Kisah dua orang sahabat Mikhail dan Ashenda yang 'laksana bayangan' antara satu dan lainnya tak bisa terpisahkan. Namun orang bijak pernah berkata, tidak akan menjadi sahabat antara laki-laki dan perempuan melainkan akan tumbuh rasa yang lain, karena telah terlanjur merasa nyaman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunita Karim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Istriku Berubah???
POV. Mikhail Alferov
___
Ku toleh bangku kosong di sebelah ku. Agak sedikit aneh rasanya melihat bangku itu terbiar tanpa ada penghuninya. Ya, Ashen-ku terpaksa tidak hadir dulu ke sekolah, ia harus banyak beristirahat mengingat kondisinya yang lemah.
Dulu, saat melihat bangku itu kosong, biasanya aku dilanda gelisah dan berusaha mencari tahu keberadaan Ashen. Tapi sekarang keadaannya telah jauh berubah, Ashen tengah berada di rumah ku, sebagai istriku dan ibu dari calon anakku.
Senyum ku kembali mengembang dan jiwa ku terasa hangat saat mengingat Ashen yang kini telah resmi menjadi milikku. Walaupun hanya pihak keluarga inti kami yang mengetahui soal ini. Sementara pihak luar tak ada seorangpun yang tahu termasuk pihak sekolah.
" Mikh, kalo nanti kita married, kita jadi gak bisa kangen-kangenan lagi, soalnya udah ketemu siang malam." Aku ingat betul ucapan Ashen waktu itu, sebelum kami menikah. Membuatku jadi senyum-senyum sendiri.
" Kalo udah married, kelasnya udah bukan kangen-kangenan lagi, shen. Tapi ..." Jawabku saat itu sambil mengisyaratkan sesuatu yang membuatku sukses dihadiahi cubitan gemas darinya.
" Mikhail! Kamu kenapa melamun? Udah selesai belum ngerjain soalnya?." Tanya Bu Tania yang rupanya telah memperhatikan aku sejak tadi.
" Gak ngelamun kok bu. Ini aku lagi mikir." Jawabku sekenanya.
Ku akui, pikiranku memang sudah tak lagi fokus pada lembar soal di atas meja ku. Melainkan sudah dikuasai oleh pikiran tentang Ashen semata. Tadi saat ku tinggalkan, ia masih tidur atau lebih tepatnya kembali tidur. Kami tak sempat berbincang, hanya ku labuhkan sebuah kecupan sayang di keningnya sebelum berlalu.
" Mikh, lo masih lama ya pulangnya?."
Saat jam istirahat, Ashen menelfon. Ku dengar nada bicaranya sangat berat dan manja.
" Iya sayang. Jam pulang sekolah masih sama kayak dulu kok. belum berubah. Lo istirahat aja." Bujuk ku.
" Gue pengen peluuukk ..." Rengek Ashen dengan suara parau.
" Sabar ya, tunggu gue pulang. Lo bisa peluk sepuasnya." Hiburku. Sempat aku berpikir kenapa Ashen tiba-tiba berubah menjadi begitu manja. Apa mungkin karena bawaan bayi yang di kandungnya?
" Lama banget pulangnya ... Gue pengen makan disuapin sama lo ..." Rengek Ashen lagi saat jam istirahat kedua.
Ya ampun, aku mengurut dada. Apa semua perempuan hamil itu begini tingkahnya? Tidak sabaran dan banyak sekali maunya. Merengek, nangis, manjanya tiga belas kali lipat, ngambekan lagi.
Teng! Jam tiga sore, kelas berakhir.
Aku yang begitu tak sabar menantikan waktunya pulang tak lagi membuang waktu, segera ku pacu mobil ku untuk segera tiba di rumah.
" Sayang ...!." Aku begitu antusias saat melihat Ashen yang sedang makan buah pir yang di kupaskan oleh Mbak Lasih di ruang tengah.
Ku kira aku akan mendapatkan pelukan 'tak sabar'nya itu dengan sangat dramatis ala-ala dalam film. Tapi nyatanya Ashen cuek saja melihat kedatanganku. Bahkan ia tak bereaksi saat ku kecup keningnya.
" Katanya pengen peluk ..." Aku sengaja mengingatkannya.
" Sekarang udah gak pengen lagi !." jawab Ashen seenaknya dengan wajah datar.
Aaaaargghh!!!!
Aku hampir saja menggigit hidungnya karena saking geregetan. Bagaimana bisa ia bersikap sedemikian aneh. Apa ia sengaja ingin membuatku kesal?!
Huft!
Aku pun berjalan menuju ke kamar dengan hati jengkel. Awas saja kalau nanti ia merengek lagi. Aku takkan mau meladeninya.