NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 22

"Hati-hati Tar, kalau sudah sampai rumah kabari aku," ujar Kezia. Dia sangat khawatir aku pulang dengan Victor. Victor hanya mengantarku pulang, dia tidak akan melakukan apa-apa.

"Baiklah, sampai ketemu besok Kezia."

Aku naik ke motor Victor. Motor Victor lebih pendek dari pada motor Kevin, aku yang pendek ini merasa sangat mudah menaiki motor Victor.

Dikarenakan aku memakai rok, aku terpaksa harus duduk samping (aku sangat tidak suka). Aku menyuruh Victor membawa motor dengan pelan, soalnya aku tidak memegang apa-apa. Aku tidak mau memegang Victor, kami tidak memiliki hubungan, kami hanya orang yang sok kenal dan sok dekat.

Untung saja jalanan tidak macat, aku cepat sampai di rumah dan tidak perlu berlama-lama dengan orang yang sok kenal dan sok dekat denganku. Aku mengucap terimakasih kepada Victor dan menyuruhnya pulang. Aku tidak menerima orang asing masuk ke rumah ku. Aku menutup pintu gerbang, lalu berjalan ke rumah dengan pikiran yang menumpuk.

"Siapa itu Tarasya?" suara Papa terdengar marah ketika aku sedang membuka sepatu. Aku sedikit terkejut karena Papa sudah pulang jam segini.

"Teman, Pa. Sebenarnya Tarasya tidak mau diantar sama dia, cuman dia lalap datang ke sekolah Tarasya menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Aku sudah berkali-kali menolaknya dan dia tetap datang. Biar dia tidak ganggu Tarasya lagi, Tarasya iyakan saja tawarannya."

"Papa hanya mau ingatkan, berhati-hatilah memilih cowok, tidak semua baik seperti Kevin."

"Iya, Pa, Tarasya ngerti kok."

Aku pergi ke kamarku untuk mengganti pakaian. Aku mengambil handphone ku dari atas lemari, kemudian memberi Kezia kabar bahwa aku sudah sampai di rumah dengan selamat.

"Sepertinya hari ini Kevin tidak memberi kabar, sebaiknya aku membaca buku saja."

Aku meletakkan handphone ku di atas meja belajar. Aku mengambil sebuah buku yang ingin aku baca. Ketika membuka halaman pertama, handphone ku bergetar lama. Aku mengambil handphone ku dan mendapat telepon dari Kevin. Aku sontak lompat kegirangan dan hampir teriak. Aku mengangkat telepon dari Kevin dengan hati yang berbunga-bunga.

"Tarasya," ucapnya dari seberang sana.

"Iya, Kevin?"

"Kamu tadi pulang sama siapa?"

Senyuman lebar ku tadi ku tarik kembali seperti semula. Aku berekspresi datar saat ini, aku tidak suka dengan pertanyaan Kevin dan nada bicaranya. Dia seperti marah, atau cemburu, atau sejenisnya, aku tidak tahu, yang jelas dia tidak pernah memakai nada itu saat bersamaku.

"Sama Victor, mengapa?" tanya ku dengan nada kesal.

"Aku kenal dia, kamu jangan dekat-dekat dengan dia. Dia bukan pria baik. Aku harap kamu paham Tasya." Setelah mengatakan hal itu, Kevin memutuskan telepon kami. Aku belum menjawab dia, tapi dia sepihak sudah mengakhiri pembicaraan kami. Aku benar-benar kesal dengan Kevin. Jika aku mengechat dia, pasti tidak akan dibalas. Mengapa Kezia dan Kevin mengatakan Victor bukan pria yang baik? Di depan ku dia selalu baik. Bisa saja kan mereka ketemu dengan Victor waktu Victor berada di sikap jahatnya, siapa tahu sekarang Victor menjadi anak yang lebih baik dari sebelumnya. Siapa yang tahu coba?

Aku tidak memuji Victor, aku hanya mengatakan apa yang aku lihat. Belakangan ini dia sering mengechat ku bertanya tentang pelajaran dan di dalam benakku dia anak yang pintar dan rajin. Dia bahkan menyuruhku mengajari dia dan dia menyuruhku mengoreksi jawabannya. Victor mau belajar dan berusaha, sikap jeleknya dari mana coba? Kalau dipikir-pikir dengan matang, dia lumayan dijadikan pacar. Dia memang tampan, tinggi, mau berusaha, memiliki tubuh yang bagus, ramah, sopan, dan masih banyak lagi sikapnya yang baik, dia tidak kalah jauh dari Kevin. Setelah aku timbang-timbang, aku bisa menjadikan dia temanku.

Handphone ku bergetar lagi. Aku berharap telepon itu dari Kevin. Aku membuka handphone ku dan melihat di layar bahwa Victor lah yang menelepon. Aku terheran-heran mengapa dia menelepon ku, aku mengangkat telepon darinya dengan perasaan yang tidak enak.

"Ada apa?" tanya ku malas. Aku sangat tidak suka diganggu saat membaca (kecuali yang mengganggu Kevin).

"Besok pulang bareng lagi, ya? Besok aku mau bawa kamu ke suatu tempat."

"Besok hari terakhir ujian, aku tidak bisa, aku harus membantu Mama di rumah," tolak ku. Meskipun aku ingin menjadikan Victor sebagai teman, aku tidak mau kami langsung ke tahap yang lebih tinggi. Aku dan Kevin awal kenal belum berani pergi berdua, kami masih malu-malu. Si Victor ini cukup aneh.

"Baiklah tidak apa-apa. Kamu lagi ngapain Tarasya?"

"Tidak ada, hanya bernapas."

"Manusia memang harus bernapas, kalau tidak bernapas hal yang mengerikan akan terjadi. Biasanya orang-orang kalau tidak ada pohon akan kekurangan oksigen, bukan? Sedangkan aku, kalau kamu tidak ada, aku kesusahan bernapas. Kamu adalah oksigen ku Tarasya, kamu adalah napas ku."

Aku terdiam mendengar perkataan Victor. Aku menggaruk kepalaku sambil berpikir mau menjawab bagaimana. Aku heran mengapa cowok di dunia ini sangat suka menggombal, begitu juga dengan Kevin. Belum tentu semua cewek suka digombal, bahkan ada yang merasa geli dan ingin muntah.

"Terimakasih ya." Aku tertawa paksa menjawab perkataan Victor. Aku berharap percakapan kami ini segera diakhiri. Tangan ku sudah gatal untuk menekan tombol merah, tapi si sok kenal dan sok dekat ini masih berbicara dari seberang sana.

"Kamu punya pacar Tarasya?" tanyanya dengan hati-hati.

Aku memijat keningku, "tentu saja tidak, aku ini tidak butuh pacar," jawab ku dengan sombong.

"Benarkah? Bagaimana suatu saat aku akan menaklukkan kamu? Kamu pasti bersedia menjadi pacar ku, kan?"

Apaan! Kevin saja belum aku terima, apalagi dia. Kevin jauh lebih tampan dari pada pria sok kenal dan sok dekat ini, kenapa aku harus menerimanya sebagai pacarku.

"Hati-hati ya kalau ngomong, aku tidak akan mau menjadi pacarmu!"

"Kita lihat saja kedepannya gadisku."

"Okay, kita lihat saja! Dan jangan pernah memanggilku dengan sebutan aneh itu! Aku masih SMA dan aku lebih suka dipanggil dengan namaku!"

"Maaf Tarasya, aku hanya tidak sabar menjadikan mu pacarku. Aku akan memanggil namamu saja."

Aku menekan tombol merah tanpa menjawab pria itu. Aku sangat puas karena aku bisa mengakhiri percakapan kami. Victor ini lumayan juga ketika berbicara, aku bisa menjadikannya teman curhat ku, mungkin?

Aku membuka aplikasi Instagram, sudah berjam-jam aku tidak memainkannya. Kevin si pria tampan ternyata membuat status, dia sangat jarang membuat status. Aku tersenyum licik ketika menekan statusnya, aku akan memberi like dan membalas status dia.

"Halo semua, kami sedang belajar bersama. Bukankah dia sangat tampan? (memakai bahasa Prancis)." Seorang wanita cantik sedang belajar bersama Kevin, dia bahkan berani memegang handphone Kevin dan membuat status di akun Kevin. Bukan itu saja, dia juga mengelus pipi Kevin. Kevin tidak pernah mau sedekat itu dengan wanita, tapi kali ini dia berbeda. Bukannya dia hanya menyukai ku? Lalu siapa wanita itu? Apakah mereka harus belajar bersama dan menyebarkannya ke media sosial? Memang wanita itu sangat cantik, aku juga terpesona. Apa Kevin pergi ke Prancis untuk berjumpa dengan tunangannya? Apa mereka memiliki hubungan khusus?

Aku tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Mood ku yang awalnya baik tiba-tiba berubah menjadi sedih. Rasanya aku ingin menangis. Aku tidak jadi memberikan like kepada Kevin. Hati ku sepertinya sakit melihat status barusan, tapi mengapa? Kami hanya teman, jelas-jelas aku menolaknya kemarin.

"Apa yang kamu lakukan Tarasya? Kamu tidak boleh menangis! Sudahlah, lebih baik bertanya saja." Aku memberanikan diri untuk menelepon Kevin. Aku menghapus air mata ku yang sempat jatuh membasahi pipiku. Aku menunggu Kevin mengangkat teleponku dengan perasaan yang campur aduk.

"Halo?" suara wanita terdengar dari seberang sana. Suaranya mirip dengan wanita tadi, apa mungkin yang mengangkat adalah wanita tadi?

"Do you speak Indonesian?" aku bertanya kepadanya. Aku malas menggunakan bahasa Inggris di saat mood ku sedang hancur.

"Ya. Ada apa?" jawabnya.

Ternyata wanita cantik itu bisa menggunakan berbagai bahasa, kalaupun Kevin menyukainya, aku akan mendukung dia. Wanita itu cantik dan pintar.

"Apakah ada Kevin di sana?"

"Kevin? Dia sedang pergi ke toilet. Aku akan menyampaikan pesan kamu kepadanya, bagaimana?"

"Tidak perlu, jangan beritahu Kevin kalau aku menelepon dia. Ngomong-ngomong Nona, aku ingin bertanya."

"Silakan."

"Kamu dan Kevin hubungan kalian apa?" Aku bertanya dengan ragu. Semoga saja wanita itu tidak marah.

"Entahlah, tapi dia pria yang baik. Selama berada di Prancis dia selalu menjumpai ku dan kami selalu belajar bersama. Dia juga bersikap lembut kepadaku, dia tidak pernah marah. Apa menurut kamu dia menyukaiku?"

Aku terdiam sebentar mendengar jawaban Nona itu. Kevin tidak pernah seperti itu di sini, dia baik dan bersikap lembut hanya kepadaku saja. Jika dia memang menyukai Nona ini, lantas mengapa dia marah aku pulang bersama dengan Victor? Dia bisa dekat dengan wanita, aku juga bisa dekat dengan pria. Lagipula kami tidak ada hak untuk melarang satu sama lain. Kami hanya teman.

"Apa dia sering menelepon atau mengabari kamu ketika kalian sedang berpisah?"

"Tentu, dia selalu memberi aku kabar. Aku pernah berasumsi bahwa Kevin menyukaiku. Sepertinya aku benar, ya?"

"Sepertinya begitu. Sampai di sini saja dulu ya, aku harus pergi bimbel," ucapku berbohong. Aku mengakhiri percakapan kami. Air mata ku menetes lagi membasahi pipi ku. Entah mengapa aku ingin curhat kepada Victor. Mungkin hanya dia yang bisa mengerti perasaanku saat ini.

1
Zetti Afiatnun
👍👍👍👍👍
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!