Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Ke Rumah
Setelah beberapa hari absen, Arya akhirnya kembali bekerja. Dia tampak lebih segar dan bersemangat. Namun saat Arya sudah mulai bekerja, kini giliran Luna yang meminta izin cuti selama beberapa hari. Alasannya sederhana, karena Kakek Darma tiba-tiba memintanya untuk datang ke rumah utama. Dengan sedikit rasa malas, Luna menyetujui permintaan itu.
Ada alasan kuat mengapa Luna enggan datang ke rumah itu. Setiap sudut rumah utama, menyimpan kenangan manis bersama kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Rumah itu adalah tempat di mana dia tumbuh, di mana tawa dan tangis orang tuanya masih terasa hidup dalam ingatan. Kenangan itu membuatnya sedih, dan karena itulah Luna lebih memilih tinggal di apartemennya sendiri, jauh dari bayang-bayang masa lalu. Dia menghindari rumah itu agar tidak terus-menerus mengingat rasa sakit kehilangan.
"Pak Arya, aku minta izin tidak masuk selama beberapa hari," kata Luna saat dia masuk ke ruangan Arya.
Arya mengernyitkan dahi. "Kenapa, Luna? Kamu sakit juga?"
"Tidak. Kakek memintaku pulang ke rumah" jawab Luna, suaranya terdengar lelah.
Arya melihat ekspresi di wajah Luna. Dia tahu ada sesuatu yang mengganggu wanita itu.
"Ada apa? Kamu tidak terlihat senang. Bukankah seharusnya kamu akan merasa senang bisa pulang ke rumah." tanya Arya penasaran.
"Tidak apa-apa, hanya... aku tidak terlalu suka berada di sana. Terlalu banyak kenangan yang tertinggal disana," bisik Luna.
Arya mengerti. Dia meraih tangan Luna dan menggenggamnya. "Kalau begitu, aku akan mengantarmu. Dan aku akan menjemputmu setelah kamu selesai."
Luna tersenyum. "Tidak perlu, Pak Arya. Aku baik-baik saja."
"Aku serius, Luna," kata Arya. "Aku akan menemanimu. Jangan pernah merasa sendirian."
Luna mengangguk, hatinya terasa hangat. "Baiklah. Terima kasih, Arya."
Mobil yang dikendarai Arya masuk ke kompleks perumahan elit yang hampir sama dengan rumahnya. Luna akhirnya sampai di rumah utama. Pintu gerbang yang megah, halaman yang luas, dan rumah bergaya eropa yang elegan menyambutnya. Kenangan masa kecil langsung menyeruak, membuat matanya berkaca-kaca. Kakek Darma menyambutnya dengan pelukan hangat.
"Luna, cucuku," kata Kakek Darma. "Kenapa kamu lama sekali tidak datang? Kamu tidak rindu Kakek?"
"Maaf, Kek. Aku hanya sibuk," jawab Luna, mencoba menahan emosinya.
"Sibuk apa? Sibuk menghindari Kakek?" Kakek Darma menggoda.
"Sudahlah, Kakek mengerti. Duduklah. Ada yang ingin Kakek bicarakan. Siapa dia? " tanya kakek Darma yang melihat ternyat Luna tidak datang sendiri.
"Dia Pak Arya, atasanku. "
"Hallo kakek, apa kakek lupa padaku. " sapa Arya.
"Kamu.... sudahlah, kamu tidak penting, yang penting sekarang adalah cucuku. Kamu sebaiknya pulang saja. " kata Kakek Darma mengusir Arya.
Arya menunjuk hidungnya setelah mendapat pengusiran dari kakek Darma. Dan mendapat kekehan dari Luna, dia melihat tangan Luna mengibas mengisyaratkan kalau Arya boleh pergi dulu.
Mereka duduk di ruang kerja Kakek Darma. Ruangan itu penuh dengan buku-buku tua dan foto-foto masa lalu, termasuk foto orang tua Luna.
"Luna, Beberapa hari lagi adalah hari ulang tahunmu yang ke-27," kata Kakek Darma.
"Kakek, tidak perlu. Aku tidak ingin merayakan ulang tahun," potong Luna.
"Tapi Kakek ingin merayakannya," kata Kakek Darma lembut. "Dan Kakek ingin menyerahkan perusahaan Keluarga kita kepadamu. Kamu adalah satu-satunya penerus Keluarga kita."
Luna terkejut. "Apa? Tidak, Kek. Aku tidak bisa,aku tidak mau."
"Kenapa tidak? Kamu cerdas, pekerja keras. Kamu pantas mendapatkannya," bujuk Kakek Darma. "Sudah waktunya Kakek pensiun dan menikmati hidup di hari tua."
"Tapi, aku tidak tahu apa-apa tentang mengurus perusahaan besar. Aku tidak bisa mengambil tanggung jawab sebesar itu," tolak Luna karena sudah ada takdir lain yang menunggunya diluar sana.
"Kamu tidak sendirian. Kakek akan membimbingmu, bukankah sekarang kamu bekerja pada pria tengil itu, sudah pasti kamu memiliki sesuatu di dalam dirimu, Sayang. " kata Kakek Darma sambil tersenyum.
Luna tetap menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin terbebani dengan tanggung jawab besar, apalagi di tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan. "Aku tidak bisa, Kek. Aku tidak mau."
Kakek Darma menghela napas. "Baiklah. Kakek tidak akan memaksa. Tapi, Kakek akan berikan hadiah lain di hari ulang tahunmu besok. Sebuah hadiah besar yang mungkin akan mengubah pikiranmu." kata Kakek Darma
"Ini tentang kematian orang tuamu. Itu bukanlah takdir, melainkan sebuah konspirasi yang disengaja."
"Apa, bagaimana bisa? "
Luna merasa terkejut setelah mendengar ucapan kakeknya. Bagaimana tidak. Selama ini dia mengira kalau orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Tapi....
"Kakek, apa yang kakek katakan? "
"Itu benar, Luna. Saat kejadian, selain kedua orang tuamu, ada orang lain disana yang kakek selamatkan, tapi dia terluka parah. Dia bisa menjadi saksi mata satu-satunya dalam kecelakaan itu. Kakek sengaja tidak memberitahumu, karena takut emosimu terguncang. Karena itulah kakek menyembunyikannya selama ini, karena dia juga sedang dalam perawatan dokter. Dia koma. "
"Koma? "
"Iya, tapi beberapa hari lalu dokter mengatakan kalau dia sudah sadar. Dan dia akan mengatakan pada kita siapa orang dibalik kecelakaan berencana itu. " kata kakek Darma.
Mendengar itu hati Luna dipenuhi rasa tidak percaya, amarah, sedih, dan rindu yang mendalam kepada kedua orang tuanya.. Ia mengepalkan tangannya kuat seolah mencengkram pelaku di dalam tangannya.
Luna kembali menatap Kakeknya. "Kakek... kenapa? Kenapa Kakek baru memberitahu ini sekarang?"
"Kakek takut, Luna. Kakek takut orang yang melakukan ini akan melukaimu juga," jawab Kakek Darma. "Karena itulah kakek menyembunyikannya selama ini."
Luna menatap Kakeknya,dengan mata yang sudah memerah. "Baiklah kakek, aku mengerti. Aku tidak akan membiarkan dia lolos. Aku akan menuntut keadilan untuk orang tuaku,kek." Saat ini Luna sedang dipenuhi perasaan marah.
"Kakek, aku akan ambil alih perusahaan. Aku akan menemukan pelakunya dan membuat dia membayar atas apa yang sudah dia lakukan kepada kedua orang tuaku."
Kakek Darma tersenyum lega, matanya dipenuhi kebanggaan. "Kakek tahu kamu akan membuat keputusan yang tepat. nak. Ini adalah kesempatan kita untuk menghukum mereka dengan hukuman yang setimpal."
Luna mengangguk, dia tahu, dia tidak lagi memiliki pilihan lain. Perusahaan itu adalah jalan agar dia bisa berkuasa, dan satu-satunya cara untuk menuntut keadilan atas kematian orang tuanya. Dan dia tidak akan berhenti sampai rahasia di balik insiden kecelakaan ya g menewaskan orang tuanya itu terungkap sepenuhnya.
Luna bertekad akan menghadapi siapa pun yang berdiri di dihadapan jalannya, demi orang tua yang dia cintai. Tekadnya kini bulat, Luna tidak akan lari dari tanggung jawabnya. Dia akan menjadi wanita yang kuat dan berani, siap untuk menghadapi takdirnya sendiri.