kisah seseorang yang berjuang untuk lepas dari perjanjian tumbal yang ditujukan kepadanya karena sebuah kedengkian. Ikuti kisahnya selanjutnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam kelam
Buuuuuum.....
Ledakan yang terdengar sangat kuat diatas atap rumah membuat semua penghuni rumah terkejut.
Pak Udin berlalari keluar rumah, tampak diatas sana selarik api yang terlihat terbang menjauh dari rumah
Amdan.
Pria itu berkomat-kamit membaca doa dan terdengar suara teriakan yang sangat melengking bersama dengan hilangnya sumber api tersebut.
Setelah melihat api itu menghilang, Pak Udin kembali masuk kedalam rumah, ia mendapati Wardah dalam kondisi tak sadarkan diri.
Sesaat Pak Udin merapalkan doa dan meletakkan tasbih tersebut diatas ujung kepala sang wanita yang saat ini dalam kondisi pingsan.
"Hah!" teriak Wardah dengan sangat kencang. Ia menatap sekitarnya dengan bingung dan orang-orang sedang mengerumuninya. Ia kembali terkejut saat melihat Pak Udin yang sedang berdiri disisi kanannya.
"Bapak kenapa dikamar saya?" tanyanya dengan mengerutkan keningnya.
Pak Udin segera menyembunyikan tasbih ditangannya dan memasukkannya ke dalam saku pakaiannya.
"Oh, tidak ada apa-apa. Tadi Amdan meminta bapak membantunya mengusir ular yang masuk ke dalam kamar kalian," sahutnya berbohong.
Wardah memijat keningnya yang terasa berdenyut. "Hah," ia tiba-tiba terlonjak kebelakang saat mengingat apa yang baru saja dilihatnya saat dikamar mandi tadi.
"Kamu kenapa, Dik?" tanya Amdan dengan sangat penasaran.
"T-tadi, dikamar mandi aku melihat ada sosok mengerikan dan ia hampir saja ingin membu--nuhku," ucap Wardah dengan terbata.
Seketika semua yang ada dikamar tersentak mendengar penuturannya.
"Apakah kamu tidak mengada-ada," tanya Risti, sembari menggendong keponakannya.
Wardah menggeleng cepat. "Aku tidak berbohong!" sanggahnya. Ia merasa jika mereka menganggapnya sedang berhalusinasi.
Pak Udin menatap Wardah dengan seksama. "Sebaiknya kamu mendekatkan dirimu kepada Sang Rabb, sebab kamu saat oni menjadi salah satu target dari seseorang yang ingin berbuat jahat pada keluarga ini," ungkap Pak Udin dengan menegaskan ucapannya.
"Hah!" serentak orang-orang terkejut dengan ucapan pak Udin yang terdengar sangat mengerikan.
"Mengapa aku? Apa salahku?!" Wardah terlihat takut bercampur panik.
Pak Udin menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak memiliki salah apapun, hanya saja kamu yang paling lemah dari target yang sesungguhnya," ujar pak Udin dengan nada penuh penekanan.
Seketika Wardah semakin ketakutan. Ia tidak pernah bermimpi untuk hidup seperti ini, dan tentu saja ini sangat menakutkannya.
"Siapa orang itu, Pak?" tanya Amdan tiba-tiba.
Pak Udin menyunggingkan senyumnya yang sangat datar. "Kamu akan tahu dengan sendirinya, bahkan tidak perlu mencari tahu siapa pelakunya, hanya saja pertebal keimananan dan memohon-lah untuk.keselamatan kalian," Pak Udin mencoba mengingatkan keluarga tersebut.
Pria itu masih memegang batu kerikil berwarna putih yang dipegangnya. "Bapak permisi pulang, dan untuk kalian, maka perbanyaklah doa untuk perlindungan diri." pria itu berpamitan pulang, lalu beranjak pulang.
Ia berjalan menuju rumahnya, lalu membawa kerikil ditangannya dengan perasaan tak tenang. Ia meraskan getaran hawa negatif begitu besar dan tak jauh dari posisinya berjalan saat ini.
*****
Huuuuueeeekk...
Seorang pria kembali memuntahkan cairan kental berwarna merah dengan kondisi yang sangat pekat.
Pria yang menggunakan blankon dikepalanya itu merasa jika ia saat ini terluka parah.
"U-Udin sialan!!" makinya dengan kasar. "Tidak ada jeranya kau membuat keributan padaku!" umpatnya dengan rasa kesal yang semakin membuncah dihatinya.
Saat bersamaan, sebuah sepeda motor berhenti disepan rumahnya. Ia menyeka cairan tersebut daei sudut bibirnya, sebab ia tahu siapa yang datang.
"Ki, Ki Pahing," panggil suara seorang wanit yang sangat ia kenal.
Dengan gerakan sempoyongan, ia keluar dari kamarnya, lalu menemui tamunya.
Tampak seorang wanita dengan pakaian yang cukup menggoda datang kerumahnya. Siapa lagi jika bukan Ira. Bahkan wanita itu tidak mengerti masa iddahnya setelah ditinggal mati oleh suaminya, ia justru bersikap seolah tak tahu malu, bahkan malam ini adalah melam ketiga untuk Munah setelah dimakamkan.
Ki Pahing keluar dari kamar dengan gerakan yang sangat memprihatinkan. "Masuklah," ajaknya.
Ira dengan senyum seperti sedang merasa kebahagiaan yang tidak dapat ia ungkapkan karena Ki Pahing dapat menepati janjinya untuk dapat menghabisi sang kakak kandungnya.
"Ki, kak Munah sudah meninggal, maka mana kekayaan yang kamu janjikan?" tanya Ira dengan sangat antusias saat ia memasuki rumah sang pria brengsek.
"Mbak Ira, mengapa sangat terburu-buru, duduklah dahulu," ucap Ki Pahing dengan senyum liciknya.
Senyum pria yang tertaut usia kurang lebih 5 tahun lebih muda darinya itu terlihat sangat membiusnya, sehingga ia tidak dapat mengatakan apapun, ia seperti seorang yang terkena gendam.
Ira tak dapat menolak saat pria itu memintanya untuk duduk disofa.
"Mbak, uangnya dapat cair jika mbak Ira membantu saya untuk merayu sang Buto Ijo yang saat ini sedang dalam kondisi lemah karena sudah banyak mengeluarkan energi saat menghabisi Munah," Ki Pahing menimpali ucapannya.
Ira mengerutkan keningnya. Ia terlihat belum mengerti apa yang dikatakan oleh pria tersebut. "Maksudnya apa ya, Ki?" wanita itu semakin penasaran.
Ki Pahing tersenyum datar. Ia menatap Ira dengan penuh kelicikan.
"Mbak Ira melayani Buto Ijo peliharaan saya yang akan menjanjikan kekayaan," Ki Pahing berusaha mempengaruhi wanita tersebut.
"Maksudnya melayani Buto Ijo dengan ehem, ehem gitu?" tanya Ira dengan mencoba men-singkronkan antara otak dan halusinasinya.
"Iya, apalagi jika bukan harus tidur denganku," Ki Pahing mencoba mempengaruhi.
"Bukannya yang harus saya layani itu setan buto ijo?" Ira tampak protes. "Tetapi kenapa Ki Pahing yang saya layani?" iya tampak begitu penasaran.
"Ya Buto ijo.kan wujudnya tidak tampak, makanya ia menumpang dengan saya," Ki Pahing terus mempengaruhi Ira.
Seketika Ira menyetujuinya, lalu mereka memasuki kamar, dan keduanya melakukan hal yang sangat nista dikamar itu dua insan yang sudah paruh baya sedang melakukan bercocok tanam.
Tak ada sesiapapun yang mengetahui apa saja yang tengah menreka lakukan saat ini.
Setelah merasakan puncak surgawinya yang berulang kali, seketika ia mulai bersemangat, dan seolah energinya bertambah.
Sedangkan Ira sebaliknya. Ia merasa jika tubuhnya sangat lemah, tetapi demi untuk mencapai tujuannya, ia mengabaikan segala sesuatu yang membuatnya menjadi tersesat dan juga tidak perduli jika segala sesuatunya akan membahayakan dirinya juga kelak akan berbalik.
"Beneran ya, Ki. Saya dibagi setengah atas penghasilan dari kematian kakak saya." Ira terus sajan mengungkit masalah tersebut sembari mengenakan pakaiannya.
"Pasti, dong, saya tidak akan mengingkari janji saya. Sebab jin peliiharaan saya ini sangat tangguh!" Ki Pahing terus memberikan janji yang membuat Ira semakin melayang.
Ki Pahing beranjak dari tempanya, lalu berjalan menuju lemari pakaian. Ia mengeluarkan beberapa perhiasan yang terbuat dari emas dan memberikannnya pada Ira. "Ini, ambillah," Tangannya menengadah sekaligus memberikan perhiasan tersebut kepada Ura yang saat ini sangat senang.
Sukses trs tuk semua Novel-novel nya. sllu Sehat Wal'afiat untuk Mu Beserta Keluarga 🤲 Aamiin 🤲
Terakhir di akhir Novel ni sdh aku beri Like + Hadiah Bunga + Vote yaa Akak Cantik 😘
akhirnya Bu Ira meninggoi 🤦🤦🤦
mkne jgn kyk gtu
hadehh klo nanti mati juga lama2
Novel bagus,ada makna di dalamnya yg bisa jadi pelajaran buat kita.
Selalu bersyukur dg hidup kita,jangan iri dg hidup orang lain.