Dara

Cantika segera kembali kerumah usai beberapa detik lalu foto - fotonya viral. Padahal dia sudah menyimpan rapat semuanya. Tapi entah kenapa malah bisa bocor seperti ini. Ya, awal - awal pekerjaannya sepi, Cantika menerima tawaran sebagai model hot dengan bayaran yang lumayan besar. Hanya sekali dan itu pun di post tanpa kepala. Tapi kenapa bisa foto aslinya malah tersebar sekarang. Ia panik bukan main, yang jelas suami dan mertuanya akan murka melihat semua ini. Tanpa menunggu lama, ia bergegas mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju apartemen.

Usai sampai diapartemen, Cantika melihat Ibra dan kedua mertuanya duduk di sofa. Jantung Cantika berdetak kencang, ia mengira mereka sengaja menunggunya untuk disidang.

"Jadi benar foto dan video yang aku dapatkan?" tanya Indira dengan nada dingin

Cantika memilih berjalan pelan lalu duduk disamping Ibra.

"JAWAB!!"

Indra menatap istrinya. Selama menikah, ini pertama kalinya ia dibentak sang istri.

"Tidak mau menjawab? Baiklah. Aku sudah tahu jawabannya!"

"Aku bisa jelaskan, Indira. Semua tidak seperti yang kamu duga"

Indira tertawa masam, "Tidak seperti yang aku kira? Lalu seperti apa yang benar?" perempuan itu mengusap wajahnya, "Ternyata benar. Penyakit selingkuh tidak akan pernah sembuh"

"Ada apa ini? Jadi Papa selingkuh dan sekarang ketahuan?" bathin Cantika

"Aku sudah mengorbankan perasaanku! Aku sudah mengizinkan kamu menikah dengan Ibunya Ibra. Berusaha memaklumi semua perbuatanmu karena kekuranganku! Tapi apa yang aku dapat? Kamu sama sekali tidak bisa berubah. Aku lelah, sungguh. Bertahun - tahun aku menekan perasaanku. Berusaha mengatakan semua akan baik - baik saja. Tapi ternyata tidak berguna. Kamu mengulang hal yang sama"

"Aku minta maaf, Indira, aku sungguh tidak bermaksud melukaimu lagi. Tapi--"

"Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik. Berusaha mengimbangi semuanya. Tapi sudahlah. Mungkin ini waktu yang tepat"

Indra menggeleng, "Jangan katakan apapun, Indira. Aku minta maaf"

"Aku lelah, Mas. Jadi, ayo kita bercerai!"

"TIDAK! sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menceraikanmu!"

Indira berdiri kemudian menatap suaminya, "Keputusanku sudah bulat. Dan seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Maaf, kali ini aku tidak mau mengalah lagi. Aku ingin hidup dengan tenang kali ini"

Indra menggeleng, "Tolong maafkan aku"

"Aku memaafkanmu. Tapi untuk bersama, aku tidak bisa" Indira menatap Ibra, "Jangan buat hidup Ibra tertekan sepertiku. Jika dia sudah lelah dengan rumah tangganya, biarkan dia mengakhiri semuanya"

"Mama tidak bisa melakukan itu! Masalah Mama dan Papa tidak ada hubungannya dengan rumah tangga kami" bantah Cantika tak terima

"Kamu harus berkaca, Cantika. Ego yang kamu pertahankan hanya saling menyakiti kalian berdua. Lagipula, kamu tidak bisa menjaga diri. Pantaskah seorang istri berpose mesra dengan lawan jenis dengan pakaian seperti itu? Jika aku jadi Ibra, aku akan mengurus perceraian tanpa menunggu persetujuan darimu!"

Indira meninggalkan ruang tamu. Indra masih termenung dan meratapi kesalahanya. Ibra hanya mampu menghela nafas. Dan Cantika, dia menahan kesal yang teramat sangat kepada mertua perempuannya.

Indra beranjak meninggalkan ruang tamu dan keluar dari apartemen. Hingga tersisa Ibra dan istrinya.

"Jangan dengarkan ucapan Mama Indira. Lagian masalah ini tidak ada hubungannya dengan kita"

"Apa lagi pekerjaan sial yang kamu kerjakan diluar yang tidak aku ketahui?"

Cantika menatap suaminya, "Aku hanya sekali menerimanya. Itu yang pertama dan terakhir!"

Ibra bersenyum masam, "Sekali tapi sungguh terlihat menjijikkan!"

"Benar. Apa yang aku lakukan memang menjijikkan. Dan yang pasti, aku tidak akan melakukan hal menjijikkan itu jika kamu sebagai suami bisa memenuhi kewajibanmu!"

"Kamu kurang bersyukur Cantika. Sudah tahu kondisi kita sedang turun, bukannya menerima kamu malah melakukan hal gila. Dan sekarang kamu menyalahkan aku yang tidak memenuhi kewajibanku? Aku memberimu nafkah masih sama seperti biasanya! Jika kamu memang merasa kurang, silahkan cari pria lain. Aku dengan senang hati akan melepaskanmu!!"

Ibra meninggalkan Cantika begitu saja,

"Ibra! Ibra!" teriak Cantika, "Hah! Sialan. Semua gara - gara foto sialan itu! Aku harus mencari tahu pelakunya dan memberikan pelajaran padanya!"

🌿🌿🌿

Ibra mengetuk pintu kamar Indira, setelah mendengar sahutan dia masuk kedalam kamar.

"Mama mau pergi kemana? Kenapa membereskan pakaian Mama?"

Indira tersenyum, "Maafkan Mama ya, Nak" bukannya menjawab pertanyaan Ibra, Indira justru meminta maaf

"Kenapa Mama malah meminta maaf?"

"Karena Mama ikut andil membuat hidupmu menderita"

Ibra menggeleng, "Sudah aku jelaskan, semua bukan salah Mama. Semua ini sudah keputusanku. Akulah yang harusnya meminta maaf. Karena Ibuku, hidup Mama pasti sangat sulit. Mama bahkan tetap menyayangi aku dengan tulus meski aku selalu bersikap buruk pada Mama"

Indira membelai lembut kepala putra tirinya, "Dulu Mama berfikir, mungkin inilah jalan terbaik bagi rumah tangga Mama. Mama sadar dengan kekurangan Mama. Jadi, Mama berusaha menerima Ibumu. Mama selalu berpikir dengan hadirnya kamu. Hidup Mama pasti akan lebih berwarna. Sejak kamu lahir, Mama merasa memiliki hidup baru, walau ternyata setelah ada kamu, Ibumu tidak mengizinkan Mama merawatmu seperti yang dia katakan pada awalnya" Indira tersenyum,

"Maafkan Ibu ya, Ma"

Indira mengangguk, "Mama tahu, Ibumu sebenarnya orang baik. Dia bersikap seperti itu juga karena tekanan Papamu. Mama paham dan memaklumi apa yang Ibumu lakukan", Indira mengusap lengan Ibra, "Maafkan Mama. Mulai sekarang, hiduplah seperti yang kamu mau. Mama tidak bisa lagi hidup bersama kamu disini. Mama akan kembali ke kampung dan melanjutkan hidup disana"

"Ma, aku tahu Mama kecewa pada Papa. Tapi, apakah Mama tidak bisa memikirkannya lagi? Mama bisa tetap tinggal di kota ini. Aku akan menyewakan Mama rumah-"

"Tidak, Nak. Keputusan Mama sudah bulat. Mama akan mengurus perceraian Mama lewat pengacara dan Mama akan langsung pulang ke kampung. Jaga diri baik - baik ya. Pesan Mama, jika kamu sudah dalam batas lelah, hentikan semuanya. Kamu berhak bahagia"

Ibra memeluk Mamanya, "Terima kasih atas semua kasih sayang Mama. Aku tidak akan pernah melupakan Mama. Jika ada waktu, aku akan mengunjungi Mama. Semoga Mama bahagia"

"Pasti, Nak. Mama selalu menerima kedatanganmu kapanpun itu"