NovelToon NovelToon
BETWEEN THE NUMBERS

BETWEEN THE NUMBERS

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / BTS / Cinta pada Pandangan Pertama / Office Romance
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: timio

Satu digit, dua, tiga, empat, lima, hingga sejuta digit pun tidak akan mampu menjelaskan berapa banyak cinta yang ku terima. Aku menemukanmu diantara angka-angka dan lembar kertas, kau menemukanku di sela kata dan paragraf, dua hal yang berbeda tapi cukup kuat untuk mengikat kita berdua.

Rachel...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyelamatkan Vano

Rachel gelisah di tempat tidur, berbalik ke kiri dan ke kanan, Ia juga mau mati Hidupkan lampu dan AC, berkali-kali juga ia memeriksa ponselnya.

"Kak Vano ke mana sih? Kok nggak ada kabarnya, tumben amat. " omelnya sendirian.

Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10. 00 malam, tidak biasanya Vano begini. Bahkan pria itu selalu membombardirnya dengan banyak pesan jika sebentar saja Rachel lupa mengabarinya ketika sampai di rumah kurang dari jam 08. 00.

Ding dung...

Bel pintu berbunyi, Rachel pun melangkah tanpa melihat intercom.

"Siapa coba yang bertamu larut gini? ", keluh Rachel dengan malas. " Siapa? ", serunya untuk memastikan tapi tidak ada jawaban. Karena curiga ia kembali melihat intercom, tapi tidak ada siapa-siapa juga.

Bip bip bip bip klek seseorang memasukkan pass code dan pintunya terbuka tiba-tiba, membuat Rachel kaget sekali.

"Astaga.... Heh.... Aku kaget tau... Aohhh.... ", nya tiba-tiba bersandar ke pintu melihat siapa yang datang.

Siapa lagi kalau bukan Ayaangnya Rachel, direktur yang dipecat selama sebulan ke depan.

"Kamu mau ke mana?", heran Rachel menatap Vano dari atas sampai bawah Begitu juga dengan koper besar yang dibawa pria itu.

"Bukan yang tadi siang kamu bilang kamu bakal jagain aku? Mau hidupin aku? Ya udah aku datang. Ya udah aku pindah ke sini Sekalian. Minggir! ", Vano mendorong Rachel ke sisi lain agar tidak menghalangi jalannya untuk memasukkan kopernya yang besar itu.

"Tap-tapi maksudnya bukan kayak gitu Yaang... Nggak gini juga." rengek Rachel kebingungan sendiri.

Tapi rasanya sia-sia juga untuk mendebat, toh juga kekasihnya itu sudah tiba, ia pun menutup pintu dan mengikuti Vano dari belakang. Ia membiarkan Vano berkreasi sendirian, perlawanannya pun sepertinya tidak berguna.

"Ayaang... Aku butuh satu rak, ini aku singkirin ya heheh... ".

Duak duak duak... Satu sekat besar dalam lemari Rachel yang ia isi dengan tas dan boneka raksasa dibuang Vano dengan santainya.

"Iya... Terserah kamu Yaang... Terserah... Yang penting ngga rewel.... ".

🍀🍀

Hampir setengah jam Ia mengurus kopernya, dan menoleh ke arah Rachel yang tertidur di sofa. Ia tersenyum dan menyelimuti kekasihnya itu. Entah kenapa setelah tiba di rumah ini, di rumah kecil ini, yang hanya punya satu kamar ini, hatinya merasa lebih lapang, dan nafasnya juga terasa lebih lega.

"Kenapa ngga dari dulu aja ya. " Batinnya.

Pemandangan malam yang selalu sama, malam itu memang ia tidak bisa melihat pemandangan kota, Ia hanya bisa melihat sebuah halaman kecil dengan pagar putih, dan sunyi. Ia hanya bisa mendengar samar-samar suara klakson dari kejauhan yang tidak mampu menutupi sesegukannya.

Pria baik berhati lembut yang kelihatannya seperti karang yang kokoh itu, lebih tepatnya hanya kelihatan. Ia tidak benar-benar sekokoh itu. Tatkala sendiri ia tidak bisa berbohong bahwa ia lelah dan juga bisa merasa sakit. Ia biarkan angin malam itu membelainya dari jendela ruang tamu Rachel.

Rasanya cukup segar dan menenangkan setelah hati dan jiwanya kembali dilukai oleh orang tuanya sendiri. Satu-satunya alasan Kenapa ia selalu berusaha hebat, meskipun dia sendiri muak. Ia selalu terluka setiap kali Ia melakukan kesalahan sekecil apapun di depan Margaret yang tidak pernah puas dengannya.

Sedikit kaget karena sesuatu melingkar di pinggangnya, tangan hangat, itu Rachel. Vano merasakan badan Rahel yang hangat menempel di punggungnya.

"Ayaang." kaget Vano.

"Jangan berbalik."

"Kamu kebangun ya? ".

"Kamu kira aku bisa tidur tenang kalau ada cowok yang maksa masuk dan tiba-tiba pindah ke rumahku? Tapi aku senang kamu datang, aku senang kamu melarikan diri ke aku Kak, bukan ke tempat lain. Aku mungkin bakal kerepotan masak dua kali lebih banyak, dan bangun lebih awal tapi aku masih senang, soalnya aku bisa pastiin sendiri Ayaangku ini makan dengan baik, atau Tidur yang cukup. Makasih ya Kak kamu udah lari ke aku."

Vano berbalik dan menatapnya, matanya masih merah dan berair tapi wajahnya terlihat lebih tenang, Rachel tersenyum sambil menyeka air mata Vano.

"Kamu boleh nangis sesuka kamu, tapi lakuin itu cuma di depanku." mendengar itu Vano sontak memeluk Rachel dan sesegukannya yang lirih itu kembali terdengar, gadis pendek yang dipeluknya mengelus dan menumpuk punggungnya dengan lembut seolah berkata "Semua baik-baik saja".

"Jangan pernah tinggalin aku, Yaang. Jangan. Kalau itu terjadi aku pasti hancur. Aku cuma punya kamu, Yaang. Kamu rumahku, tempatku pulang. " seru Vano.

Sungguh hati Rachel sakit sekali mendengarnya, kenapa prianya ini putus asa sekali.

"Ayaang, apapun yang terjadi kamu nggak boleh hancur banyak orang yang bakal bersorak bahagia melihat kamu hancur, jadi apapun caranya kamu harus tetap bertahan. Sejujurnya aku nggak setuju sama Bu Margareth, kamu udah ngelakuin yang terbaik, kamu selalu totalitas, kamu selalu meningkat, kamu selalu hebat Kak, Jangan mau kalah. Cuma kamu satu-satunya yang bisa menyelesaikan masalah itu." senyum Rachel sambil mengusap-usap rambut Vano.

"Aohhh... Kenapa sih Yaang, Kamu pinter banget bikin aku jatuh cinta terus." Vano menyembunyikan wajahnya di bahu Rachel.

"Dih... Kok malah kamu yang salting sih kak... ", ledek Rachel.

🍀🍀

Terdengar suara berisik dari sisi jalan, seseorang yang sudah lama tidak tidur dengan nyenyak itu pun terbangun, dan kagetnya ia matahari sudah begitu tinggi. Ia tidak pernah seperti itu, dan tidak pernah tidur setenang itu seingatnya. Ia pun panik karena terlambat bangun dan langsung pergi ke kamar mandi.

Jrengg...

Vano tersenyum melihat pantulan wajahnya di cermin yang dipenuhi bekas lipstik Rachel dan tidak jadi mandi. Sementara orang yang menciumnya 20 kali pagi ini dikejutkan dengan kehadiran Margareth yang menyambutnya di ruang kerjanya.

"Bu Margareth... ".

"Pagi Rachel. Maaf kemarin saya bentak Kamu, saya benar-benar nggak bisa kontrol emosi lagi. Karena memang Numbers lagi sesulit itu."

"Ya, Bu saya paham. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rachel dengan gugup.

"Nggak usah gugup begitu Rachel, simpan gugupnya untuk nanti. "

"Maksudnya bu? ".

"Kamu dan Vano satu tim kan? "

"I-iya."

"Sebenarnya Vano belum betul-betul mengacaukan segalanya masih ada cara lain. "

"Apa itu Bu? Saya mau tahu."

"Kamu. "

"Sa-saya? Saya? ", tanya Rachel ulang sambil menunjuk dirinya, karena bingung dengan jawaban Margareth.

"Ketika Vano tidak mampu lagi menyelamatkan dirinya, kamu masih bisa turun tangan membantunya."

"Caranya bu? ".

"Seperti yang kamu tahu Numbers sedang mengalami penurunan yang tajam, bahkan beberapa asisten sudah lebih dulu mengundurkan diri karena melihat situasi kita, dan Vano hampir dicopot dari posisinya oleh pemegang saham. Meskipun saya pemegang saham terbesar, kalau saya tidak mengikuti anjuran dari petinggi lainnya berarti saya memperlakukan dia sebagai anak saya bukan direktur Numbers Karena itulah Vano diturunkan. Jadi untuk mengamankan posisi Vano, kamu harus punya terobosan yang baru, yang menjanjikan, yang benar-benar bisa kurang lebih 50% menyelamatkan numbers. Seminggu lagi seluruh pemegang saham akan mengadakan rapat terbuka, seluruh staf, asisten , pengajar, bahkan OB sekalipun boleh ikut.

Saya bisa mengambil kesempatan untuk kamu, saya bisa kosongkan satu sesi untuk kamu. Jadi tolong pikirkan cara, metode, atau apapun beserta estimasi hasilnya untuk meyakinkan semua orang. Waktu kamu hanya seminggu Rachel. " jelas Margareth panjang, dan Rachel terlihat bingung.

"Kalau terobosan saya diterima, apa Kak Vano bisa kembali ke posisinya Bu? ".

"Tentu bisa. Sudah jelas bisa. Bagaimana? Kamu sanggup?"

"Sanggup, Bu." putus Rachel dengan sadarnya.

15 menit kemudian ia berakhir di toilet dan menyesali keputusannya.

"Rachel bego, lu ngapain sih sok-sokan, ya ampun Rachel". ringisnya.

Ia melewati hari dengan lesu. Apalagi tidak ada Vano di sana. Sungguh sesuatu yang sangat melelahkan dan tidak biasa baginya. Ketika siang hari mereka akan duduk bersama berhadapan, sembari saling suap, saling tertawa, dan lain sebagainya. Bahkan hari ini saja, saking bosannya dan sepinya ia malah pindah bekerja ke meja Vano.

Sepulang kerja ia melewati koridor yang dipenuhi siswa numbers, dan kelas-kelas yang diisi siswa yang berusia 10 tahun ke atas. Ia teringat batasan usia yang disyaratkan dalam formulir pendaftaran Numbers minimal 9 tahun, usia yang cukup dewasa. Ia mendapat satu ide baru di koridor.

Lalu di parkiran melihat orang tua dan kedua anaknya, sedang merundingkan sesuatu. Samar-samar Rachel mendengar tentang ke mana anak terkecil mereka akan dititipkan, karena kedua orang tua bekerja, sedangkan anak yang satunya yang kira-kira berusia 10 tahun sudah pasti akan dititip di Numbers sekalian belajar, dan di momen itu juga Ia mendapatkan satu ide lagi.

Sepanjang perjalanan pulang, ia menyandarkan kepalanya ke kaca bis, dan mengumpulkan semua puzzle-puzzle pendek di otaknya untuk disatukan, tentang gebrakan apa yang bisa ia ciptakan supaya prianya itu terselamatkan.

"Aohhh gila... Mana cuma seminggu lagi."

.

.

.

TBC... 💜

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!