KORELASI DUA HATI

KORELASI DUA HATI

1 - Kebiasaan Manis

“Verro, tolong ambilkan berkas ayah di meja kamar.”

Bocah laki-laki yang sedang bermain itu langsung menghentikan aktivitasnya. Ia segera meletakan remot kontrol yang ia pegang ke atas meja dan berlari menuju kamar untuk melaksanakan perintah ayahnya.

Terdapat dua map yang ada di atas meja yang membuat Verro bingung. Haruskah ia membawa keduanya? Atau hanya salah satu? Tetapi jika salah satu, mana yang harus ia bawa? Map biru atau map merah? Mungkin lebih baik jika ia mengecek kedua dokumen itu satu persatu.

Namun baru saja tangannya menyentuh map biru itu tiba-tiba seorang wanita datang dan langsung merebutnya. Verro menatap wanita itu bingung, “Bunda?”

Qyara memberikan senyum teduhnya dan mengangkat map itu, “Ini punya bunda sayang, punya ayah yang map merah.”

Verro hanya ber-o-ria seraya mengangguk mendengarkan penjelasan ibunya dan segera membawa map merah itu kepada ayahnya yang masih berkutat dengan laptopnya di ruang tengah.

Setelah memberikan berkas yang ayahnya inginkan, laki-laki yang masih berusia enam tahun itu segera menuju dapur untuk menemui ibunya yang tengah bertarung dengan alat dapur. Ia duduk di kursi bar dan menopang dagunya dengan kedua tangan seraya memperhatikan wanita yang telah melahirkannya ke dunia dengan senyum manisnya.

Qyara ikut menyunggingkan senyum setelah menyadari kehadiran anak semata wayangnya. Ia pun menghentikan aktivitasnya dan menatap bocah itu dengan teduh, “Apa apa sayang? Verro perlu sesuatu?”

Bocah itu menggeleng, “Nggak, Verro cuma mau ngeliatin bunda aja karena bunda cantik.”

“Ngapain ngeliatin bunda?” tanya Qyara seraya terkekeh kecil. Jagoan kecilnya itu memang sangat ahli untuk membuatnya terbang tinggi. Sangat mirip dengan suaminya yang juga ahli merayunya.

“Bunda kalau ada masalah ngomong sama Verro ya. Jangan dipendam sendiri.”

Qyara menghentikan kekehan nya setelah mendengar ucapan Verro. Ia menghela napasnya dan menatap kedua mata sayu yang memiliki tatapan tajam itu. Tangannya tergerak untuk mengelus puncak rambut anaknya dan menampilkan senyumnya.

Darah Dirga memang mengalir deras dalam tubuh Verro, begitupun dengan kecerdasannya yang membuat anak itu tak gampang dikelabui. Bahkan perubahan sekecil apapun bisa dirasakan oleh anak itu sehingga Qyara tak akan bisa membohongi malaikat kecilnya dengan cara apapun.

“Sayangnya bunda, orang dewasa itu akan selalu punya masalah. Begitupun bunda. Tapi bunda nyimpen masalah bunda sendiri karena bunda masih kuat menahannya. Nanti deh kalau nggak kuat baru bunda cerita ke Verro ya.”

“Janji ya, Verro nggak mau lihat bunda nangis,” ucap Verro mengangkat jari kelingkingnya.

“Janji,” sahut Qyara menautkan kelingkingnya pada milik Verro.

Qyara memang tersenyum namun jauh di dalam hatinya ia sangat merasa bersalah pada Verro karena telah berbohong. Ia tak akan sanggup menceritakan masalah nya pada Verro. Ia tak ingin anaknya ikut menanggung masalah yang tengah ia hadapi meskipun anak itu terlihat sangat dewasa di usianya.

Seorang pria yang tiba-tiba datang pun menginterupsi ibu dan anak itu. Dirga yang baru datang langsung menatap istri dan anaknya bergantian. Ia pun memicingkan matanya,

“Kalian abis ngomongin apa nih kok ayah nggak diajak? Kalian ngomongin ayah ya? Atau kalian lagi merencanakan liburan tanpa ayah ya?” tuduhnya membuat istri dan anaknya terkekeh.

“Ayah mau tau aja atau mau tau banget?” tanya Verro sengaja menggoda ayahnya.

Pria yang kesal itu hanya mengerucutkan mulutnya dan memeluk Qyara dari belakang. Ia menumpu dagunya pada pundak Qyara dengan manja, “Kalian beneran mau liburan tanpa aku ya?”

“Nggak sayang,” jawab Qyara seraya membelai pipi suaminya.

Mulai lagi. Jika sudah bertemu bunda, ayahnya akan selalu seperti ini dan mengabaikannya. Keromantisan pasangan itu membuat Verro berdecak, “Ayah ini kenapa sih dateng-dateng meluk bunda? Ini ada aku jadi dicuekin.”

Kedua pasangan itu saling pandang setelah mendengar protesan putra mereka. Tiba-tiba tawa menggema di ruangan itu.

Dirga segera melepaskan pelukannya. Namun ia mengecup pipi istrinya sebelum berjalan mendatangi putranya dan menggendong bocah itu tinggi-tinggi.

“Anak ayah ini udah enam tahun tapi masih suka cemburu ya,” ucap Dirga setelah mendudukkan kembali anaknya. “Kamu nggak mau main game aja sama Ethan biar nggak cemburu kalau ayah meluk-meluk bunda?”

“Boleh?”

Netra anak laki-laki membinar. Ia memang dibatasi untuk bermain gadget apalagi bermain game online dengan temannya. Kedua orang tuanya selalu mengajarkannya untuk membagi waktu antara belajar dan bermain.

Diantara kedua aktivitas itu, bermain gadget berada di persentase terkecil karena itu matanya langsung berbinar ketika ayahnya memberi lampu hijau. Bahkan sepertinya ia sudah menghilangkan rasa cemburunya sekarang.

Pria berlesung pipi itu mengangguk, “Boleh satu jam. Tab nya di laci kamar ayah.”

“Ay yay kapten,” ucap Verro memberi tanda hormat sebelum melesat ke dalam kamar orang tuanya.

Pasangan itu hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat perilaku anaknya. Setelah anaknya tak lagi terlihat, Dirga kembali berjalan mendekati istrinya dan memeluk wanita itu dengan erat. Bahkan lebih erat dari sebelumnya hingga rasanya Qyara sulit untuk bernapas.

Qyara dapat merasakan lehernya yang semakin menghangat karena napas suaminya. Pria itu semakin menelusupkan kepalanya di leher Qyara dan membuat kepalanya spontan menyamping.

“Mas...”

“Sebentar aja sayang, aku hari ini bakal lembur lagi jadi sebentar aja.”

“Kamu mau gantiin jadwal siapa lagi kali ini?”

Pertanyaan Qyara membuat Dirga mengangkat kepalanya. Tujuh tahun memang bukanlah waktu yang sebentar untuk menghafal kebiasaan pasangan. Begitupun dengan Qyara yang sudah sangat paham dengan sifat suaminya.

Pria itu tak pernah berkata tidak ketika diminta bantuan dan sudah tiga hari ini Dirga selalu berada di rumah sakit untuk menggantikan jadwal teman-temannya.

Pria itu pun mengeluarkan senyum manisnya, “Hehe, gantiin jadwal Andy. Dia lagi ada acara kelurga yang nggak bisa ditinggal jadi harus aku yang handle rumah sakit.”

Sebagai direktur rumah sakit, Dirga harus selalu memastikan rumah sakit yang ia pimpin berjalan dengan baik, karena itu ia selalu mengcover tugas-tugas dokter lain yang berhalangan hadir. Beruntungnya ia memiliki istri yang pengertian meskipun terkadang terjadi perdebatan kecil antara keduanya.

“Mas, tapi kamu harus tau kalau SIM aku masanya udah abis,” ungkap Qyara membalikkan tubuhnya.

Kini keduanya saling bertatapan. Tangan Qyara ikut mengalung di pinggang Dirga. Netranya membinar hingga membuat suaminya tersenyum. Pria itu segera mendekatkan kepalanya dan mengecup bibir Qyara gemas. Berawal dari kecupan menuju lumatan lembut yang membuat keduanya terbuai. Keromantisan itu pun ditutup oleh kecupan dalam pada kening Qyara.

“Nanti aku urusin SIM kamu sekalian jalan ke rumah sakit.”

Keandra Dirga Ganeswara. Pria yang tujuh tahun lebih tua darinya memang selalu bisa Qyara andalkan. Sejak kehadiran pria itu di hidupnya, ia jadi memiliki tempat bergantung. Kedewasaan dan kesigapan Dirga membuatnya tak pernah khawatir tentang apapun. Hal itulah yang membuat Qyara khawatir. Bisakah ia menjalani kehidupannya tanpa Dirga? Bisakah ia berdiri sendiri?

“Sayang kok bengong.”

Ucapan Dirga membuyarkan lamunan Qyara. Wanita itu pun segera menggelengkan kepalanya, "Gapapa, ya udah sana mandi katanya mau berangkat."

Pria itu kembali menampilkan gigi putihnya, "Mandiin yuk."

Terpopuler

Comments

ada apa sayang ~

2024-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!