Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.05
Marcel jelas terperanjat kaget, ia segera melepaskan tangan perempuan gila yang tiba-tiba muncul dihadapannya.
"Apa-apaan ini?"
"Tolonglah ... Sekali ini saja!"
"Siapa kau. Aku tidak mengenalmu?" jawab Marcel, kedua matanya menajam. "Pergilah, urus urusanmu sendiri!"
"Tolonglah. Sekali saja, aku akan benar-benar berterima kasih jika kau mau melakukannya. Sungguh! Tolong aku..." Widuri mengiba, sungguh mengiba. Namun Marcel tidak peduli.
Beberapa pelayan datang menghampiri meja Marcel dan menarik Widuri agar tidak menimbulkan keributan terlebih didepan Marcel.
"Apa anda mengenal Nona ini. Pak Marcel?" kata salah satu pelayan.
Widuri mengangguk-anggukan kepala dengan wajah memelas pada Marcel, kedua tangannya bahkan dirapatkan didada tanda memohon agar Marcel mau membantunya. Sementara Marcel masih tampak tidak peduli, tidak sedikitpun ia melirik Widuri yang tengah cemas.
Marcel hanya diam mematung seolah menunggu siapapun memberikan penjelasan atas keributan yang terjadi. Sampai wanita yang berada dibalik kasir angkat bicara
"Nona ini tidak bisa membayar tagihannya, dua kartunya tidak bisa digunakan, uang cashnya juga sama sekali tidak bisa mencukupi tagihan. Maka dari itu kami akan memanggil manager agar masalah ini cepat ditangani. Tapi Nona ini justru menghampiri anda," katanya lagi. "Maafkan atas ketidak nyamanan ini Pak Marcel." lanjutnya.
Marcel masih tetap diam, namun mendengar penjelasan sang kasir ia pun melirik ke arah Widuri, melihat wajahnya, pakaian yang dikenakannya, ras ranselnya bahkan rambut ikalnya.
"Oh ...ayolah, kau kenal aku ... Aku juga kenal. Kita sudah bertemu... Di hotel juga kan!" terang Widuri semakin cemas.
Perkataannya membuat semua yang mendengarnya tentu saja terperangah, para pelayan saling menatap satu sama lain. Entah apa yang mereka fikirkan saat ini, yang jelas ucapan Widuri mengandung teka-teki. Begitu juga Marcel yang terkesiap lalu tiba-tiba mengernyit.
"Oh ayolah Marcel, jangan begitu. Jangan diam saja, tolong aku!"
Marcel melirik jam dipergelangan tangannya kemudian mendengus kasar, pria itu bangkit dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu berlalu begitu saja tanpa kata sepatahpun.
Widuri mengejarnya dan menarik tangannya hingga Marcel kembali menghadap ke arahnya.
"Apa kau bisu. Kau diam saja tanpa ingin peduli sekitarmu?"
"Itu bukan masalahku!"
"Bukan hanya sombong dan tidak punya etika. Tapi kau juga tidak punya hati nurani. Manusia kejam!" seloroh Widuri, emosinya tidak bisa lagi di kontrol.
"Apa yang kau bicarakan? Kau menuduh tanpa mengenal sedikitpun. Aku tidak mengenalmu bahkan aku baru melihat seseorang sepertimu. Nona!"
"Tidak perlu saling mengenal untuk tahu sifat seseorang, aku bahkan bisa menebakmu dengan mudah. Kau manusia tidak punya perasaan dan juga kepekaan. Kau juga tidak punya empati sedikitpun. Tidak sadar ya!" ucap Widuri dengan tatapan menyalang.
"Kau bahkan berani bicara seperti itu?"
"Ya... Harusnya kau sadar. Kau mengusir seenaknya, kau dan orangmu juga menuduhku tanpa bukti dan hampir menabrakku tadi. Kau masih bilang tidak melihatku. Hah?" terangnya lagi dengan nafas yang naik turun.
Marcel yang sejak tadi hanya mengernyit heran kini terpancing emosi, ia mencekal lengan Widuri dengan erat. Membuat gadis itu terkesiap.
"Apa kau sadar atas apa kau ucapkan dengan mulutmu!" ucapnya penuh penekanan, terlihat sangat emosi.
Tanpa rasa takut sedikitpun Widuri menatap kedua matanya dengan sama tajamnya. Walau kenyataannya kedua lututnya kini bergetar, sedikit lemas melihat kemarahan mengkilat di mata Marcel.
"Ya aku sadar! Memang kau yang aku bicarakan. Manusia tanpa hati nurani!" katanya tegas.
Marcel melepas cekalannya sekaligus hingga Widuri terhuyung kebelakang. Namun dengan cepat ia mengusai keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh.
"Masukan tagihannya padaku dan suruh dia pergi sekarang juga!" kata Marcel, jelas perintah itu ia tujukan pada para pelayan yang sejak tadi hanya melihat keduanya berargumen.
Setelah itu Marcel melanjutkan langkahnya dengan dingin. Tanpa ingin memperdulikan Widuri lagi, waktunya sangat berharga dan ia tidak ingin membuang-buang waktu percuma apalagi hal remeh seperti ini.
"Dan gaji kalian akan dipotong atas kelalaian ini. Membiarkan orang yang tidak mampu masuk kemari!" selorohnya seraya berlalu.
Menyadari hal itu, Widuri kembali menyusul Marcel yang sudah melangkah keluar dengan cepat. Ucapan Marcel sangat tidak manusia. Orang tidak mampu katanya.
"Dengar ya. Aku ini orang berada dan aku mampu bahkan keluarga ku bisa membeli restoran ini. Aku hanya berhutang padamu sebentar dan aku pastikan aku akan membayarnya dua kali lipat! Aku tidak ingin berhutang jasa pada orang lain apalagi pada orang sepertimu!" ucap Widuri setengah teriak karena langkah Marcel sangatlah cepat berjalan menuju mobil miliknya.
Marcel mendengus kasar mendengar celotehan Widuri. Ia lalu menoleh pada gadis yang hanya setinggi dada disampingnya.
"Benarkah. Orang berada?"
Widuri menganggukkan kepala penuh percaya diri.
"Apa kau mampu membayar hutangmu bahkan dua kali lipat?" katanya lagi dengan dingin dan dengan tatapannya yang mencemooh. Menatap Widuri dari atas sampai bawah.
"Tentu saja aku mampu. Tunggu saja! Aku pasti membayarnya, aku punya uang ... Dan aku cukup tahu diri!"
Marcel mencondongkan sedikit tubuh tingginya ke arah Widuri, hingga gadis itu memundurkan tubuhnya sedikit kebelakang. Pria itu juga mengangkat satu tangannya Seolah ingin memukul, hal itu membuat Widuri memejamkan matanya sekejap. Namun tidak ada sedikitpun pukulan bahkan tanpa dia sadari jemari besar milik Marcel mengusap rambutnya seraya membisik.
"Terima kasih. Bukankah kata-kata itu yang seharusnya keluar dari mulut orang yang sudah ditolong alih-alih memarahi serta menuduh hal yang bukan-bukan?" Ucap Marcel seraya menyelipkan sesuatu langsung pada tangan Widuri.
Lidah Widuri kelu tiba-tiba, otaknya juga seketika membeku. Selain ucapan tajam keluar dari mulut Marcel, ditangannya kini mengepal, dimana potongan-potongan tissu yang masih basah baru saja diberikan Marcel.
"Tissu sialan!" gumamnya pelan seraya melemparkannya ke tanah.
Marcel menyunggingkan bibirnya sebelah. "Bukankah hutangmu sangat banyak? Selain membayar tagihanmu tadi aku juga harus menyuruh orang untuk membersihkan fasilitas toilet yang kau pakai untuk berkeramas dan mandi, bukan?" Sambung Marcel, membuat Widuri semakin mengatupkan mulutnya sebab ternyata Marcel menyadarinya.
"Tunggu... Aku ... Aku siapa? Jadi Marcel juga adalah pemilik resto. Oh sh itt ... Sial sekali aku."
Widuri membatin seraya memejamkan kedua matanya.
Senyuman tipis muncul diujung bibir saat Marcel melihat reaksi Widuri yang tidak bisa berkutik didepannya. Kemudian ia membuka pintu mobil, masuk kedalam dengan elegan dan meninggalkan Widuri yang masih terpaku ditempatnya.
Sedetik kemudian Marcel membunyikan klakson dengan keras, membuat Widuri terperanjat lalu menyingkir dari ruas jalan saat deru mobil sport terdengar semakin kencang, dan tiba-tiba kaca mobil perlahan turun. Pria itu menengok dengan expresi merendahkan.
"Jangan sampai kau menabrakkan dirimu karena tidak sanggup membayar hutang!"
cus lah update k. yg banyak