Hati Yang Kau Sakiti

Esoknya.🌄

Setelah acara syukuran itu, Alfian dan Sandra menginap di rumah bu Ratih, dan paginya Alfian langsung mendatangi Arini.

"Kamu yakin ingin bercerai dariku Arini?." Tanya Alfian memastikan.

"Iya. Aku yakin." Jawab Arini.

"Jangan terburu-buru memutuskan. Aku tahu kamu mungkin marah padaku. Aku minta maaf kalau aku....."

"Aku tidak butuh maaf kamu mas. Yang aku mau sekarang hanyalah berpisah dengan kamu."

"Apa kamu sudah memikirkannya baik-baik, Arini?. Apa kamu sudah memikirkan bagaimana nasib Razka, kalau kita bercerai?. Siapa yang akan menafkahi kamu dan Razka kalau kita bercerai?." Tanya Alfian.

Arini tersenyum getir mendengar pertanyaan Alfian.

"Tentu saja mas, aku sudah memikirkannya dengan baik. Percuma aku mempertahankan pernikahan ini. Karena bagiku, peran kamu sebagai seorang suami dan ayah sudah tidak ada, sejak kamu menikahi perempuan itu."Ucap Arini emosi.

"Jaga bicara kamu Arini. Selama ini aku selalu menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami. Aku masih menafkahi kamu dan Razka, jadi jangan pernah kamu bicara seperti itu, seolah-olah aku tidak pernah menafkahi kalian." Sanggah Alfian tak terima.

"Apa kamu pikir kami cuma butuh uangmu saja mas?. Kalau kamu berpikir seperti itu, kamu salah besar. Kami bukan hanya butuh uangmu saja, tapi kami butuh sosok seorang pemimpin di keluarga kecil kita. Kami butuh perhatian dan kasih sayangmu. Kamu harusnya sadar, bukan cuman perempuan itu saja yang harus kamu perhatikan.

Apa kamu lupa dengan ucapanmu sendiri, waktu itu?. Kamu bilang kamu akan tetap menjadi suami dan ayah yang baik, walau kamu menikahi perempuan itu, tapi nyatanya apa?. Sekarang kamu mengabaikan aku dan Razka.

Aku tanya sama kamu, sudah berapa lama kamu tidak menyentuhku?. Jangankan menyentuh, melihatku saja kamu sepertinya sudah tak mau kan mas?.

Apa kamu ingat berapa lama kamu tidak pulang ke rumah ini?. Bermain bersama anak kamu. Dimana kamu, saat Razka sakit dan terus memanggil kamu?. Apa kamu peduli?. Bahkan kamu mengabaikan panggilan dan pesanku." Hardik marah Arini.

"Kamu tahu sendiri kan sekarang ini aku sibuk. Seharusnya kamu mengerti."

"Iya mas aku tahu itu. Kamu pasti sangat sibuk sekarang. Sibuk dengan istri baru kamu yang cantik itu kan, sampai tidak punya waktu untuk kami. Jadi buat apa aku harus bertahan menjadi istri kamu, sedangkan kamu sendiri tidak pernah menganggap ku. Tak apa, aku bisa terima itu. Aku masih bisa terima kamu mengabaikan aku, tapi aku tak bisa terima kamu mengabaikan Razka. Aku tak terima kamu membentaknya dihadapan orang lain seperti yang sudah kamu lakukan."

"Maafkan aku Arini, aku benar-benar tidak bermaksud membentaknya." Sanggah Alfian membela dirinya. "Baiklah, mulai sekarang aku janji, aku akan lebih memperhatikan kamu dan Razka, tapi aku minta sama kamu jangan pernah berpikir untuk bercerai dariku."

"Kamu jangan egois mas. Apa kamu belum puas menyakitiku." Sahut Arini

" Seharusnya aku yang mengatakan itu. Kamu jangan egois Arini." Balas Alfian.

"Aku nggak peduli kamu menyebutku egois, yang jelas aku ingin kita berpisah. Karena bagiku, ada atau tidak ada kamu, sama saja. Aku merasa sendirian." Kata Arini, membuat Alfian menatap ke arahnya beberapa saat.

"Kamu bisa urus perceraian kita secepatnya kan?." Tanya Arini. Alfian diam.

"Kenapa kamu diam saja?." Tanya Arini.

"Aku tanya sekali lagi sama kamu Arini. Apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku?. Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?." Tanya Alfian memastikan.

Pertanyaan Alfian membuat Arini tak habis pikir. Bisa-bisanya dia berkata dan bertanya seperti itu, setelah apa yang dia lakukan padanya.

"Cinta kamu bilang mas?. Seharusnya aku yang menanyakan itu sama kamu. Tapi tidak, aku tidak akan menanyakannya karena aku sudah tahu jawabannya. Lagipula ini bukan lagi tentang cinta, tapi harga diri. Aku nggak mau kalian terus menginjak-injak harga diriku. Aku memang miskin, tapi aku masih punya harga diri. Kehadiranku dan apa yang aku lakukan tidak pernah dihargai.

Bahkan bapak dan ibu kamu, mereka pun selalu merendahkan ku, terutama ibu kamu. Dari dulu dia sama sekali tidak pernah menghargai aku sebagai menantu, apalagi sekarang, setelah dia punya menantu kaya seperti istrimu itu. Aku semakin tak dihargai dan tersisihkan.

Dulu aku bisa terima dan bertahan menghadapi sikap ibu, karena kamu

yang selalu bisa jadi penawar rasa sakit itu, tapi sekarang, bahkan kamu sendiri ikut menorehkan luka yang amat dalam dihatiku mas. Rasanya sakit, sakit sekali. Jauh lebih sakit dari luka yang pernah aku rasakan sebelumya. Aku sudah tidak kuat. Kalian sudah cukup menyakitiku."

Alfian kembali menatap Arini dengan tatapan yang tak biasa. Dia merasa Arini berubah. Dia lebih berani dan tak sepolos biasanya. Alfian tidak menyadari, kalau rasa sakit yang Arini terima selama inilah yang telah mengubahnya.

...****************...

.

.

.

Bersambung 🌻