Tiga tahun menikah, Zalea belum kunjung memiliki keturunan. Sang mertua yang kurang bersahabat dengannya semakin memperlihatkan wajah ketidaksukaan terhadap Lea.
"Nikahi saja Karmila, Zain. Kamu punya alasan kuat untuk menikah lagi. Karena istrimu itu tidak bisa memberikan keturunan buat keluarga kita."
Dunia Lea seketika hancur saat mendengar ungkapan sang mertua. Namun, seberkas cahaya langsung muncul. Tapi sayang, takdir seolah sedang mempermainkannya. Saat dia mendapatkan kabar bahagia, kabar buruk malah menyusul dibelakangnya. Kabar buruk datang sebelum ia bisa membagikan kabar bahagia yang dia punya dengan siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 22
Saat trauma itu datang, rasa takut kehilangan pun langsung menyerang. Yoga takut jika Zain kembali membuat orang yang ia sukai meninggalkan dunia kembali. Namun, ia juga takut kalau orang yang ia sukai tidak bahagia jika bersama dengannya. Dan, ada pula pikiran kalau dia berusaha merebut, mungkin Zain akan membuat dia kehilangan orang yang ia cintai dengan tragis.
Hal itu membuat hatinya selalu dikuasai oleh rasa takut sehingga ia lebih memilih melihat orang tersebut bahagia dari pada merebutnya untuk ia pertahankan tetap berada di sisinya. Seperti yang saat ini ia lakukan pada Leah. Membantu Leah melakukan apapun yang bisa membuat Leah senang tanpa mengharapkan imbalan apapun.
....
Zain kini sudah sadarkan diri. Sesaat setelah sadar, Zain ingin segera meninggalkan rumah sakit. Dia berniat akan mencari Leah kembali.
"Jangan, Zain. Kondisi tubuh kamu sedang tidak baik-baik saja, Nak. Kamu harus tetap di rumah sakit untuk memulihkan diri."
"Tidak bisa, Ma. Aku harus pergi untuk mencari Leah. Aku sudah baik-baik saja sekarang. Leah harus segera aku temukan. Dia tidak boleh berada di luar terlalu lama."
"Zain."
"Nyonya, biar saja yang coba bujukan den Zain sekarang. Semoga saja dia mau mendengarkan perkataan saya," ucap bi Inah dengan suara pelan.
"Baiklah. Cobalah, Bi. Saya sudah tidak tahu lagi harus apa sekarang. Zain sangat keras kepala. Tidak bisa saya bujuk bagaimanapun caranya."
Si bibi pun langsung mendekat.
"Den, tenang dulu. Dengarkan bibi baik-baik. Non Leah tidak suka kalau den Zain keras kepala. Saat ini, non Leah pasti sedang baik-baik saja di suatu tempat. Dia sedang menenangkan diri setelah kekacauan yang dia alami beberapa waktu yang lalu. Jadi sekarang, Den Zain berikan dulu waktu untuk non Leah sendiri."
"Tapi, Bi. Bagaimana walau Leah tidak baik-baik saja? Bagaimana kalau saat ini, Leah sedang menunggu aku mencarikan dirinya?"
"Non Leah bukan diculik lho, Den. Dia pergi sendiri dari rumah hanya untuk menenangkan diri. Jadi, jangan paksakan non Leah pulang jika dia tidak ingin pulang."
Ucapan si bibi ternyata mampu Zain terima dengan baik. Dia pun menatap bi Inah dengan tatapan lekat.
"Apa Leah akan pulang jika dia sudah tidak marah, Bi?"
"Iya, Den. Non Leah pasti akan pulang jika dia tidak lagi marah pada den Zain."
Zain pun langsung mengangguk. Dia terlihat tak ubah seperti anak kecil yang sudah berhasil di bujuk. Kharisma seorang lelaki muda sudah menghilang dari diri Zain sekarang.
Setelah berhasil membujuk Zain agar tidak keluar dari rumah sakit, bi Inah pun berusaha membujuk Zain untuk makan. Lagi-lagi, usahanya berhasil dengan Leah sebagai alasan. Zain benar-benar sudah sangat jauh berbeda sekarang. Karena Leah, dia kehilangan hampir semua bagian dirinya sekarang.
....
Sekarang, Leah sudah berhasil meninggalkan tanah air dengan Yoga yang ikut mengantarnya hingga ke luar negeri sana. Yoga menghabiskan banyak usaha sampai dia harus menyewa jet pribadi segala untuk keamanan Leah.
Tak hanya itu saja, Yoga juga menempatkan Leah ke tempat yang aman di luar negeri. Semua Yoga yang sediakan. Dia yang mengurusnya dengan hati yang tulus.
"Terima kasih banyak, Ga."
"Tidak perlu, Le. Aku melakukan dengan hati yang tulus kok tanpa terasa terbebani. Oh ya, jika kamu merasa bosan, aku punya tawaran untukmu. Tapi, hanya jika kamu bersedia saja."
"Apa?"
"Mm ... apa kamu tertarik jadi dokter, Le?"
"Apa? Kamu ada-ada saja."
"Ya sudah kalau tidak tertarik. Aku hanya bertanya lho."
Pada akhirnya, rasa tertarik itu tiba-tiba saja muncul. "Kamu yakin aku mampu?"
"Hei, tentu saja. Asalkan kamu bersedia belajar, tidak ada yang tidak mungkin lho, Leah."
Leah hanya tersenyum kecil saja. Namun hatinya juga merasa yakin. Semangatnya pun datang dengan sangat besar. Pikirannya bekerja dengan cepat.
'Jika aku punya penghasilan kelak, anakku pasti akan hidup dalam keadaan yang baik. Aku juga bisa membayar kembali uang yang Dita dan Marina pinjamkan. Eh, tidak. Jika aku punya uang, aku bisa beli rumah baru buat mereka.' Leah tersenyum lebar.
'Ya. Jika aku punya banyak uang, aku bisa membahagiakan orang-orang terdekat yang sebelumnya sudah banyak membantu. Aku tidak lagi mendapat hinaan dari ... mertua yang selalu mengatakan aku hanya pengangguran yang tidak punya kerjaan. Yang hanya hidup dari nafkah suamiku.' Leah berkata dalam hati lagi.
Namun, semua itu tentu saja tidak langsung bisa dicapai dengan mudah. Perlu banyak usaha dan pengorbanan yang harus Leah tempuh. Tapi, Leah sudah membulatkan tekat untuk maju. Dia akan menjadi orang terkenal kelak agar dirinya tidak lagi menerima hinaan seperti sebelumnya.
....
Hari-hari berlalu dengan cepat, Zain kini sudah kembali ke rumah. Tapi kondisinya semakin parah saat dia terus menerima kabar bahwa tidak ada yang tahu di mana Leah berada. Zain kembali menolak untuk makan. Usaha si bibi yang membujuknya dengan Leah juga kali ini tidak membuahkan hasil.
"Bibi keluar saja. Aku akan makan nanti setelah Leah pulang."
"Ta-- tapi, Den."
"Gak papa, Bik. Aku baik-baik saja. Pergilah."
Tidak bisa membantah apa yang Zain katakan, si bibi hanya bisa pasrah. Menarik langkah meninggalkan kamar Zain dengan hati yang berat. Sementara itu, Zain yang sedang duduk di kamar sambil melihat foto Leah, kini kembali menangis.
"Sayang, di mana kamu? Sudah lebih dari satu bulan kamu menghilang, kenapa tidak kembali juga? Aku sangat merindukanmu, Leah."
Bayangan Leah terus bermain dalam benak Zain. Hingga akhirnya, saat yang paling menyakitkan itu teringat olehnya. Zain pun melihat tubuhnya dengan wajah penuh amarah.
"Leah tidak pulang karena dia jijik padaku, bukan? Kalau begitu, aku buang saja apa yang membuatnya merasa jijik."
"Sayang, kamu merasa jijik padaku, bukan? Karena itu kamu tidak pulang-pulang juga. Kalau begitu, aku akan bersihkan tubuh ini agar kamu tidak lagi merasa jijik, Leah." Zain bicara pada foto Leah.
Setelah foto itu ia kecup dengan hangat, ia sandarkan foto tersebut ke penyadaran tempat tidur. Kemudian, Zain beranjak menuju nakas. Dari laci nakas ia keluarkan sebilah belati.
"Kamu tidak suka aku karena aku menjijikan, bukan? Sekarang, aku akan lepaskan kulitku, Leah. Aku harap, kamu segera pulang setelah aku bersih."
Zain benar-benar melakukan apa yang ada dalam pikirannya. Dia iris kulitnya dengan belati sehingga goresan itu langsung mengeluarkan darah segar.
Tentu saja goresan itu menimbulkan rasa perih yang sangat luar biasa. Namun, karena hati yang sudah tidak baik-baik saja. Zain tidak menghentikan apa yang ia lakukan meskipun dia meringis berulang kali.
Zain terus menggerakkan tangannya. Melukai diri dengan brutal. Beriringan dengan goresan tersebut, mata Zain terus menjatuhkan air mata.
sampek segitu bencinya sama zain y hingga hatinya tidk trketuk untuk menolong orang yg bener2 trauma, frustasi, stres, kurang waras..
menurut dia baik blm tentu baik buat anak2nya
. ayo km harus kuat zain ada anak km yg hebat2
jd pgn ikutn nangis pas tau kndsi zain skrng....tp mau mnyalhkan leah jg ga ada gunanya,scra wjar kl leah dlu smp prgi....
Mga dgn leah kmbli,zain bs smbuh...
Apalgi nnti kl ktmu ank2nya yg lucu....
Ttp smngt kk.....
.jd melow 😭😭😭 semoga stlh bertmu Zayn sembuh dan bs bertmu bersama ank2nya pasti akn bahagia bersama zaka dan zaky
.si.zayn..melukai dr sendri lea kembli enggk luka pasti sdh dpn nyata..