Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menenangkan
Kata-kata Amar cukup membuat Mahira tenang dan sedikit mengembalikan kepercayaan dirinya. Terlebih dengan tangannya sendiri Amar memandikannya dengan cara yang berbeda, membuat Mahira sejenak melupakan apa yang baru saja menimpa dirinya.
Selesai membalurkan sabun secara merata ke anggota tubuh yang terlihat, kini Amar menuangkan shampo ke tangannya lalu mengusapkan pada rambut Mahira. Meratakan ke seluruh rambutnya lalu memijat kepalanya dengan lembut.
Setelah membilas seluruh tubuh Mahira yang masih mengenakan pakaian lengkap, Amar mengambil handuk dan membalutkan ke tubuh Mahira lalu menggendongnya ke kamar.
Amar menurunkan Mahira ditepi ranjang, mengambilkan pakaian ganti lalu kembali berdiri di depan Mahira dan menjadi canggung.
"E-Mahira kamu harus mengganti pakaian mu,"
Seakan tak mendengar apa yang Amar katakan Mahira justru menoleh ke belakang, dimana dirinya diikat dan hampir saja di pek0sa. Mengingat hal itu Mahira menutup kedua telinganya sambil menunduk memejamkan mata.
"Mahira... kamu baik-baik saja?" tanya Amar yang melihat Mahira terus menggelengkan kepalanya dengan mata yang terpejam.
"Kak Amar... aku takut." ujar Mahira mengangkat wajahnya, mengadukan perasaan yang tengah ia rasakan.
Mendengar itu Amar dengan membawa pakaian ganti Mahira, membopong tubuh Mahira dan membawanya keluar.
"Kemana semua orang!" teriak Amar di tengah jalan menuju kamarnya.
Mendengar teriakan majikannya, para Pelayan yang tengah melakukan pekerjaannya masing-masing keluar melihat Amar yang tengah menggendong Mahira dengan penuh kemarahan.
"E-iya Tuan...." ucap salah satu pelayan yang datang mendekat dan menunduk hormat.
"Buang sprei di kamar Mahira sekalian dengan ranjangnya, ganti semua dengan yang baru!" tegas Amar yang kemudian melanjutkan langkahnya.
Sesampainya di kamar, Amar menurunkan Mahira di ranjangnya. mengambil handuk kecil dan mulai mengeringkan rambut Mahira. setelah itu, Amar membuka pengikat bathrobe yang Mahira kenakan. Sontak Mahira mengangkat wajahnya menatap Amar dengan rasa kaget dan tanda tanya.
"Aku akan memejamkan mata." ujar Amar yang berniat mengganti pakaian asah yang masih Mahira kenakan.
Dalam hati kecilnya Mahira tersenyum dengan apa yang Amar katakan, sekalipun Amar tak menutup mata, Mahira tidak merasa keberatan karena Amar suaminya.
Amar meminta Mahira berdiri membelakanginya. Kemudian dengan mata terpejam, Amar mulai membuka pakaian yang Mahira kenakan. Pakaian atas dan bawah sudah berhasil Amar lepas. Kini giliran pakaian dalam yang cukup membuat Amar kesulitan sehingga Amar harus meraba-raba mencari pengaitnya.
Mendapat sentuhan demi sentuhan dari jemari tangan Amar tak membuat tubuh Mahira bereaksi seperti biasanya. Mahira hanya mematung membiarkan apa yang Amar lakukan kepada dirinya.
Setelah berhasil mengganti semuanya, Amar kembali membuka mata. Meminta Mahira kembali duduk dan beristirahat.
"Jangan pergi," ucap Mahira yang langsung menahan tangan Amar.
"Sebentar saja." saut Amar lembut. Namun Mahira menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak ingin ditinggalkan sedetik pun.
Melihat tatapan penuh permohonan Mahira, Amar menganggukkan kepalanya dan duduk di samping Mahira. Setelah itu Amar membuka satu persatu kancing kemejanya yang juga basah akibat memandikan Mahira.
"Boleh aku ambil baju sebentar?" mendengar itu, Mahira mengangguk dan membiarkan Amar pergi mengambil pakaian di lemarinya.
Amar yang menghadap ke lemari, membelakangi Mahira, membuat Mahira mencuri-curi pandang hingga tak sadar Amar telah kembali ke hadapannya.
"Berbaringlah," ucap Amar membimbing Mahira naik membenarkan posisinya. Kemudian Amar tutut berbaring, membuat Mahira berbantalkan lengannya dan menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.
Meskipun Amar selalu saja membuatnya kecewa dan sakit hati, namun berada di dekatnya saat situasi saat ini membuat Mahira merasa nyaman dan aman.
Bersambung...