NovelToon NovelToon
Si Rubah Licik

Si Rubah Licik

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Romansa
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ws. Glo

Dipandang sebelah mata oleh orang-orang sekitar dan dikhianati suami tercinta. Hanya karena paras dan penampilannya yang tidak menawan.

Hidup ditengah-tengah manusia yang suka menghakimi sesama dan berbuat dusta. Rasa sakit mana lagi yang tidak dapat dia hindarkan?

Itulah mengapa dia memalsukan kematiannya dan menyamarkan identitasnya menjadi sesosok yang lain, demi membalaskan dendamnya!

Saking heroik setiap aksi yang ditunjukkannya lewat identitas barunya, dia sampai dijuluki si rubah licik! Mengapa bisa terjadi? Bagaimana kelanjutan kisahnya? Penasaran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ws. Glo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Sidak

Hendrik akhirnya tiba di Penthouse mewahnya setelah sejam menempuh perjalanan yang sangat membosankan. Cepat-cepat ia keluar dari dalam mobil dan melajukan langkah hendak menuju ke kediamannya.

Sesampainya di pintu, para pelayan menunduk sambil membukakan pintu. Hendrik masuk dan langsung menilik sekitarnya mencari keberadaan Yoga.

"Tuan!" Syukurlah Yoga muncul di waktu yang tepat.

Hanya saja ekspresi Yoga tampak tegang dan wajahnya agak memucat sehingga membuat Hendrik mengerutkan keningnya lalu bertanya, "ada apa?"

Yoga terdiam. Tetapi telepatinya berbicara.

Hendrik menyipitkan mata mencoba memahami diamnya Yoga.

Akhirnya Yoga melempar-lempar lirikannya ke arah ruang tamu, dan Hendrik pun tercenung.

"Maksudmu, ibu ada disini? Begitu?" Bisik Hendrik yang engeh, melongo.

Yoga mengangguk.

Tanpa berlama-lama, Hendrik lantas ke ruang tamu. Untuk bertemu sekaligus menyambut sang Ibu yang telah lama tinggal di tempat yang jauh.

Klotak... Klotak... Klotak.

"Ibu?" Ucap Hendrik datang dari arah samping Viola Xavier. Si wanita elegan bermartabat yang merupakan pensiunan aktris ternama.

Viola terlihat duduk bersilang, membusungkan dada dan menegakkan kepala. Walau keriput kian menutupi wajah, kharisma tegasnya yang amat kuat menggencarkan Hendrik.

Viola menjeling dan berbicara singkat ke Hendrik dengan nada dingin, "duduk." Titahnya menyorot ke bangku sofa yang ada dihadapannya.

Hendrik terpatuh dan segera ia duduk di depan sang Ibu.

Sambil meneguk sekilas secangkir kopi yang kemudian ditaruhnya rapi ke atas meja, Viola memusatkan tatapan intimidasinya ke Hendrik.

Hendrik terperangah namun gestur tubuhnya tetap tenang. Menutupi kegelisahan yang menggelegar.

"Kamu apa kabar??" Viola mengawali obrolan.

"Baik ibu."

"Bagaimana dengan pekerjaanmu? Lancar?" Viola menaikkan alisnya, memasemkan muka.

"Iya, begitulah." Hendrik masih berhati-hati dalam menjawab. Tetapi tidak dapat dibohongi, kalau batinnya meronta-ronta.

"Kira-kira apa yang membuat ibu sampai datang jauh-jauh, dari Bali kesini?" Batin Hendrik menggempur.

Setelahnya, iapun mengangkat kedua alisnya saat memberikan kesimpulan bulat jikalau, "ahhh ya. Aku paham sekarang."

"Ya benar! Ini pasti tentang Zahra!"

"Aku yakin wanita itu pasti sudah mengadu soal hubunganku dan dirinya, ke ibu!"

Perasaan Hendrik berkecamuk.

Sementara sang ibunda melanjutkan obrolan pentingnya.

"Ibu dengar, kamu memutuskan hubungan dengan Zahra. Betul?"

Dan ya! Dugaan Hendrik benar.

Hendrik sontak menjawab tanpa rasa bersalah, "iya."

"Kenapa? Bukankan kalian saling menyayangi dan mencintai sedari kecil?" Viola makin menginterogasi. Sebab rasa penasarannya yang sangat mendalam akan ikatan pertunangan sang anak, harus segera diatasi secepatnya.

Namanya juga ibu. Apapun yang berkaitan soal anak, apalagi bila mengenai percintaan putra tunggal satu-satunya, siapa sih yang tidak cemas jikalau ada sedikit masalah?

Hendrik menghela nafasnya dan menyampaikan, "dia memiliki anak dari lelaki lain ibu."

Viola terperanjat. Tapi keterkejutan itu tidak bertahan lama. "Bukannya anak yang dilahirkannya adalah darah dagingmu?" Viola berkompromi, terus menggali alasan yang pasti.

Hendrik menyengir sinis. Dan hal tersebut langsung membingungkan Viola.

"Ibu."

"Zahra kah yang mengatakan itu kepada ibu?"

Viola termanggut, "oh ya. Of course. Makanya ibu yang mendengar kabar itu, seketika langsung terbang dari Bali menuju kediamanmu ini. Padahal ibu lagi asyik-asyiknya karaokean sama my circle lho."

"Lagipula kalian kan udah bareng-bareng selama belasan tahun. Bukannya hal yang wajar jika lobangnya Zahra kebobolan sperm'mu?"

Hendrik menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Sembari memijit keningnya yang cenat-cenut ia lekas meyakinkan sang ibu.

"Ibu. Apakah ibu lupa bahwa Zahra lebih sering menghabiskan waktunya selama belasan tahun di China, dengan alasan pekerjaan?"

"Saking betahnya disana, dia sampai-sampai mengundur waktu pernikahan kami sebanyak tiga kali! Itupun belum tentu dia benar-benar berada di China di waktu yang sangat lama itu."

"Pasti adakalanya dia berjalan-jalan ke negara lain untuk berlibur lalu bertemu lelaki selain diriku."

"Padahal kami telah bertunangan sejak tiga tahun yang lalu."

"Dan asal ibu tahu. Sebenarnya aku tidak pernah membobolnya sekalipun. Saking sayangnya, aku tidak tega melakukan perbuatan itu. Aku ingin selalu menjaga dan melindungi kehormatannya sampai waktunya tiba. Belum tentu wanita lain bisa merasakan kasih sayangku yang begitu Bu."

"Tetapi apa yang kuterima? Tanpa sepengetahuanku, dia malah melahirkan seorang anak dari lelaki asing di luar sana, yang entah siapa."

"Aku dengar puteranya itu, kini berada di Perancis."

Hendrik mengeluarkan unek-uneknya. Tanpa tersadar air matanya berlinang. Meluapkan segala jenis rasa yang membelenggu dalam dada.

Ibunda yang menyaksikan cuma terdiam sembari mendalami penuturan Hendrik. Seperwaktu kemudian, Viola memasrahkan kehendak. Kebenaran yang sesungguhnya telah terungkap. Hatinya tenang dan tidak lagi gundah-gulana.

Ia spontan merentangkan tangan dan bertutur lembut kepada sang putera yang beberapa tahun belakangan belum dijumpainya, "ulululu. Sayangnya ibu. Sini sayangku." Raut seram Viola seketika berubah. Dari yang tadinya datar dan seram, jadi aura yang penuh kasih sayang serta cinta.

Hendrik yang pada awalnya gusar pun ikut terluluh. Wajahnya memelas dan dalam sekejap mata berlari ke rengkuhan sang ibu tercinta.

Tak... Tak... Tak!!

Greeeppp!!

"Ibuu."

Hendrik menenggelamkan wajah ke pelukan sang ibu yang kini menepuk-nepuknya manja.

"Olololo, anakku sayang."

"Pasti kamu merasa kesulitan ya."

"Umm." Hendrik mengangguk dan tersedu-sedu.

"Aku kangen ibu."

"Ibu juga anakku."

"Maafkan aku ibu. Aku tidak bisa menjaga Zahra." Ujar Hendrik menyesal.

"Harusnya ibu yang minta maaf karna tidak dapat menyempatkan waktu, membimbing kalian berdua." Potong Viola meleraikan pembahasan. "Sudah. Sudahlah, yang berlalu tidak perlu lagi di bahas. Apa boleh di kata? Semua telah terlanjur."

"Kau cepat-cepatlah mencari pengganti yang baru."

"Ibu mau segera memomong cucu."

"Kamu sudah tua soalnya."

"Jadi tolong manfaatkan burungmu sebaik-baiknya untuk membawakan ibu menantu. Hehehehe."

Viola dan Hendrik terkekeh bersama.

Suasana yang tadinya tampak canggung dan mendebarkan, tersurutkan juga.

Yoga yang melihat dari kejauhan, akhirnya bisa bernafas lega tanpa harus mencari cara untuk menghangatkan keadaan.

...****************...

...****************...

Di tempat lain. Hotel Xx.

Susi tampak digauli oleh seorang pria paruh baya yang gendut dan berbadan besar.

"Ahhh... Ahhh... Ahhh... Pelan-pelan Om." Desah Susi menggeliat, dengan posisi badannya menempel menghadap dinding, memunggungi sang pria yang menggempurkan batangnya dari belakang.

Si om-om yang kelihatan menjulangkan dan mencengkram kedua tangan Susi, melancarkan aksinya tanpa henti. Tak peduli Susi kesakitan ataupun menikmati.

"Ahhh... Ahhh... Ahhh... Eughhmph! Kau nampak lezat dan segar gadis kecil." Raung si om yang segera memutar badan Susi dan melemparnya ke atas ranjang.

Bruuukk.

Susi terlentang telanjang dan mengangkang di kasur. Kemudian si om kembali menggaulinya tanpa ampun.

Jleeppp!!

Ahhh... Ahhh... Ahhhh.

Suara desahan terus mengalun memenuhi ruangan. Dimana kedua makhluk berdosa, terlihat bergumul menikmati malam. Si om pun mempercepat tempo, menimbulkan alunan gesekan kulit yang mengaplok.

Plok... Plok... Plok.

Tubuh Susi bergetar dahsyat dan teriakannya semakin menggema. Tidak puas sampai disana, si om memperdalam tusukan batangnya ke lobang Susi dan menggoyangkannya cepat. Hingga memencrotkan banyak cairan kental empunya dia dan Susi tentunya. Yang tertumpah asal menghantam lantai.

Plok... Plok... Plok... Crassssss💦

"Ahhhhhhh!!" Susi dan si om menggetarkan badan bersamaan, mengeluarkan sisa jelly yang tertinggal didalam.

Pergulatan mereka yang berlangsung selama berjam-jam, akhirnya telah usai sudah.

"Yaaakhh. Kau luar biasa sekali gadis manis." Puji si om meraih dompet sekaligus bathrobenya dipinggir kasur.

Si om merogoh dompet dan melemparkan sejumlah uang ke Susi. "Itu bayaranmu. Nanti kalau kurang kabarin Om."

"Hehehe. Makasih Om." Susi memungut uang tersebut dan langsung menggapai tangan si om, mengajaknya duduk.

"Om jangan pulang dulu." Pinta Susi melingkari selimut ke tubuhnya yang polos, dan sebelah tangannya menggenggam erat tangan si om.

Si om duduk. Dan Susi lantas mengalungkan tangannya ke lengan om, menggesek-gesekkan susunya seraya melancarkan rayuan.

"Om... Aku boleh minta bantu tidak?" Susi memainkan jemarinya, membelai dada si om yang melirik genit ke dia.

"Apa sayang?" Tungkas si Om mencubit dagu Susi, yang menyodorkan selembar foto.

"Hm? Siapa dia?" si om mengerutkan wajahnya, bingung, memperhatikan foto.

"Dia Bram dan Ayuma." Sahut Susi. "Ohh ya! Aku dengar-dengar, om berkomplot sama mafia ya?" Lanjutnya memuji, menarik hati si om.

"Hahahaha. Tentu! Aku kan hebat." Om membalas pertanyaan Susi dengan angkuhnya.

"Benarkah?"

"Whaaa. Kalau begitu, bisakah om membantuku untuk memata-matai kedua orang ini?" Nego Susi.

"Cih! Tentu saja. Apapun untuk my sugar baby." Jawab si Om menoel hidung Susi.

"Ehehehe. Makasih om." Susi sontak menyenderkan kepala dan bertingkah-tingkah.

Sedangkan isi hatinya, membabi-buta.

"Idih! Sok ganteng banget jadi orang!"

"Untung kau kaya dan punya hubungan dengan mafia. Kalau tidak, mana mau aku melayani gajah yang kelebihan nafsu sepertimu!"

"Udah lima ronde lagi! Siapa yang ga capek coba?"

"Tapi yah its okay. Mengharapkan duit Bram yang tidak seberapa, kurang untukku berfoya-foya. Lelah juga menunggunya kaya."

"Entar kalau dia berhasil meraih posisi pemimpin di Simsung Group, aku akan bersamanya terus.Tapi dengan syarat Ayuma harus dibunuh! Dia tidak boleh merenggut Bram dariku!"

"Selebihnya....."

"Jika kemungkinan besar Bram malah terporot dan jatuh miskin, yah gampang. Tinggal aku hancurkan saja dia lewat teman mafianya si Om, dan hidup bersenang-senang."

"Hahahaha! Hidupku memang menyenangkan."

Susi menyeringai licik.

1
Aisyah Suyuti
seru
Fitria Dewi
yeyyyyyy happy ending 🥳👍👍👍👍👍👍
••} 𝒩𝑒𝓃𝑔 𝗪𝗲𝘀°𝐆𝐋𝐎☆: Huuu, makasih loh udah nemenin sampe akhir🤧 Terhuruuu akutu
total 1 replies
Fitria Dewi
Hendrik cpetan Dateng kasihan ayuma 🥺
••} 𝒩𝑒𝓃𝑔 𝗪𝗲𝘀°𝐆𝐋𝐎☆: 🥺🥺🥺🥺🥺😭
total 1 replies
Fitria Dewi
lanjut tor semangat 💪🥳
••} 𝒩𝑒𝓃𝑔 𝗪𝗲𝘀°𝐆𝐋𝐎☆: Maacihhh
total 1 replies
Resi Maulana
Luar biasa
••} 𝒩𝑒𝓃𝑔 𝗪𝗲𝘀°𝐆𝐋𝐎☆: Makasih kak🙂🙂
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!