NovelToon NovelToon
Dia Lelakiku

Dia Lelakiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: Redwhite

Menikah dengan seseorang yang di cintai adalah impian semua orang, sama seperti Meta yang akhirnya bisa bersanding dengan lelaki yang ia cintai sejak kecil— Dipta.

Namun setelah menikah sikap Dipta yang dulu hangat, berubah semakin dingin dan tak terjangkau.

Meta tak tahu kenapa!

Namun akhirnya sebuah rahasia besar terungkap, membuat Meta bimbang, haruskah dia melepaskan orang yang ia cintai agar bahagia.

Atau membuktikan pada Dipta bahwa kebahagiaan lelaki itu ada padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Runtuh

Suara alarm dari ponselnya membuat Jelita terbangun. Saat hendak membuka mata, ia merasakan sakit yang begitu hebat di kepalanya.

Ia mencoba untuk bangkit, barulah kemudian dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terutama bagian inti tubuhnya.

Setelah bisa menyesuaikan diri, Jelita pun terperanjat kala mengetahui jika dirinya berada di sebuah kamar asing dengan keadaan yang sangat kacau.

Dia lantas melihat kedalam selimut dan mengetahui kalau dia tak mengenakan apa pun.

Jelita menjerit histeris. Tak lama seseorang masuk ke dalam kamar asing itu dengan hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggannya.

"Hei, sudahlah—" ucap James santai.

"Ja-mes? Apa ini perbuatanmu?"

Jelita menangis, dia sedikit mengingat kejadian malam tadi saat di ajak minum oleh James dan teman-temanya.

Awalnya Jelita ragu sebab tak sekali pun dia pernah minum-minuman keras seperti itu.

Namun karena takut di bilang cupu oleh teman-teman James, Jelita pun memberanikan diri menenggak minuman beralkohol itu.

Baru juga satu gelas kecil, kepalanya sudah terasa berputar. Sialnya lagi tak ada satu pun dari mereka bersimpati padanya.

Bahkan mereka terkesan mengejeknya malam tadi. Dasar bule sialan! Maki Jelita yang masih setengah sadar.

"Biadab kamu James! Kenapa kamu lakuin ini sama aku hah! Aku ini sahabat pacar kamu!" maki Jelita.

"Wow ... Wow ... Santai Lita. Bukan aku yang mengajakmu semalam, tapi kamu sendiri yang minta untuk—"

Jelita menjerit sambil menutup telinganya. Dia tak mau mendengar pembelaan kekasih sahabatnya itu.

"Di mana Vera? Apa dia tahu kelakuan biadabmu ini?!"

"Shuut, bisa kah kau bicara santai? Tak perlu berteriak!" ucap James lembut.

Dia lalu mendekati Jelita sembari membawa gelas berisi air untuk Jelita.

"Minumlah," pinta James.

Jelita meringkuk ketakutan, dia tak mau mempercayai James lagi, dia takut James memberikan sesuatu ke dalam minumannya.

"Maafkan aku. Aku tak tahu kalau kamu masih Virgin," ucap James.

"Ini air madu, bisa meringankan rasa pengarmu."

Jelita menampik dengan kasar gelas itu hingga membentur tembok dan pecah.

James tersenyum miring, lelaki bule itu tak marah pada sikap Jelita. Justru dia menyukainya.

"Aku akan melaporkanmu!" ancam Jelita.

"Benarkah?" tantang James santai.

Lelaki itu lantas bangkit menuju lemarinya. Dia memakai pakaian di depan Jelita tanpa rasa malu.

"Saranku lebih baik kamu urungkan saja niatmu itu. Dan juga—" usai berpakaian rapi James menatap Jelita tajam.

"Vera tak datang semalam."

James mendekati Jelita dan membuka ponsel gadis itu.

"Berikan ponselku! Kamu mau apa!" pekik Jelita sambil berusaha merebut ponsel miliknya.

"Aku memyimpan kegiatan panas kita semalam. Sebaiknya kamu urungkan niatmu kalau tidak, video tak senonoh kita akan membuatmu terkenal sayang."

Ucapan James membuat Jelita syok bukan main. Dia mengira lelaki tampan di depannya itu adalah sosok yang baik seperti ucapan Vera.

Namun sayang, James yang Jelita kenal ternyata titisan iblis yang keji.

James mengecup dahi Jelita dan membisiki gadis itu hingga membuat Jelita kembali menangis.

Jelita merasa dunianya runtuh. Dia merasa rusak. Masa depannya hancur.

Banyak kalimat 'seharusnya' yang berkecamuk dalam pikiran Jelita.

Kini semua telah terjadi. Hanya satu yang paling dia takutkan. Bagaimana dia menghadapi Dipta nanti.

"Ingat, kami punya videomu, jadi aku harap kamu tak main-main kalau tak mau terkenal."

Setelah mengancam Jelita, James berlalu begitu saja sambil menelepon Vera.

Jelita benar-benar tertipu dengan wajah tampan James. Entah Vera tahu atau tidak sifat kekasihnya itu.

.

.

Meta pagi ini di buat tak mengerti dengan kelakuan sang suami.

Dipta tiba-tiba tanpa meminta persetujuannya memutuskan untuk pindah ke kamar Meta.

"Aku minta waktu Dip, enggak langsung kaya gini. Kenapa kamu jadi pindah beneran ke kamar aku!" sungutnya.

Setelah kencan malam tadi, Dipta meminta izin untuk tidur di kamar Meta semalam. Awalnya Meta menolak sebab dia khawatir jika Dipta akan meminta haknya.

Syukurnya apa yang dia takutkan tak terjadi. Dipta seperti memahaminya dan suaminya itu berjanji tak akan memkasa jika dirinya belum siap.

Namun pagi ini sang suami justru benar-benar melakukan rencananya, yaitu tinggal satu kamar yang sama dengannya.

"Kita ini suami istri. Enam bulan kita udah pisah kamar, bukankah sekarang waktu yang tepat untuk merasakan rumah tangga yang sesungguhnya?"

"Tapi Dip—"

"Please Met, bantu aku, hanya ini cara agar kita semakin dekat, apa kamu enggak mau?"

"Ya sudah, lakukan apa maumu, tapi aku minta satu hal—"

"Aku tahu Meta, aku enggak akan memaksa seperti janji aku."

"Baiklah aku pegang janjimu. Ayo kita sarapan! Biar Bi Ina yang melanjutkan nanti."

Dipta lantas tersenyum senang, senyum yang lebih tulus, ternyata menerima keberadaan Meta tak sesulit yang dia pikirkan.

Ina yang melihat kedua majikannya tampak akur diam-diam tersenyum tipis.

Dalam hati dia berharap jika keduanya bisa terus bersama hingga ajal menjemput.

Ina sangat tahu jika keduanya adalah orang baik. Meta cocok dengan Dipta begitu pula sebaiknya. Sedang Jelita, Ina yang tahu masa lalu gadis itu tetap mendoakan agar gadis itu bisa menemukan seseorang yang baik juga.

Usai sarapan, Meta berencana masuk kerja seperti janjinya kemarin pada Kiran.

Meski dia sudah tidak berangkat beberapa hari. Namun Meta selalu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.

"Apa kamu enggak papa kalau kita pindah? Bagaimana pekerjaanmu?" ucap Dipta saat keduanya hendak keluar bersama.

"Pekerjaanku enggak mengharuskan aku datang ke butik setiap hari. Memang kamu udah berpikir matang-matang mau pergi ke mana?"

"Iya sudah, lagi pula aku masih punya waktu satu bulan."

"Sekarang aku antar kamu dulu ke apartemen."

"Enggak usah Dip, aku mau ke butik dulu, mending kamu langsung berangkat aja dari pada telat," tolak Meta.

"Kamu serius? Aku udah janji semalam."

"Aku serius, aku tahu usaha kamu untuk berubah, jangan terlalu di paksakan Dip, pelan-pelan aja. Kalau terlalu tiba-tiba seperti ini justru membuat aku berpikir jika kamu terpaksa."

"Maafkan aku Met, maaf kalau perubahan aku kamu anggap terlalu berlebihan. Baiklah aku akan melakukannya secara natural."

"Misalnya?"

"Bagaimana kalau kita pacaran dulu?"

"Hah? Pacaran gimana? Kita aja udah nikah," gerutu Meta.

"Nah kan bagus pacaran setelah menikah."

"Udah ah, makin ngaco kalau ngobrol terus. Aku berangkat ya Dip."

"Nanti jangan lupa makan siang bersama!"

Meta yang sudah tak sanggup menanggapi sikap manis Dipta memilih segera berlalu dari sana.

Dia merasa salah tingkah hanya karena sikap Dipta yang berubah lembut. Meski terlihat masih ada sedikit paksaan, tapi Meta bisa merasakan jika Dipta benar-benar ingin merubah dirinya.

Sesampainya di kantor, dia mengernyit heran saat melihat meja kerja Jelita masih tak nampak penghuninya.

Dia ingin mengabaikannya, tapi perasaanya tak bisa di bohongi.

Wajar saja, tak mungkin perasaan Dipta berubah hanya dalam satu malam.

Jelita masih menduduki tahta tertinggi di hatinya, jadi saat tak melihat gadis itu ada rasa khawatir seperti biasanya.

"Dia tadi telepon HRD izin, karena ngga enak badan," ucap Dave tiba-tiba saat melihat sahabatnya itu melamun.

"Katanya dia berusaha menghubungi ponsel kamu, tapi ngga aktif."

Tanpa menjawab, Dipta meraih ponselnya. Dia lupa kalau sejak semalam ponselnya sengaja dia matikan karena ingin menghabiskan waktu bersama dengan Meta.

Dave lantas memegang lengan Dipta. "Kalau kamu sudah memilih, lebih baik mulai tegas dengan pilihanmu. Jangan ragu lagi. Aku akan lihat sikapmu sebelum memutuskan untuk menerima tawaranmu bekerja sama," ucap Dave.

Dipta menghentikan niatnya untuk membuka pesan dari Jelita. Meski rasa penasaran itu amat sangat besar, tapi ia setuju dengan saran Dave agar dirinya bisa tegas kali ini.

"Sekarang mending kamu ke ruangan Pak Sukma, beliau ingin ketemu kamu."

Dipta menghela napas panjang, lalu kembali memasukan ponsel ke dalam saku.

Dia harus memberi jawaban pada sang atasan untuk pertanyaan atasannya kemarin.

Bahkan Pak Sukma sudah menunggunya sepagi ini untuk bertemu.

"Pagi Pak," sapa Dipta begitu masuk keruangan sang atasan.

"Pagi Pak Dipta, bagaimana, apa kamu udah mengambil keputusan?" tanya Pak Sukma langsung.

Dipta lalu menatap sang atasan dengan penuh keyakinan.

"Saya akan resign Pak."

Pak Sukma lantas menaikan sebelah alisnya tak percaya.

"Apa kamu melakukan ini karena masih memikirkan Jelita?"

Dipta meneguk salivanya. Dia tak bisa membohongi atasannya. Pak Sukma seperti bisa membaca pikirannya.

Kini Pak Sukma justru menatap Dipta kecewa.

"Kalau Pak Dipta berpikir untuk menyelamatkan karir Jelita. Maka Pak Dipta salah, sebagai atasan jelas saya yang lebih berwenang menentukan nasib kalian."

Dipta kembali merasa gugup, ternyata rencananya tak semudah pikirannya.

Bukan ingin mengakali kebijakan sang atasan, hanya saja dia tak bisa membiarkan Jelita keluar dari perusahaan ini.

"Saya tak mungkin melepaskan bapak demi Jelita. Jelas kalian sangat berbeda. Bapak lebih kompeten dari pada Jelita yang saya tahu bisa bekerja di sini juga karena Pak Dipta."

"Apa bapak pikir saya enggak tahu? Tak kompeten dalam berja, tak bisa apa pun. Lalu bapak berpikir apa dia bisa bekerja dengan maksimal setelah bapak enggak ada? Saya rasa enggak."

Makin lemas saja Dipta mendengar penuturan sang atasan. Ia yakin setelah ini Jelita akan kehilangan pekerjaannya.

"Maaf, keputusan saya sudah bulat, jika bapak memilih resign maka saya juga akan tetap memecat Jelita."

.

.

.

Lanjut

1
Devi ana Safara Aldiva
q jadi nggak respect untuk melanjutkan baca novel ini soalnya lebih ke jelita daripada meta yang tak pernah mendapatkan kasih sayang ayahnya
Viela
hmmm ternyata kshan khidupan meta dan maminy
Kasma Aisya
aku suka cara mama Liana..
Devi ana Safara Aldiva
lebih baik berpisah saja dipta dengan meta kasihan meta bakal di selingkuhi sama dipta juga jelita
Soraya
meta nya terlalu cinta sama Dipta
Teh Euis Tea
ga akan ada jelita di antara kita tp msh memikirkan jelita egois bgt si dipta
udahlah meta mending jg pergi ga usah sm si dipta lg laki2 plin plan gitu jgn di arepin
Lovita BM
terus semangat ceria 👍🏼💪🏼
Teh Euis Tea
akhirnya dipta tahu jg kebusukan bpknya dipta dan ibunya jelita
Lovita BM
diamnya wanita ,akan jd malapetaka yg menyakitinya berkali² ,
aqil siroj
tet tottttttttt.... 😄😄😄
ini belum senjata pamungkas ya 😀
Soraya
nex
Devi ana Safara Aldiva
jadi nggak respect untuk melanjutkan baca novel ini low si meta trus dengan dipta
Teh Euis Tea
meta biarkan aj terbongkar semua buar ibunya dipta tau sekalian
Lovita BM
ternyata org terdekat penjahat dan iblis sebenarnya
Viela
rasakan kau jelita.....
aqil siroj
meta meta udah disakitin begitu masih aja dipertahankan.... lama lama be go juga si meta...
Teh Euis Tea
nah kan bener si jelita di kerjain si james, si james ternyata biadab jg beruntng bkn vera yg di rusak
Soraya
dipta mg plin plan
Lovita BM
nah ,gtu kyk Dave teges gk plin plan ,
kasihan meta makan janjimu .
aqil siroj
dufudu.... mampussss
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!