Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta
Tania kembali ke stan dan melayani pengunjung. Tiba-tiba Eza datang ke stan mereka. Shasa dilema melihat kedatangan Eza. Ia takut abangnya memperhatikannya. Padahal sebelumnya sudah benyah mahasiswa lain yang berkunjung ke stan tersebut dan Shasa melayaninya.
"Sha, ini buku tentang apa?"
"Baca saja sinopsisnya, kak. "
"Tidak, aku ingin mendengarnya dari ksmu."
"Astaghfirullah, ini orang. Ndak tahu apa aku lagi ketar-ketir." Batin Shasa.
Akhirnya ia terpaksa menjelaskannya. Eza bukan fokus dengan penjelasan Shasa, melainkan ia terpesona kepada orangnya.
"Ehem, sudah ya kak. Tertarik tidak?"
"Tentu tertarik." Ujar Eza yang sebenarnya maksud tertarik kepada orangnya.
"Ya sudah, ayo beli kak!" Sahut Tania yang berdiri di samping Shasa
Shasa menjadi salah tingkah dibuatnya.
Akhirnya Eza pun membeli buku itu hanya karena menutupi gengsinya.
"Hem... dasar kelakuan lelaki, aku tahu maksudnya." Ujar Tania saat Eza sudah pergi dari stan mereka.
"Apaan?" Tanya Tania.
"Cie... ada yang lagi berbunga nih. Awas lho dilihatin abang!"
"Ssttt.... !"
Sudah jam 5 sore. Pameran pun akan segera berakhir. Saif menutup pameran hati ini dengan ucapan Terima kasih dan ada penampilan tarian dari jurusan kesenian.
Semua mahasiswa yang terlibat dalam acara tersebut mulai merapikan sisa barang yang belum terjual. Di stan Tania, cukup banyak yang terjual. Jadi barang yang mereka bawa pulang tidak banyak.
"Alhamdulillah, sisa barang ini kita bagi empat ya. Terserah kalian mau diapain." Ujar Shasa, seraya membagikan sisa buku dan aksesoris.
Mereka pun shalat Maghrib di Musholla kampus sebelum akhirnya pulang ke rumah. Shasa mengantar Tania pulang. Karena kalau sudah malam sulit sekali angkutan lewat.Di pertengahan jalan, mereka menyempatkan diri untuk makan. Mereka mampir di sebuah rumah makan masakan padang. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan.
10 menit kemudian, mereka sampai di depan gang .Tania pun turun dari mobil.
"Makasih ya, Sha."
"Iya sama-sama. Aku pulang dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Shasa melajukan mobilnya kembali. Sedangkan Tania melangkah masuk ke dalam gang. Hari ini cukup melelahkan. Kemungkinan sampai rumah ia akan langsung tidur.
Shasa bari sampai di rumah. Ternyata Saif sudah sampai terlebih dahulu.
"Dari mana, dek?"
"Nganterin Tania, sekalian makan tadi bang. Lapar banget dari siang nggak makan."
"Oh, ya sudah."
Bunda dan ayah menanyakan perihal pameran di kampus kepada Shasa. Dengan penuh semangat Shasa menceritakannya. Setelah itu Shasa melihat kucingnya kesayangannya yang saat ini lemah tak berdaya karena sakit. Dia hari yang lalu Shasa sudah membawanya ke dokter hewan.
"Mochi, cepat sembuh ya. Nanti Mimi ajak jalan-jalan." Shasa mengusap badan Mochi.
Setelah itu, Shasa pun pamit ke kamar untuk beristirahat.
Satu minggu kemudian.
Pulang kuliah, Shasa mau mengantar Tania je rumah Mbak Dini. Mulai malam ini, Tania akan menjadi guru les Cinta. Namun ternyata Shasa dapat telpon dari Bunda bahwa kucing kesayangannya mati. Sontak Shasa sangat bersedih akan hal itu. Sampai-sampai ia menangis tersedu-sedu.
"Sha, yang sabar ya."
"Mochi ku, Tania... hua..."
"Mochi sudah tenang, Sha. Allah lebih sayang Mochi. Lebih baik kamu langsung pulang ya. Aku nggak enak lihat ksmu kayak gini."
"Tapi kamu? "
"Aku bisa naik gojek ke sana."
"Tidak-tidak. Tunggu sebentar, aku telpon abang."
"Eh, jangan!"
"Ssstt.... "
Shasa pun segera menghubungi Saif. Kebetulan Saif baru saja menutup pintu mobilnya dan memasang sabuk pengaman. Saif pun menerima panggilan dari Shasa.
"Assalamu'alaikum, hallo dek."
"Wa'alaikum salam, bang... hiks."
"Hei, kenapa kamu menangis? Kamu baik-baik saja kan?"
"Bang, Mochi mati.
"Innalillahi wainna ilaihi roji'un. Ya sudah, jangan sedih. Mungkin ini sudah takdirnya."
"Abang, aku mau pulang. Tapi Tania hari ini harus ke rumah Mbak Dini. Boleh minta tolong abang yang antar?"
"Oh gitu ya? Ya sudah, abang yang antar."
"Alhamdulillah, makasih bang."
Shasa pun meminta maaf kepada Tania. Tania turun dari mobil Shasa dan menunggu Saif di depan gerbang. Sebenarnya ia ingin menolak permintaan Shasa, tapi apa boleh buat.
Tin tin...
Mobil Saif pun berhenti. Tania menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu buru-buru ia mendekati mobil Saif. Saif membukakan pintu depan untuknya. Padahal awalnya ia ingin membuka pintu belakang. Tania pun segera naik dan menutup pintunya kembali.
"Maaf merepotkan, Pak."
Tidak ada sahutan.
Di tengah perjalanan, terdengar suara Adzan Maghrib. Perjalanan ke rumah Dini masih kurang 10 menit lagi. Saif memutuskan untuk mampir dan shalat di Masjid.
"Kita shalat dulu ya."
"Eh, iya Pak."
Setelah Saif memarkirkan mobilnya, mereka pun turun. Mereka masuk ke dalam Masjid dan berwudhu' di tempat yang disediakan sesuai gender.
Setelah selesai shalat, Saif tidak menurunkan lengan tangannya. Rambutnya pun nampak masih basah. Ia mengakibatkan rambutnya sebelum masuk ke dalam mobil. Tania dapat melihatnya.
"Pantas jadi incaran mahasiswinya. Ternyata memang sekeren itu." Batinnya.
"Ayo masuk!"
"Eh, iya Pak.
"Aduh, Tania. Malah bengong lagi."
Tania segera masuk ke dalam mobil. Saif melajukan kembali mobilnya.
Beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di rumah Dini. Sebenarnya rumah Dini dengan rumah Bunda itu hanya berjarak 5km.
"Pak, Terima kasih sudah mengantar saya. Maaf sudah merepotkan."
"Hem, tidak masalah."
Tania mengira Saif akan langsung pulang setelah mengantarnya. Ternyata Saif masih ikut mampir ke dalam.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Ternyata yang membukakan pintu adalah Cinta.
"Pak de... " Cinta langsung memeluk Saif.
"Lho, aunty Tania bareng Pa de ke sininya?"
"I-iya, Cinta."
Saif menggendong Cinta masuk ke dalam. Tania ikut di belakang mereka.
"Pak de, ini janggutnya udah tumbuh dikit. Cukur dong Pak de, biar tambah ganteng." Jujur Cinta, sambil memegang dagu Saif. Padahal janggut itu memang sengaja Saif biarkan karena memang tumbuhnya cuma di tengah pas di bawa bibir dan cuma sedikit
Sontak Tania ikut tersenyum mendengar celetukan Cinta. Tania tidak menyangka Saif semanis itu dengan anak-anak.
"Oh ya, jadi kalau begini Pak de tidak ganteng?" Saif mencubit ringan pipi keponakannya.
"Hehe, ya ganteng juga sih."
Mendengar tamunya sudah datang, Dini pun keluar. Dini juga tidak menyangka jika Abangnya yang mengantar Tania.
"Lho, mana adek, bang?"
"Sedang berduka." Jawab Saif singkat.
Tania pun menjelaskannya kepada Dini.
"Owalah, kasihan. Ya sudah, sana mulai belajarnya Kak." Ujar Dini kepada Cinta.
Cinta dan Tania belajar di ruang tengah. Sedangkan Dini dan Saif duduk di ruang tamu.
Mereka ngobrol sedikit tentang keluarga. Dini membuatkan susu hangat untk Saif.
"Ini bang, diminum."
"Hem, makasih."
Sekitar jam 20.00, waktu les Cinta sudah selesai. Tania pun pamit pulang. Nampak Cinta sangat senang setelah selesai belajar dengan Tania. Dini memberikan kontak sepeda motor Scoopy sekaligus STNK untuk Tania.
"Tania, ini sekarang aku titipi ke kamu. Pakai selama kamu membutuhkan. Hati-hati ya."
"Sebenarnya ini terlalu berlebihan, mbak."
"Ndak pa-pa. Lagian ini nggak dipakai. Sayang, kan. "
"Baik mbak, terima kasih. Aku akan menjaganya dengan baik. "
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰