KORELASI DUA HATI

Xander, pria asing yang tiba-tiba datang di kehidupan Qyara seakan menjadi kunci utama yang akan membuka rahasia besar Dirga. Entah apa yang pria itu ketahui tentang Dirga dan dirinya? Sungguh membuat Qyara penasaran.

Sejak pesan itu masuk pada ponsel Qyara, ia tak bisa berhenti memikirkan hal yang akan Xander bicarakan. Ia harus segera menemui pria itu dan meminta penjelasan. Ia tak bisa menunggunya lebih lama lagi.

Hampir saja Qyara beranjak dari tempatnya, tetapi kedatangan Dirga dan Dennis lebih dulu menginterupsinya dan membuatnya kembali duduk.

“Mau kemana, sayang?” tanya Dirga seraya meletakkan makanan pesanan mereka di atas meja.

Wanita itu hanya menggeleng dalam diam. Sepertinya ini bukanlah waktu yang tepat untuk menghubungi Xander. Ia tak boleh membuat Dirga curiga dan membuat semuanya berantakan.

Namun terlambat, Dirga yang super peka sudah merasa ada yang tak beres dengan istrinya. Ia pun kembali bertanya, “Kamu beneran nggak ada yang disembunyiin dari aku?”

“Nggak ada. Aku cuma mau nelpon mama aja kalau besok aku mau balik ke Semarang.”

“Mbak? Kamu mau balik?”

Kali ini giliran Dennis yang menanggapi. Pria muda itu terlihat tak setuju jika kakak keduanya akan pergi saat ia baru bertemu. Tak bisakah kakaknya menetap beberapa hari lebih lama? Padahal ia juga tak akan lama di rumah

“Iya dek, ada yang mau mbak urus jadi mbak harus balik. Verro juga kan nggak bisa izin sekolah lama-lama.”

“Kamu ada urusan apa?” tanya Dirga semakin penasaran.

“Iya mbak, mbak ada urusan apa sampai mau balik cepet-cepet? Kan aku baru pulang mbak.”

Huft, mengapa kedua pria itu terus mencecar Qyara yang membuat kesabarannya tergerus. Ia pun menatap serius suami dan adiknya bergantian dan dengan tegas ia menjelaskan.

“Aku ada urusan sama Vania. Udah, kalian jangan tanya-tanya terus karena ini masalah perempuan!”

Hening, Dirga dan Dennis tak lagi menjawab. Kedua pria itu hanya menunduk dan langsung memakan makanan mereka. Namun jauh di hati Dirga, ada kecemasan yang perlahan muncul.

Qyara dan Vania memang tak pernah bisa dilepaskan, dan Dirga tau urusan apa yang menyangkut kedua wanita itu. Memikirkan Qyara akan bertemu dengan pengacara muda itu membuat Dirga takut. Sungguh ia tak boleh membiarkan Qyara bertemu dengan sahabatnya.

Dirga sangat yakin bahwa Vania lah yang sudah membantu Qyara untuk mengurus surat perceraian mereka. Karena itu ia meminta bantuan Hendra setelah mengantarkan Qyara ke bandara waktu itu.

Hendra merupakan salah satu temannya yang menjadi kepala firma hukum tempat Vania bekerja untuk membuat wanita itu berhenti membantu istrinya. Namun ia sangat mengenal Vania. Tak ada jaminan apapun Vania akan menurut dan berhenti membantu Qyara dalam perceraian mereka.

...-+++-...

“Mas, kalau kamu nggak mau balik ya udah. Kamu disini aja sama ibu, ayah. Tapi aku mau balik, jadi jangan halangin aku lagi.”

Qyara benar-benar sudah jengah dengan sikap suaminya yang terus menahannya untuk kembali ke kota mereka. Ia tak mengerti mengapa suaminya terus memintanya untuk tinggal di rumah orang tuanya, padahal pria itu juga memiliki pekerjaan yang tak bisa ditinggal lama.

Sudah tiga hari sejak malam itu, ketika Qyara mengatakan akan kembali ke Semarang. Sejak itu Dirga selalu menahan dan menjadikan Sania sebagai senjata. Sepertinya pria itu tau jika Qyara tak akan bisa menolak permintaan ibunya untuk tetap tinggal.

Namun Qyara sungguh tak bisa lagi menahan rasa penasaran nya lebih lama. Ia harus segera bertemu dengan Xander. Bahkan ia sudah mengirimkan pesan kepada pria itu untuk menemuinya di Semarang dan pria itu menyetujui.

Jika hari ini ia tak kembali, Qyara tak yakin akan memiliki kesempatan lain untuk mendengar informasi dari Xander secara langsung. Ia harus segera mengetahui semuanya.

Dengan cepat wanita itu kembali memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper dan membuat Dirga semakin terdesak, “Okey aku juga pulang.”

...-+++-...

Setelah empat jam perjalanan, akhirnya keluarga kecil itupun sampai di rumah mereka. Apartemen yang sudah lama tak Qyara lihat nampak sama seperti sebelumnya. Tak ada sedikitpun yang berbeda, hanya suasananya saja yang semakin suram karena keretakan rumah tangganya yang semakin menganga.

Wanita itu menghembuskan napasnya, tujuh tahun yang lalu ia datang ke apartemen ini dengan perasaan bahagia yang tak bisa ia deskripsikan. Saat itu jantungnya tak bisa berhenti berdebar membayangkan kehidupan bahagia seperti apa yang akan ia lukiskan bersama suaminya.

Hari itu adalah hari pernikahan mereka. Dari awal, Qyara memang tak ingin tinggal di rumah megah milik Dirga. Ia tak ingin hidup bersama pelayan yang membuatnya canggung. Karena itu ia pun meminta Dirga untuk tinggal di apartemen ini. Hanya mereka dan anak mereka nantinya.

Begitu membuka pintu apartemen, Qyara langsung mematung di ruang tamu seperti sekarang. Namun saat itu ada orang yang menggenggam tangannya dan memberikan senyum terindahnya, berbeda dengan sekarang.

Pria yang dulu menggenggam tangannya terlihat langsung masuk ke dalam kamar dengan beberapa koper besar mereka. Qyara hanya dapat menghembuskan napasnya sekali lagi.

Entah mengapa tiba-tiba hatinya bergetar? Apakah Qyara sedih karena kebiasaan Dirga perlahan menghilang? Bukankah seharusnya itu baik karena ia bisa berpisah dengan lebih mudah? Lalu mengapa ia sedih?

Namun ketika hendak melangkahkan kakinya, tangan Qyara tiba-tiba menghangat dan membuatnya menoleh. Bibirnya tersenyum ketika malaikat kecilnya itu tersenyum sambil memegang tangannya.

“Bunda jangan sedih ya.”

Tidak, Qyara tak sedih hanya saja  air matanya tiba-tiba jatuh tanpa ia perintah. Ia pun spontan berlutut dan memeluk anak laki-laki itu. Sungguh ia tak tau mengapa ia semakin cengeng akhir-akhir ini padahal ia tak ingin menangis di depan Verro.

“Maafin bunda, nak.”

“Sssttt... Bunda kenapa minta maaf? Bunda kan nggak ada salah apapun ke Verro.”

“Bunda... minta maaf...” ucap Qyara semakin menangis histeris.

Tangisan itu membuat Verro semakin bingung dan terkejut dengan situasi yang sedang terjadi. Ia tak tau mengapa bundanya menangis seperti ini. Ia juga tak tau apa yang harus ia lakukan hingga pria dewasa berjalan ke arah mereka.

“Sayang? Ada apa?”

Dirga yang baru datang langsung mendekap wanita itu. Ia menyuruh anak laki-lakinya untuk pergi ke dalam kamarnya sebelum ia menangkup kedua pipi istrinya. Wanita itu... terlihat sangat kacau dan membuatnya semakin khawatir.

“Hey... ada apa sayang?”

Tak ada yang bisa Qyara ucapkan. Ia hanya menggeleng karena ia tak bisa mengatakan bahwa hatinya tiba-tiba ingin menangis saat Verro melakukan hal yang dulu dilakukan oleh Dirga. Ia tak bisa mengatakan bahwa ia merindukan hal yang Dirga lakukan kepadanya dulu.

Namun kebungkaman Qyara membuat Dirga geram. Tangannya mulai mencengkeram kedua bahu Qyara dengan erat dengan tatapannya yang mulai mendingin.

“Elta... jawab yang bener ada apa?!”

“Nggak ada mas!"