NovelToon NovelToon
Soulmate

Soulmate

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: sJuliasih

Perjalanan kisah romansa dua remaja, Freya dan Tara yang penuh lika-liku. Tak hanya berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka juga harus menelan kenyataan pahit saat harus berpisah sebelum sempat mengutarakan perasaan satu sama lain. Pun mereka sempat saling melupakan saat di sibukkan dengan ambisi dan cita-cita mereka masing-masing.

Hanya satu yang akhirnya menjadi ujung takdir mereka. Bertemu kembali atau berpisah selamanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sJuliasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

"Sebenarnya gue pengen banget ngasih tau soal perasaan gue, tapi....." Tara tak melanjutkan ucapannya. Ia membuang nafas secara kasar sembari menunduk tak berdaya.

"Kalo lo ngerasa belum siap, lebih baik nggak usah Tar. Gue tau kok alasan apa yang membuat lo jadi ragu untuk jujur sama perasaan lo sendiri."

Seperti angin laut yang menyejukkan, kata-kata yang keluar dari mulut Freya pun sama. Menyejukkan hati Tara yang sempat gundah gulana.

"Tapi gue takut kehilangan lo, Frey. Gimana kalo ada cowok lain yang ngedeketin lo?"

Freya hanya tersenyum. "Apa yang udah di takdirkan menjadi milik lo, nggak akan mungkin berpindah ke tangan ke orang lain. Jadi lo nggak perlu khawatir, Tar."

Tara terdiam sejenak sembari menatap lekat wajah Freya. Bagaimana mungkin gadis yang tadinya tantrum dan berkali-kali berkata ketus, kini berubah seketika. Tak hanya memiliki pemikiran terbuka, cara bicara gadis itu juga berbeda.

"Udah lah Tar, lebih baik kita nggak usah ngebahas soal perasaan lo atau pun perasaan gue. Mending kita nikmati aja pemandangan di sini. Sayang banget nggak sih kalo kita jauh-jauh datang ke sini cuma buat galau."

"Lo bener Frey." Tara mengangguk setuju.

Meski dari luar Freya terlihat bahagia, namun tidak dengan hatinya. Sejak Tara membahas perihal perasaannya yang tak mungkin bisa di utarakan, Freya pun turut gelisah.

Sejujurnya ia tak mau memiliki hubungan semu dengan Tara. Terlebih mengingat kejadian di kamarnya semalam. Walau sejenak, sentuhan bibir Tara berhasil memberikan efek yang luar biasa pada dirinya.

Tak hanya sekedar menyukai Tara, pun sekarang Freya begitu ingin memiliki lelaki itu. Terkesan serakah memang. Namun itu lah yang Freya rasakan saat ini.

Selain menyimpan perasaannya untuk Tara, Freya juga berusaha memadamkan hasrat menggebunya ketika berada di dekat lelaki itu. Ia ingin bersikap biasa saja, agar Tara pun jauh lebih nyaman saat bersamanya.

Untuk mengalihkan isi kepalanya yang berisik, Freya pun memilih mengitari bibir pantai dengan Tara yang selalu setia di sampingnya.

Baru saja melangkah beberapa meter, gadis itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Lalu ia membungkuk untuk melepas sepatu kets yang di kenakannya. Freya ingin menapakkan kakinya, merasakan sensasi lembut dari pasir pantai yang di pijaknya.

Dari salah satu buku yang pernah Freya baca, cara terbaik untuk menghilangkan energi negatif dari tubuh entah itu stress atau pun kecemasan adalah dengan grounding ke alam. Karna metode healing itu bisa membuat pikiran menjadi jauh lebih tenang.

"Frey, lo yakin kaki lo udah nggak papa?" tanya Tara seraya melirik ke arah kaki Freya yang sempat cedera.

"Sebenarnya sih masih agak terasa sakit, tapi gue nggak mau manjain penyakit gue. Entar makin lama lagi sembuhnya." jawab gadis itu.

"Nggak gitu juga kali Frey konsepnya." seketika Tara mengambil posisi jongkok tepat di depan Freya. "Ayo buruan naik ke punggung gue!" pintanya.

"Nggak mau gue. Gue tau lo pasti bakalan minta imbalan lagi."

Jelas Tara tertawa mendengar ucapan Freya. Ternyata gadis itu masih trauma dengan niat baiknya.

"Sekali ini gratis deh. Gue janji nggak akan minta apapun dari lo."

"Kok gue nggak yakin ya sama omongan lo."

"Udah buruan Frey." desak Tara hingga Freya pun menuruti ucapan lelaki itu.

Segera Tara berdiri ketika Freya sudah naik ke atas punggungnya. Tak lupa gadis itu berpegangan pada bahu Tara, sementara tangan yang satunya membawa kedua sepatu miliknya.

"Tara..." panggil Freya.

"Iya Frey..." sahut Tara.

"Bukannya lo mau latihan basket ya?" tanya Freya yang seketika teringat ucapan di awal kedatangan Tara di rumahnya pagi tadi.

"Udah gue batalin." jawabnya santai.

"Kenapa?!" spontan dahi Freya mengerut.

"Ya karna sekarang gue lagi di pantai sama lo."

"Oh jadi karna gue nih, latihan basketnya lo batalin?" Freya terlihat percaya diri sekali saat mengatakan hal itu.

"Nggak juga sih. Gue emang lagi males aja."

Kesal dengan ucapan Tara yang sudah membuatnya merasa di atas angin lalu menjatuhkannya begitu saja, dengan sekuat tenaga Freya pun mendaratkan pukulan tepat di punggung Tara.

"Aduh... sakit banget Frey. Lo pukul gue pake apaan?" tanya lelaki itu sembari sedikit meringis.

"Rasain lo. Makanya jangan buat gue murka."

"Bener-bener lo yah Frey. Gue visum baru tau rasa lo."

"Ck... lebay banget lo. Perasaan gue mukulnya cuma pelan kok."

"Iya menurut lo pelan. Tapi bagi gue... Lo makan apaan sih? Kuat banget tenaga lo." pekik Tara. Dan Tara serius dengan ucapannya. Pukulan Freya memang sesakit itu.

"Sorry, gue ke lepasan." ujar Freya merasa bersalah. Dengan lembut ia mengelus bagian punggung Tara yang habis terkena pukulannya.

"Untung aja gue sayang sama lo." gumam Tara pelan dan tak sampai ke telinga Freya.

Keduanya pun menghabiskan waktu bersama sembari bercerita banyak hal. Menyadari langit tak sebiru saat kedatangan mereka, seketika Tara melirik arloji di tangannya. Sudah sore hari ternyata. Dan mereka tidak menyadari sudah berapa banyak detik dan menit yang berlalu.

Tara ingin segera mengajak Freya pulang. Namun tak sampai hati rasanya menganggu gadis yang tengah asyik bermain ombak di sisi pantai itu. Tara akhirnya mengurungkan niatnya. Menunggu gadis itu selesai seraya duduk di bawah pohon kelapa yang belum terlalu tinggi.

Ia tersenyum melihat Freya. Tawa gadis itu yang terdengar nyaring, wajahnya yang sedikit berpeluh dan sedikit kemerahan membuat Tara semakin jatuh hati kepadanya.

Usai puas menyentuh air laut yang sedikit terasa hangat, baru lah gadis itu menghampiri Tara yang sejak tadi tak bergeming menatapnya.

"Udah selesai?!" tanya Tara saat Freya berdiri di hadapannya.

Sembari tersenyum lebar gadis itu mengangguk.

"Kita pulang yuk. Lagian udah sore juga." Freya menarik lengan Tara, membantu lelaki itu agar lebih mudah bangkit dari duduknya.

"Tara, tangan lo panas banget." seketika Freya panik. Ia pun langsung meletakkan punggung tangannya pada dahi Tara walau ia harus sedikit menjinjit.

"Gue nggak papa Frey." bibir Tara mengulas senyum, namun kedua matanya yang tampak sayu tidak bisa berbohong.

"Nggak papa gimana?! Badan lo panas banget ini Tar." perasaan cemas mulai menguasai diri Freya. Ia mengedarkan pandangan ke arah jalan kecil yang mereka lalui tadi. Berharap menemukan sebuah warung atau apapun itu yang mungkin menjual obat yang di butuhkan Tara.

"Kayaknya di deket saung tempat lo parkirin motor ada semacam rumah gitu deh Tar. Gimana kalo kita ke sana?"

Tara mengangguk lemas dan hanya mengikuti ke mana Freya akan membawanya.

Dengan perlahan, Freya menuntun Tara menuju saung yang letaknya tak terlalu jauh dari posisi mereka saat ini. Setelah beberapa menit berjalan, keduanya pun tiba tepat di sebuah bangunan berbentuk segi empat yang beratapkan daun pelepah kelapa yang di keringkan.

"Lo tunggu sini ya Tara." tukas Freya usai menyuruh lelaki itu bersender pada tiang bambu.

Lagi, Tara hanya mengangguk pelan.

Freya pun bergegas meninggalkan Tara dan melangkah lebar menuju ke sebuah rumah yang tak terlalu jauh dari saung.

"Permisi kang..." ucap Freya saat bertemu dengan seorang lelaki yang mengenakan pangsi. Lelaki itu masih terlihat muda, sekitar 27 tahunan mungkin.

"Ada yang bisa saya bantu neng?" lelaki yang tengah menyapu dedaunan kering itu menoleh.

"Ehm... anu kang... teman saya lagi sakit dan butuh obat penurun demam. Apa di sekitar sini ada yang menjual obat-obatan ya kang?" tanya Freya dengan sopan.

"Mana ada atuh neng. Di sini mah nggak ada yang namanya toko obat apalagi apotik. Kalo pun ada, neng mah harus jalan beberapa kilometer lagi dari sini." jawab lelaki bernama Jaka itu.

Ucapan kang Jaka jelas membuat Freya merasa frustasi. Di saat genting seperti ini ia tidak bisa berpikir jernih lagi.

"Tapi kalo obat penurun demam mah akang juga nyimpen di rumah." sambung kang Jaka di sertai helaan nafas lega dari Freya.

"Yaudah kang kalo gitu saya bayarin aja gimana? Soalnya temen saya bener-bener butuh obat itu." ungkap Freya.

Kang Jaka langsung tersenyum. "Ngapain pake di bayar segala neng. Saya mah ikhlas ngasihnya. Sok atuh, ikut saya. Atau kalo neng ngerasa sungkan, neng bisa tunggu di sini."

"Saya nunggu di sini aja ya kang." sahut Freya. Walau ia tau kang Jaka terlihat seperti orang baik, namun tetap saja lelaki itu masih terasa asing baginya.

Tak lama kang Jaka kembali menghampiri Freya. "Ini neng." ujarnya seraya menyerahkan satu strip paracetamol dengan merek yang lumayan terkenal.

Segera Freya mengambil obat itu. Tak lupa ia menyelipkan uang kertas 50 ribu ke tangan kang Jaka. "Makasih banyak ya kang." tukas Freya lalu pergi dari hadapan lelaki itu.

"Neng saya ikhlas kok....." teriak kang Jaka saat melihat uang di tangannya. Baginya uang yang di berikan Freya terlalu banyak dan tak sebanding dengan harga obat yang di berikannya.

Freya terus melangkah dan tak menoleh sedikit pun walau kang Jaka terus memanggilnya. Bukan ia bersikap apatis, hanya saja kekhawatirannya terhadap Tara lah yang membuatnya seolah tak menghargai keberadaan kang Jaka.

Setiba di saung, Freya langsung memberikan obat yang di berikan oleh kang Jaka tadi kepada Tara. Tara langsung menenggak obat itu di bantu dengan air mineral yang memang ia bawa.

"Tara, kayaknya kita nggak mungkin pulang dengan kondisi lo yang sakit kayak gini." ujar Freya sambil menatap Tara.

"Nggak Frey, kita harus pulang!"

"Ya tapi gimana caranya Tar? Emang lo bisa bawa motor?"

Tara terdiam, memikirkan bagaimana caranya agar mereka bisa kembali hari ini juga. Andai ia tau akan seperti ini jadinya, mungkin ia akan mengurungkan niatnya untuk mengajak Freya di bandingkan harus merepotkan gadis itu seperti sekarang ini.

"Atau gue dm Andre aja gimana Tar? Biar dia kesini buat jemput kita."

"Nggak usah Frey." cegah Tara sembari meraih tangan Freya yang masih berdiri di hadapannya.

"Terus kita gimana?!" kali ini Freya merasa putus asa. Bukan karna tak bisa pulang ke ibu kota, melainkan karna melihat kondisi Tara yang semakin memburuk. Ia iba, ingin rasanya mendekap lelaki itu.

***

1
korokoro
kaget banget Tara, jangan nakal main cubit pipi aja/Scowl/
Julia H: namanya juga modus kak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!