Balas Dendam Dengan Sistem

Di tengah malam yang tidak butuh waktu lama lagi hingga berganti pagi, di dalam sebuah ruangan yang terdiri dengan beberapa perabotan mewah.

Albert menatap muram langit malam di balkon kamar nya.

“Sialan.“

Dia telah gagal dalam mendekati Kaden Ludwig dan menjadikannya menjadi bidak catur miliknya dan hal yang lebih menyesalkan lagi, Ronan mungkin akan berhasil mendapatkan Kaden Ludwig ke sisinya.

Bagaimana bisa seperti ini?

“Tuan besar sudah berhasil meracuninya dan menyerahkan sisanya padaku tapi.. aku mengacaukannya.“

Selama bertahun-tahun ini, Albert telah mengunjungi Kaden Ludwig terus menerus untuk menawarkan sebuah obat penawar dengan syarat menikahkan dirinya dengan putri Kaden Ludwig.

Gadis itu sangat cantik, meski Albert hanya bisa melihatnya dalam foto, hal itu sudah cukup bagi Albert untuk melihat betapa cantiknya dia.

Albert sebelumnya tidak setuju dengan rencana menikahi gadis itu tapi segalanya berbeda ketika dia mengetahui bagaimana rupanya.

Gadis tersebut begitu cantik dan indah, sikapnya sangat elegan dan anggun layaknya seorang malaikat yang turun ke muka bumi ini.

Tapi, setelah mencoba untuk mendapatkan Kaden Ludwig ke sisinya serta menikah dengan putri dari Kaden Ludwig, semuanya berakhir gagal.

Tiap kali Albert berkunjung dan mengatakan tiap persyaratannya yang ditingkatkan dari pertemuan demi pertemuan, jawaban Kaden hanya satu:

'Aku tidak bisa mengacaukan kebahagiaan anakku, aku yakin istriku juga berpikir sama.'

Kaden sangat mencintai istrinya, hal itu sudah sangat jelas.

Namun meski Kaden sangat mencintai istrinya, Kaden tidak membiarkan dirinya bertindak dengan sembarangan.

Lalu…

'Bagaimana Ronan bisa membuat penawarnya?'

Sungguh mengejutkan baginya jika Ronan bisa membuat penawaran dari sebuah racun yang bahkan 'tuan besar'nya belum menemukan penawarnya selain obat yang bisa menunda tiap gejala racunnya.

Albert terdiam sejenak kemudian memejamkan matanya.

“Yah, bajingan itu memang terlalu luar biasa.. apa makhluk sepertinya benar benar manusia? Bakatnya sangat tidak manusiawi.“

Albert teringat pada masa kecilnya, masa ketika dia dikirim ke kediaman Adgar untuk mendekati Ronan Adgar dan membentuk persahabatan yang erat.

Pada saat itu, Ronan selalu dipuja sebagai anak ajaib yang luar biasa dalam segala bidang apapun, tiap hal yang dia lakukan selalu melampaui apa yang bisa dilakukan oleh orang dewasa.

Apakah dunia ini adil? Albert akan menjawab di barisan depan bahwa dunia ini sama sekali tidak adil.

Albert kemudian kembali teringat pada suatu masa lalu, wajahnya menggelap.

Dia berbalik, masuk kembali ke dalam kamarnya saat dia merasakan kedinginan.

Dia berhenti di hadapan sebuah meja dan menatap sebuah bingkai foto di depannya, terlihat dirinya yang masih kecil dengan satu orang wanita dan pria yang memiliki kemiripan dengan dirinya sendiri.

“Aku berjanji jika aku tidak akan melukai Ronan selama dia koma.. tapi setelah dia bangun dari koma, aku sudah tidak punya alasan lagi untuk menahan diri..“

Ronan terlalu berbahaya untuknya dan eksistensi seperti Ronan harus dihapuskan demi.. dirinya sendiri.

Pintu berderak, terbuka dan memperlihatkan seorang anak muda seusia Albert yang masuk dengan tenang.

“Kamu sudah datang?“

Albert berbicara tanpa berbalik.

“Ya. Tuan muda.“

Mendengar suara itu, Albert kemudian berbalik dan menatap seorang pemuda yang agak pendek dan lemah, mengenakan kacamata dan terdapat bintik bintik di wajahnya.

“Rudy, bisakah kamu mendekati Ronan? Dan giring dia ke tempat sepi dimanapun itu setelah dia kembali ke sekolah.“

Albert tersenyum gelap, senyumannya memberikan penindasan.

Albert berencana untuk menghabisi Ronan secara langsung kali ini, menggunakan cara yang sama dengan yang dia lakukan untuk merebut kekuasaan keluarga Adgar.

Sebuah pengkhianatan terasa selalu luar biasa.

Rudy, pemuda itu meneguk salivanya kemudian mengangguk dengan keras sambil berkata:

“Ba-baik tuan muda.“

***

Dalam laboratorium yang dingin, Eisell tertidur dengan perasaan yang hangat menyelimuti tubuhnya.

Entah bagaimana, sebelumnya dia merasa agak kedinginan tapi kedinginannya hilang digantikan dengan rasa hangat saat dia merasakan sesuatu menyelimuti dirinya.

Eisell membuka matanya, menatap kesekitar dengan bingung.

Dia kemudian melirik tubuhnya yang ditutup oleh sebuah mantel seseorang.

“Ah… aku ketiduran.“

Barulah dia mengingatnya.

Semalam dia telah melakukan suatu hal yang memalukan, dia bilang dia akan menunggu di laboratorium terlepas seberapa lama hal itu.

Tapi karena Eisell hanya berpikir bahwa mungkin hal itu akan siap setelah satu atau dua jam, siapa sangka hal itu akan berlangsung lebih lama?

Eisell ketiduran dan telah menelan perkataannya sendiri, harusnya dia bertanya berapa lama waktu yang diperlukan terlebih dahulu.

“Lalu.. mantel ini..“

Eisell meliriknya, mantel tersebut tentunya sangat dia kenali.

“Dia cukup baik.“

Eisell berkata dengan wajah lucu, dia sangat jarang memuji seorang pria kecuali ayahnya sendiri.

Tentunya alasan mengapa dia tidak pernah memuji seorang pria adalah karena dia sangat jarang bisa bertemu dengan pria.

Dikatakan bahwa pria diluar sana adalah binatang buas yang bisa memakan banyak wanita, tapi… sepertinya Eisell beruntung bertemu dengan yang tidak seperti itu.

Eisell diam diam tersenyum kecil, bangkit dan keluar laboratorium.

Ronan sudah tidak ada lagi diruangan itu dan perkembangan penawarnya.. Eisell ingin segera tahu.

Namun pada saat keluar dari laboratorium, rumah sakit terlihat sangat sibuk.

Karena kebingungan, Eisell berjalan melihat sekitarnya dan akhirnya menemukan pusat dari kesibukan.

Itu adalah kamar khusus ibunya.

'Apa yang terjadi?'

Jantung Eisell berdegup kencang, pikiran negatif melanda kepalanya.

'Tidak.'

Apa sesuatu telah terjadi pada ibunya?

Eisell tanpa sadar mulai berlari, suara disekitar yang sibuk menjadi samar dan disaat dia menyadarinya, Eisell mendorong pintu ruangan dengan wajah panik.

Tapi hal yang dia pikirkan tidak terjadi.

'Ah.'

Eisell terdiam membeku, melihat sesosok wanita yang sangat dia sayangi itu bersandar dengan mata yang terbuka.

Duduk di antara sisinya adalah ayahnya dan seorang pemuda yang terlihat mengantuk kelelahan.

Karena Eisell yang panik sebelumnya, ketiga sosok itu menoleh kearahnya.

“Oh? Eisell kamu sudah bangun? Kemarilah! Cepat.“

Ayahnya menatapnya dengan senyuman yang lebih lebar daripada yang pernah dia lakukan daripada biasanya.

Matanya nampak agak membengkak, seperti baru saja sudah menangis.

“Apakah itu kamu Eisell? Hm.. kamu sudah dewasa..“

'Uh..'

Eisell mengerang dalam hati, suara itu sudah sangat lama tidak dia dengar.

Suaranya serak dan lemah, meski begitu nadanya yang familiar masih membekas di telinga Eisell.

“Ibu..?“

Benar.

Ibunya telah bangkit dari tidur panjangnya dan kini duduk menatap dirinya secara langsung, bahkan berbicara dengannya.

Air matanya menetes secara tiba tiba.

Eisell ingin terlihat kuat tapi.. orang mana yang mampu menahan hal itu dihadapan orang tuanya?

Seorang anak jika sudah menyangkut orang tua pasti akan sangat rentan dan lemah.

Eisell selama ini telah mengalami depresi berat diantara kesedihan dan kesepian.

Dia sangat sedih saat melihat ibunya yang menderita, sangat kesepian disaat ayahnya sibuk dengan pekerjaan dan mencari cara untuk menyembuhkan ibunya.

Selama waktu itu, Eisell menutup hatinya dan mulai merasakan bahwa emosinya menjadi lebih kurang seakan dia merasa dunia telah menjadi abu abu.

Tapi sekarang, dunia itu kembali terang dan cerah.

Sangat terang layaknya warna dari sebuah gandum di pedesaan yang tumbuh menjadi warna keemasan yang indah.

Sangat cerah secerah mentari pagi matahari.

***