NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:28.4k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Mencari Pelaku

Sebelum berangkat ke desa yang menjadi tanah kelahirannya, lebih dulu Fahri dan Cahaya berganti pakaian. Fahri pula tidak menyetir sendiri karena ada supir pribadi yang ikut bersamanya. Jadilah ia dan Cahaya duduk berdua di bangku belakang.

"Kamu gugup?" tanya Fahri saat melihat Cahaya yang tak henti-hentinya meremas kedua tangan.

"Sedikit. Aku gak tau reaksi Paman dan Bibi bakalan kayak apa nanti," jawab Cahaya yang benar-benar tampak gusar. Rencananya setelah selesai dari makam, ia dan Fahri akan ke rumah Bahar. Bagaimanapun, Cahaya tetap harus memberitahukan bahwa sekarang ini ia sudah menikah dengan Fahri.

Tak lama berselang, mobil yang dikendarai oleh Mang Abdul mulai memasuki kawasan pedesaan. Cahaya menunjukkan arah ke pemakaman orang tuanya. Saat tiba di tempat tujuan, bersama-sama dengan Fahri ia melangkah ke tempat tersebut.

Di sana, Cahaya menangis sejadi-jadinya. Seolah tengah memberitahukan kepada Ibu dan Bapak tentang dirinya yang tidak baik-baik saja.

Sementara itu, Fahri hanya diam sambil merangkul Cahaya. Dia pun ikut bersedih sama sepertinya.

Setelah membacakan Yasin pada kedua makam, akhirnya Cahaya dan Fahri pun hengkang. Keduanya kembali melanjutkan perjalanan ke rumah Wati dan juga Bahar.

Tentu saja, kedatangan mereka disambut tak ramah oleh pria paruh baya tersebut. Matanya langsung melotot. Wajahnya berubah merah bagai darah.

"Mau apa kamu ke sini, hah? Mau mempermalukan kami bersama selingkuhanmu itu?" tanya Bahar bersamaan dengan Wati yang berdiri di sebelahnya.

"Maaf, Paman. Kedatangan Cahaya ke sini hanya ingin minta restu. Kita berdua resmi menikah hari ini," beritahu Cahaya tanpa berani mengangkat wajahnya.

Dia merasa begitu takut. Takut Bahar kembali menamparnya seperti dulu.

Namun, Fahri mencoba memberikan kekuatan baru untuk Cahaya. Sedetik pun tak ia lepas tangan Cahaya dari genggamannya.

"Apa katamu? Kalian sudah menikah? Sialan. Kalian benar-benar membuat kita naik darah," gerutu Wati dengan ekspresi tak senang. "Ternyata apa yang dibilang Arif memang benar. Kalian menjalin hubungan gelap. Dasar anak tak tau malu. Sudah cacat, tak tau balas budi pula."

Melihat Cahaya yang hanya bisa menundukkan kepala, Fahri pun mengambil langkah berani. Ia berkata, "Maaf sebelumnya, Bapak, Ibu. Tapi, semua dugaan itu tidak benar. Saya dan Cahaya sama sekali tidak menjalin hubungan di belakang Arif. Kami murni hanya berteman."

"Kamu pikir kami peduli?" sungut Wati, "Lebih baik sekarang kalian berdua pergi dari sini! Jangan sampai tetangga pada tau tentang masalah ini. Pergi!"

Cahaya akhirnya mengangkat kepala. Dengan bibir bergetar, ia berkata, "Paman dan Bibi boleh mengusir Cahaya dari sini. Tapi, Cahaya mohon, tolong jangan usir Cahaya dari keluarga kalian. Biar bagaimanapun, Cahaya ini anak kalian juga."

"Dan, jawaban saya tetap sama. Kamu ... bukan lagi anggota keluarga kita."

Satu kalimat dari Bahar, membuat Cahaya kembali terluka.

...****************...

Perjalanan kembali ke ibu kota memakan waktu yang cukup lama.

Sesampainya mereka di rumah, Fahri melihat Cahaya telah lelap dalam tidurnya. Karena tak tega membangunkannya, Fahri pun menggendong Cahaya hingga ke dalam kamar.

Fahri memperlakukan Cahaya dengan sangat lembut. Seolah Cahaya adalah sebuah kaca yang rentan pecah, sampai-sampai saat dibaringkan pun, Fahri melakukannya dengan pelan sekali.

Ia juga mengusap kepala Cahaya. Sambil tersenyum, Fahri berkata, "Semoga sama saya kamu bahagia, Cahaya."

Sewaktu jarum jam hampir mendekati waktu tengah malam, Cahaya pun terbangun dari tidurnya.

Ia kaget saat mendapati bahwa ini bukanlah kamar miliknya. Namun, begitu matanya menemukan sebuah jam tangan pria di atas nakas, barulah Cahaya tahu bahwa ini adalah kamar suaminya.

"Tapi, Bang Fahri di mana, ya?" tanya Cahaya lantaran Fahri tak ada di sebelahnya.

Mengambil tongkat, Cahaya pun turun dari kasur. Ia masih belum sadar jika pakaian yang ia pakai tadi, kini telah berganti.

Ini adalah kali pertama Cahaya mengunjungi rumah Fahri. Tentu saja dia juga baru tahu kalau rumah Fahri ternyata sebesar ini.

Masih berusaha mencari keberadaan suaminya, Cahaya akhirnya melihat sebuah ruangan dengan pintu setengah terbuka. Hanya lampu dalam ruangan itu saja yang menyala, membuatnya tampak begitu kontras dengan sekitarannya yang minim cahaya.

Pelan-pelan Cahaya mendekat dan mengintip. Sosok Fahri akhirnya terlihat.

"Pokoknya kali ini harus berhasil. Saya gak peduli berapapun uang yang dia minta," ucap Fahri pada seseorang yang tengah berteleponan dengannya.

"Baiklah. Bilang padanya untuk lebih teliti lagi. Periksa semua CCTV atau bila perlu, periksa juga semua karyawan yang ada di sana. Saya pula akan meminta izin kepada Om Haris dan Tante Lula terkait penyelidikan ini."

Fahri melemparkan ponselnya ke atas sofa lalu menunduk sambil menopang kepalanya yang terasa begitu berat.

Terkait masalah dirinya dan Cahaya, tadinya Fahri sudah tidak peduli lagi. Ia mencoba ikhlas dan menerima bahwa ini adalah takdir Tuhan. Namun, dikarenakan reaksi keluarga Cahaya yang terlalu menyakiti istrinya itu, membuat Fahri mengutus detektif terbaik untuk menyelidiki kasus ini lebih dalam lagi.

Tok! Tok! Tok!

Fahri berpaling ke sumber suara. Kedua alisnya melambung seketika. "Aya, kenapa bisa di sini?" tanya Fahri lalu menghampiri Cahaya yang berdiri di ambang pintu.

"Aku cari Abang tadi," jawab Cahaya membuat Fahri menarik seulas senyumannya, "Abang kenapa belum tidur?"

"Ada sedikit pekerjaan tadi. Tapi, ini udah selesai, kok. Em, mau makan malam?"

"Boleh."

Akhirnya Cahaya dan Fahri menikmati makan malamnya dalam diam.

Setelah makan, keduanya kembali menuju ke kamar. Cahaya duduk di atas kasur lalu meletakkan tongkatnya di samping nakas.

Sesekali Fahri mencuri pandang ke arah Cahaya. Dengan gaun satin tanpa lengan, Cahaya tampak begitu menawan. Ia adalah kali pertama Fahri melihat Cahaya dengan pandangan berbeda.

"Lo, baju aku, kok, jadi ini? Siapa yang gantiin?" tanya Cahaya dengan wajah kagetnya.

"Bi Ismi yang gantiin."

"Bi Ismi?"

"Kamu akan mengenalnya besok."

Cahaya hanya menganggukkan kepala lalu bersiap-siap untuk tidur. Jantungnya seketika berdebar saat Fahri mulai mengambil tempat di sebelahnya.

"Boleh aku peluk kamu?" tanya Fahri hati-hati. Dia tak ingin memaksakan kehendak. Bagaimanapun, dirinya sadar jika Cahaya belum mencintainya.

"Em, boleh," jawab Cahaya perlahan.

Fahri pun tak lagi menyiakan kesempatan. Hatinya berbunga. Jantungnya berpacu cepat hingga Cahaya pun dapat mendengarnya dengan jelas.

"Aku boleh nanya sesuatu gak?" Daripada saling diam, lebih baik Cahaya mencari bahan obrolan.

"Boleh. Mau nanya apa, hm?"

"Maaf, kalau kesannya gak sopan. Tapi, tadi aku gak sengaja dengar obrolan Abang pas lagi telponan. Abang nyuruh orang buat selidiki masalah kita?"

"He em."

"Kenapa? Bukannya kita sama-sama sepakat buat gak bahas lagi masalah ini?"

"Awalnya iya. Tapi, sekarang gak lagi, Ya. Abang gak bisa tinggal diam saat kamu kehilangan kepercayaan keluargamu sendiri. Keluarga adalah harta paling berharga. Kalau gak ada mereka, ke mana lagi kita akan pulang? Jangan khawatir. Abang yakin, masalah ini akan segera terpecahkan. Dan, kamu akan bersinar lagi, Ya."

Cahaya tersenyum haru. Perhatian dan kasih sayang Fahri benar-benar membuatnya ingin menangis.

Keesokan harinya, Cahaya memutuskan untuk keluar kamar lebih awal. Dia ingin berkenalan dengan beberapa penghuni rumah lainnya.

Jika Cahaya mempunyai Mbok Tun sebagai orang kepercayaan, Fahri pun juga memilikinya. Namanya Bi Ismi. Usianya lebih tua daripada Mbok Tun, tetapi masih cekatan dan sehat.

Cahaya memaksa ingin membantu Bi Ismi memasak. Namun, wanita itu mati-matian menolaknya. Tanpa izin langsung dari Fahri, Bi Ismi tidak berani memperbolehkan Cahaya menyentuh barang-barang di dapur. Walau sekadar hanya mengupas bawang saja.

Alhasil, Cahaya memilih kembali ke kamar dan menemukan Fahri yang tengah memakai kemeja.

"Aku bantuin, ya, Bang."

"Boleh," sahut Fahri dan membiarkan Cahaya mengikat dasi untuknya.

Pekerjaan yang biasanya tak sampai semenit, kini menjadi sangat lama lantaran Cahaya kesulitan melakukannya. Maklum saja, Cahaya tidak bisa mengangkat kedua tangannya begitu saja. Karena di sebelah tangan yang lain, terdapat sebuah tongkat yang harus selalu digunakan untuk membantunya berdiri dengan benar.

Beruntung Fahri bisa bersikap sabar. Ia menunggu, tak ingin membuat Cahaya terburu-buru.

"Sudah, Bang. Maaf, ya, jadi lama gara-gara aku," ungkap Cahaya merasa tak nyaman.

"Malah Abang berharapnya lebih lama lagi, Ya. Biar Abang bisa liatin kamu terus."

Cahaya menunduk, menyembunyikan senyum malu-malunya.

Tanpa Cahaya sadari, saat ini Fahri mati-matian menahan diri. Dia ingin membuat Cahaya lebih dekat dengannya. Namun, ia takut jika nanti Cahaya jadi tak nyaman dengannya.

Tok! Tok! Tok!

"Siapa?" tanya Fahri menatap ke arah pintu kamar yang tertutup.

"Ini Bibi, Pak. Bibi mau bilang kalau di bawah ada Bu Zahra dan Pak Arif."

"Oh, baik, Bi."

"Kayaknya mereka mau kembaliin Zaif."

Fahri mengangguk lalu meraih tangan Cahaya untuk berjalan bersama.

Setibanya mereka di bawah, Cahaya langsung dibuat gembira karena Zaif langsung berjalan ke arahnya sambil memanggil 'Bunda'.

"Anak ganteng Bunda. Gimana semalam? Gak nakal-nakal, 'kan?"

Zaif menggeleng cepat lalu kembali memeluk kaki Cahaya dengan erat.

"Pak Arif, Kak Zahra, makasih banyak, ya, udah mau jagain Zaif."

"Sama-sama, Ya. Zaif, kan, juga anak aku. Malahan aku senang banget kalau ada Zaif di rumah. Rumah jadi makin rame. Gak kayak biasanya, sepi," jawab Zahra setengah tertawa. Dia memang sudah bisa berkomunikasi dan bersikap lebih baik ke Cahaya. Karena sekarang ini, sudah tak ada lagi yang harus ia khawatirkan. Cahaya sudah menikah lagi. Dan, tentu saja, tak ada lagi yang bisa merebut Arif darinya.

"Eh, Bang Fahri mau berangkat ke kantor?" tanya Zahra yang mendapat anggukan dari Fahri. "Kan, baru kemarin nikah. Masa langsung masuk kerja, sih? Gak ambil cuti dulu gitu buat honeymoon?"

"Maunya, sih, gitu. Tapi, pekerjaan di kantor lagi banyak. Soalnya ada proyek besar yang harus dikejar. Nanti setelah proyek ini selesai, kita bakalan honeymoon juga, kok. Iya, kan, Sayang?"

"Eh, i-iya," jawab Cahaya terbata-bata. Panggilan 'Sayang' yang Fahri ucapkan membuat detak jantungnya tak terkontrol lagi.

"Sudah, 'kan? Ayo, kita pergi." Arif tiba-tiba berkata kepada Zahra. Wajahnya tampak tak senang dan caranya berbicara sangat tidak ramah.

"Lo, buru-buru banget, Rif? Gak sekalian sarapan bareng dulu gitu?" tawar Fahri dengan senyuman. Ia selangkah dekat dengan Cahaya, mengulurkan sebelah tangan dan memeluk pinggang Cahaya dengan manis.

Fahri tak tahu apa yang tengah ia lakukan. Yang ia tahu, sejak tadi Arif beberapa kali kedapatan mencuri-curi pandang ke arah Cahaya.

Sebagai suami yang sangat mencintai istrinya, Fahri ingin menunjukkan bahwa Cahaya adalah wanitanya. Hal itu membuat Arif tak senang. Hingga ia buru-buru mengajak Zahra pergi dari sana.

"Lain kali aja." Tanpa menunggu kesiapan Zahra, Arif langsung menarik tangan Zahra dan membawanya keluar dari rumah tersebut.

"Abang kenapa, sih? Perasaan tadi baik-baik aja."

Arif fokus menyetir, sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan Zahra. Isi kepalanya hanya dipenuhi oleh Cahaya dan raut wajah bahagianya. Wajah yang tak pernah Arif lihat semasa ia dan Cahaya menikah, tetapi dengan mudah muncul begitu saja meski Fahri baru sehari menikahinya.

Bukankah artinya Cahaya bahagia? Namun, mengapa Arif malah tidak menyukainya?

"Abang," panggil Zahra sekali lagi.

"Iya, Ya? Eh?"

"Abang mikirin Cahaya lagi?" berang Zahra.

"Gak gitu, Ra. Maksud Abang ...."

"Ck, Abang emang gak punya perasaan! Gak di rumah, di mobil, selalu aja Cahaya yang dipikirin. Bahkan sampai Cahaya udah jadi istri orang aja, Abang tetap mikirin dia. Sekali-kali pikirin perasaan aku, Bang. Aku ini satu-satunya istri Abang, bukan Cahaya."

"Iya, Abang minta maaf, ya," sesal Arif, tetapi Zahra malah memalingkan wajahnya.

...****************...

Jam sudah menunjukkan waktu makan siang, tetapi Fahri masih larut dalam setumpuk berkas yang harus ditandatangani olehnya.

"Siang, Pak." Geri, asisten pribadi Fahri, tampak masuk ke ruangannya setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Siang. Sudah ada perkembangan?" tanya Fahri yang dibalas anggukan kepala.

"Pak Alvin sudah menemukan pelakunya, Pak. Siang ini, Pak Alvin ingin bertemu Bapak secara langsung. Soalnya ada banyak hal yang harus ia jelaskan."

"Baiklah. Atur waktunya segera."

1
Tsalis Fuadah
dari diam diam ketemuan karena pekerjaan lama lama nyaman trs di tambah ketahuan n salah paham,,,,,, akhirnya byk pertengkaran,,,,,,, ehhh selingkuh beneran,,,,, hancur dehhhh ato ahirnya tuker za thor
Yosda tegar Sakti
bagus.
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak
total 1 replies
Muliana
Ayolah thor,,, jangan lama-lama up-nya
NurAzizah504: Siappp /Facepalm/
total 1 replies
Teteh Lia
5 iklan meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal Aurel kan nda perlu sampai ke rumah cahaya juga. cahaya nya juga nda pernah meladeni Arif berlebihan. justru malah ketus kalo ke pak Arif.
NurAzizah504: Maaf .... Aurelnya sedikit berlebihan /Frown/
total 1 replies
Teteh Lia
ada apa lagi dengan Arif?
NurAzizah504: Arif baik2 saja padahal /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🌹 meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Teh /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal ibu nya jelas2 bilang buat minta maaf sama Fahri. tapi kenapa Geri malah berbuat sebaliknya
NurAzizah504: Ups, ada alasan dibalik itu semua /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
akhirnya terbongkar juga.
NurAzizah504: Tapi, belm semuanya, Kak /Silent/
total 1 replies
Muliana
Jika seperti ini, seharusnya Fahri yang dendam. Bukan kamu Geri
NurAzizah504: Mash ada alasan yang lain, Kak /Smile/
total 1 replies
NurAzizah504
/Sob//Sob/
Muliana
Misteri yang belum terselesaikan, alasan Gery membenci Fahri
NurAzizah504: Pelan2, ya /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🐠 mendarat
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kakak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
apa bab ini memang pendek? atau aku yang kecepetan bacanya? tiba2 bersambung aja...
NurAzizah504: Memang agak pendek, Kak. Asalkan udah bisa update /Sob/
Muliana: Aku pun, merasakan hal yang sama
total 2 replies
Teteh Lia
Salut sama Aurel yang nda berburuk sangka dan tulus sama Arif.
NurAzizah504: Arif beruntung bgt bisa dapetin Aurel /Proud/
total 1 replies
Teteh Lia
Sayangnya, percakapan Gerry dan cahaya nda direkam. padahal bisa buat bukti ke Fahri...
NurAzizah504: Oalah, lupa kayaknya Cahaya /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
keras kepala banget... bang Fahri
NurAzizah504: Itulah, Kak. Sisi negatifnya dia, sih, itu /Sob/
total 1 replies
Muliana
apa bab ini terlalu pendek, atau aku yang menggebu saat membacanya /Facepalm/
NurAzizah504: Emg pendek, Kak
total 1 replies
Muliana
gantung lagi /Sob//Sob/
NurAzizah504: Kayak perasaan digantung mulu /Sob/
total 1 replies
Muliana
Ah Fahri ,,, kamu akan selalu dalam rasa salah paham serta cemburu ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!