Davina Himawan tidak pernah menyangka pernikahannya dengan Jodie kandas di tengah jalan. Pernikahan yang awalnya begitu bahagia, dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah Vina mengetahui suaminya berkhianat dengan wanita lain. Wanita itu tak lain sekertaris suaminya sendiri. Lolita.
Davina memilih pergi meninggalkan istana yang telah ia bangun bersama Jodie, laki-laki yang amat di cintainya. Bagi Vina yang menjunjung tinggi kesetiaan, pengkhianatan Jodie tak termaafkan dan meninggalkan luka teramat dalam baginya.
Bagaimana kisah ini?
Apakah Davina mampu bangkit dari keterpurukan atau kah ia akan merasakan sakit selamanya? Ikuti kelanjutannya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
REKAN KERJA
Arini dan Hendro baru saja pamit pulang. Kini di ruangan kerja mewah itu hanya Davina dan Daniel saja.
Sesaat Daniel menatap Davina, mempersilahkan gadis itu kembali duduk. Keduanya masih duduk di satu sofa.
Tentu Vina tahu, sekarang Daniel akan menyelesaikan urusan mereka yang belum selesai. Menagih uang pergantian kerusakan mobil dan berbicara bisnis dengan Vina. Perbincangan lebih serius sekarang, tidak seperti ketika ada Arini dan Hendro tadi.
Davina segera mengambil cek yang sudah ia tandatangani di dalam tas nya. "Tuan Daniel...ini uang untuk mengganti kerusakan mobil anda", ucap Vina terdengar begitu lembut sembari menyerahkan selembar kertas ke arah Daniel.
Daniel berdecak kesal. Laki-laki itu tidak menghiraukan perkataan Davina, laki-laki itu justru mengambil teh hangat yang sudah di suguhkan Tari sekertaris nya beberapa waktu yang lalu. Menyesapnya.
Vina hendak menaruh cek itu di atas meja di hadapan Daniel. Tapi Daniel menarik tangannya. Daniel mengeratkan jemari lentik Vina agar menggenggam cek itu kembali. "Aku tidak membutuhkan uang mu Vina. Kau simpan kembali cek ini. Kau jauh lebih membutuhkan uang itu sekarang", ucap Daniel sambil menatap intens wajah cantik Davina.
Davina membalas tatapan Daniel. Nampak keterkejutan di kedua mata indah itu. "Tapi ini uang mu tuan Daniel. Aku sudah merusak mobil mu tentu saja aku harus bertanggungjawab–"
"Aku sudah mengikhlaskan nya. Kau tidak perlu membayar sepeserpun karena mobil itu aku asuransi kan", ucap Daniel.
"Tapi ada satu syarat yang harus kamu lakukan, Vina. Dan aku tidak mau kau melanggar nya", tegas Daniel menatap lekat wajah gadis yang kini cukup dekat dengannya itu.
Kening Davina mengeryit. Ia bingung karena tidak mengerti pembicaraan Daniel.
"Jangan panggil aku tuan lagi. Aku tidak suka mendengarnya, Vina", tegas Daniel.
Nampak Vina menghela nafas. Senyum terlukis di sudut bibirnya. Kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya tu–"
Daniel menatap tajam Davina. Wajah Laki-laki itu terlihat kesal.
"HM.. maksud ku kak Daniel", ujar Davina pelan.
"Nah itu jauh lebih baik. Tidak sulit kan memanggil ku seperti itu". Daniel mengusap tengkuknya.
Davina tersenyum manis seraya mengangguk. "Oh ya, aku hampir lupa..aku membawakan tester food buat kakak cicip", ucap Davina sambil mengeluarkan box-box mungil dari tote bag yang ia taruh di atas meja.
"Kakak harus mengatakan dengan jujur penilaiannya. Jika di antara menu ini ada yang ingin kakak pesan untuk acara perusahaan nanti, aku akan mencatatnya", ucap Davina memperlihatkan notebook pada Daniel yang memangut-mangut kan kepalanya seraya tangannya mengusap dagunya.
"Oh ya aku juga membawakan nasi, supaya kakak bisa benar-benar merasakan masakan ini", ujar Davina sambil membuka satu persatu box di atas meja.
Vina berdiri mengambil satu botol minuman mineral yang tertata di atas meja sudut. Ia membukanya dan menaruh di hadapan Daniel.
Daniel tak bergeming dari tempatnya, sedari tadi ia memperhatikan Davina yang begitu perhatian. Bahkan gadis itu mengambilkan minuman untuk nya.
"Sekarang kakak cicipi masakan dari katering ku. Kalau ada yang kurang kakak katakan saja terus terang".
"Apa kau selalu perhatikan seperti ini pada suami mu Davina? Bodoh sekali laki-laki itu melepaskan wanita seperti mu".
Tiba-tiba Daniel berucap seperti itu, sangat berterus-terang membuat Davina terdiam.
"Maafkan aku kak, apa aku berlebihan?"
"Tentu saja tidak. Aku baru saja mengenal mu, tapi kau itu sangat sempurna sebagai wanita Davina. Bahkan di zaman modern seperti sekarang kau yang masih muda ini lebih memilih bisnis katering di banding bisnis lainnya misalnya fashion", ucap Daniel sambil menyantap hidangan di hadapannya.
Davina tersenyum mendengar penuturan Daniel. "Aku memang menyukai masak sejak kecil. Karena mama selalu mengajariku masak sejak dulu".
"Mama yang menjalankan bisnis ini sebelumnya. Sejak mama meninggal aku lah yang menggantikan mama, agar usaha yang mama rintis terus berkembang", ucap Davina menjelaskan sekilas perjalanan kateringnya.
Sambil mencicipi satu persatu makanan, Daniel menyimak cerita Davina. Ia mengangguk anggukkan kepalanya.
Beberapa saat kemudian..
"Semua masakan mu enak Davina. Aku menyukainya".
"Terimakasih kak", jawab Vina tersenyum sambil membereskan meja.
Semua tindakan Davina itu tak luput dari perhatian Daniel. Dimatanya Davina sangat cekatan. Mungkin karena sudah terbiasa bekerja.
"Ternyata pilihan ku tidak salah mengajak mu kerja sama. Oma pasti menyukainya".
Davina menghentikan kegiatannya dan melihat Daniel. "Oma?"
"Iya, oma ku".
"Seharusnya oma kakak harus mencicipi masakan ku juga. Katakan saja oma kakak suka makanan apa nanti aku masakan khusus untuknya. Kapan kakak bisa, nanti aku titipkan pada kakak", ucap Vina mengutarakan apa yang ada di kepalanya saat ini.
"Ide bagus itu Vin. Oma pasti suka. Kamu masak rawon saja untuk Oma. Kita sama-sama menemui Oma weekend ini", jawab Daniel spontanitas.
Sesaat Davina berpikir. Kemudian menganggukkan kepalanya tanda setuju ide Daniel barusan.
"Oke kak, kalau begitu aku harus pulang sekarang. Kakak pasti sibuk", ucap Davina berdiri dan mengulurkan tangannya pada Daniel yang juga beranjak berdiri. Daniel tidak menyambut uluran tangan dari Davina.
"Apa kamu bawa mobil sendiri?"
"Aku akan memesan taksi–"
"Well, aku akan mengantarmu", ucap Daniel melangkah mendekati meja kerja mengambil kunci mobilnya.
"Oh...tidak usah kak. Aku naik taksi saja", seru Davina melebarkan kedua matanya menolak Daniel. Tentu saja ia tidak enak jika Daniel harus mengantarnya pulang karena sekarang tempat tinggalnya cukup jauh dari kantor Daniel.
Daniel tidak menghiraukan ucapan Vina, laki-laki itu menarik tangan Davina pelan. Mau tidak mau Vina mengikuti langkah Daniel keluar ruangan menunjuk lift khusus.
"Bukankah sekarang kita rekan bisnis. Rekan bisnis harus saling mengenal dengan baik, Vin", ujar Daniel saat keduanya sudah berada di dalam lift.
...***...
To be continue
Bagi vote ya 🙏