiao Yuen kurang suka dituduh pencuri kelinci, karena sejak kecil, dia memang di didik oleh ibundanya agar berjiwa jujur dan ksatria.
"Heh anak idiot!, malah mengatai orang macam macam, kelinci itu kepunyaan ku, aku yang mendapatkan nya!" bentak dara kecil yang cantik itu sambil menghentakkan kaki nya.
"Heleh!, mengaku ngaku saja kau, jelas jelas aku yang melempar kelinci ini dengan batu!" ucap Xiao Yuen tak mau kalah.
"Aku yang melempar nya!, bukan kau tolol!" seru dara kecil itu bersikeras tak mau kalah.
"Dasar gadis cantik pembohong!, jelas jelas aku yang membunuh kelinci itu dengan lemparan batu, bukan kau, kau justru baru datang saat kelinci itu sudah mati!" teriak Xiao Yuen marah.
"Anak bodoh!, memang aku yang membunuh kelinci itu dari dalam semak semak itu, bukan kau, kau hanya mengaku ngaku saja!" sumpah serapah dara kecil yang cantik itu keluar seperti air bah.
Xiao Yuen menatap kearah dara itu dengan tajam, dia sangat tidak suka dengan sumpah serapah yang keluar dari mulut dara kecil itu.
"Hei hantu hutan!, kau pikir aku kelaparan seperti mu?, sehingga menginginkan milik orang lain?, nih ambil, aku bisa mencari binatang buruan lain nya!" ujar Xiao Yuen sambil melemparkan bangkai kelinci itu pada dara kecil berbaju merah tadi, seraya meng ngeloyor meninggalkan tempat itu.
"Hei anak idiot!, tunggu dulu, aku belum memberikan pelajaran kepada mu, aku ingin menampar mulut mu yang tajam itu!" bentak dara kecil itu melompat kearah depan Xiao Yuen, sambil melancarkan serangan nya.
Dara kecil itu terkejut bukan main, saat kedua tangan nya berbenturan dengan tangan Xiao Yuen, dia merasa seperti pergelangan tangan nya akan remuk, seolah olah tangan nya membentur batang besi baja.
Namun watak nya yang keras, membuat, dia menutupi rasa sakit tangan nya dengan gerakan gerakan silat yang gesit dan aneh.
Tetapi gerakan dari Xiao Yuen justru lebih aneh lagi, seolah olah setiap gerakan nya selalu mengancam titik maut lawan nya.
Tanpa sepengetahuan dari kedua anak itu, tidak jauh dari tempat mereka bertarung, tepat diatas batu besar di tengah sungai kecil itu, duduk seorang pria tua berbaju putih, berjenggot dan berkumis panjang yang semua nya putih pula, memperhatikan kedua nya dengan seksama.
Meskipun gerakan dari dara kecil itu sangat ringan dan lincah, namun sangat jelas sekali jika dia terdesak hebat oleh gerakan dari Xiao Yuen.
"Hentikan!" ....
Tiba tiba terdengar suara pria tua itu menggema, meskipun mulut nya tidak terlihat bergerak.
Xiao Yuen dan dara kecil itu serentak menghentikan serangan nya.
"Than Niu!, apa yang terjadi?" tanya pria tua itu.
"Dia maling kecil itu mau mencuri kelinci ku guru!" sahut dara kecil yang dipanggil Than Niu itu.
Pria tua itu menoleh kearah Xiao Yuen dan menatap nya beberapa saat, dia heran melihat bocah didepan nya ini tidak punya kultivasi meskipun dia sudah memindai nya berulang ulang, tetapi jelas sekali tadi dia melihat murid nya kesakitan saat tangan mereka beradu di udara.
"Benarkah itu anak muda?" tanya pria tua itu.
"Kalau kalian merasa yakin kelinci itu milik kalian, ambilah, saya bisa mencari yang lain nya dengan mudah, saya bukan pencuri, apalagi pengakuan ngaku yang bukan milik saya" ucap Xiao Yuen pergi dari tempat itu, kearah hilir sungai kecil itu.
Pria tua itu mengambil bangkai kelinci itu, dan melihat di kepala kelinci itu ada dua retakan bekas hantaman benda tumpul.
"Anak muda!, kenapa tidak kita makan bersama sama saja kelinci ini?" tanya orang tua itu.
Xiao Yuen berbalik menatap kearah Pria tua itu dan dara kecil tadi.
"Tidak!, kalian makan lah saja, selagi saya punya tenaga sendiri, pantang bagi saya merampas atau memakan milik orang lain kek, permisi!" ucap Xiao Yuen seraya melangkah kearah hilir sungai itu.
"Heh! Sombong!, anak idiot tengik!" ucap dara bernama Than Niu itu mengomel.
Melihat itu, kakek tua tadi hanya menarik nafasnya dalam-dalam, watak murid tunggal nya ini memang keras dan sedikit sombong, itu karena dara kecil ini adalah keluarga bangsawan dari Utara.
"Sudahlah Niu Niu!, tahukah kau jika benci berlebihan itu bisa jadi cinta?" ujar pria tua itu.
"Ist! Guru terlalu merendahkan Niu Niu, masa Niu Niu serendah itu, menyukai seorang anak tak berguna" bantah nya merengut.
Pria tua ini sebenar nya bukan orang biasa, bila kita mundur ke seratus tahun yang lalu, orang orang akan mengenal Pek Ko Li Taihiap (pendekar Rubah putih) yang cukup terkenal di seantero Tanah Fangkea ini.
Hampir tidak ada kawan maupun lawan yang tidak segan dengan nama besar nya.
Namun karena sebuah kisah asmara yang kandas, membuat pendekar besar ini menarik diri dari Dunia ramai, hidup menyendiri di sebuah lembah kecil di Utara, dan hanya sesekali muncul kedunia ramai, itupun bukan sebagai pendekar besar, namun sebagai masyarakat biasa.
Hingga pada satu ketika, saat pria tua ini keluar, dia bertemu dengan segerombolan perampok yang tengah merampok rombongan Bangsawan yang sedang melakukan perjalanan jauh di kawal sekitar lima puluh pengawal.
Seluruh pengawal terbunuh, tinggallah Bangsawan itu beserta keluarga nya yang tersisa.
Saat Bangsawan dan keluarga nya berada di ambang bahaya besar, muncul lah pria tua itu menolong mereka.
Karena melihat tulang dan urat yang bagus pada anak kecil bernama Zhiu Than Niu ini, pria tua bergelar Pek Ko Li Taihiap ini tertarik mengangkat nya sebagai murid.
Sejak itulah Than Niu mengikuti Pek Ko Li Taihiap kemana mana, berkelana sambil berlatih silat dan berkultivasi dibawah bimbingan nya.
Pek Ko Li Taihiap tidak ingin berdebat panjang lebar dengan murid nya yang tidak pernah mau kalah dalam hal bicara itu.
Dia segera meletakan bangkai kelinci itu di atas batu, lalu pergi mencari kayu kering.
Sementara itu, Than Niu segera mengambil bangkai kelinci itu untuk di bersihkan.
Saat menatap kearah kelinci itu, mata nya terbelalak heran melihat di kepala bangkai kelinci itu ada dua retakan tulang akibat lemparan batu.
"Ah! Ternyata anak idiot rendah itu benar, ada bekas lemparan batu lain nya di kepala kelinci ini, tapi bukankah aku yang terlebih dahulu membunuh nya?, dia pasti hanya mengaku ngaku saja!" pikir dara kecil itu lagi.
Sementara itu, tidak terlalu jauh dari tempat dara kecil itu, nampak Xiao Yuen sedang memanggang seekor ayam hutan jago yang bertubuh besar dan gemuk.
Bagi Xiao Yuen, sekarang sudah tidak sulit lagi untuk mendapatkan seekor binatang buruan di mana pun juga, karena kegesitan dan kekuatan nya sudah lebih dari memadai sekali.
"Heh! Gadis kecil sialan, binatang buruan ku diambil nya, untung masih ada seekor ayam hutan jantan sebagai ganti nya, tetapi gerakan gadis kecil itu cukup cepat dan lumayan bertenaga, aku yakin beberapa tahun lagi, dia akan menjadi seorang pendekar yang cukup tangguh!" pikiran Xiao Yuen melayang kearah dara kecil tadi.
Setelah matang, Xiao Yuen segera menyayat paha ayam itu dan memberikan nya pada Pek Eng yang langsung menyambut dengan paruh nya.
Xiao Yuen menatap kearah burung elang putih yang dengan setia mengikuti nya itu. Ya seekor burung yang bersahabat cukup lama dengan nya, dan mengikuti kemana pun dia pergi.
...****************...