Tampan, memiliki tubuh yang ideal, dewasa dan kaya. Wanita mana yang mampu menolak pesonanya, begitu pula dengan Ara gadis muda 23 tahun begitu sangat tertarik dengan pesona laki-laki dewasa itu. tak peduli jika laki-laki itu sudah memiliki tunangan dan parahnya lagi adalah bibinya sendiri yang bernama Nuri.
" Kenapa Paman begitu tampan, aku tidak bisa untuk tidak berpaling menatap mu!" Ara.
" Aku adalah tunangan bibi mu, sampai hati kamu menggodaku?" Varo.
Bagaimana jika Nuri mengetahui jika keponakannya sendiri lah yang merebut tunangan nya tersebut, apa yang akan dilakukan Nuri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rizal sinte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Ara dan Varo masuk ke rumah, keduanya berjalan beriringan sambil bergandengan tangan. Sungguh bahagia sekali akhirnya mimpinya jadi kenyataan untuk bisa bersama dengan laki-laki yang dicintai itu, Allah memang maha baik pikir Ara, selama penantian 5 tahun ternyata hasilnya tidak sia-sia dan bahkan tidak nanggung-nanggung lagi karena sekarang ini status dirinya bukanlah kekasih atau sebagai tunangan, melainkan seorang istri. Sungguh kebahagiaan ini tak bisa diungkapkan.
Senyum terus terlihat di wajahnya nampak sekali bahagia, dia bahkan lirik-lirik suaminya saat sedang berjalan memasuki rumah rasanya seperti mimpi, dan jika memang ini adalah mimpi Ara tidak ingin untuk bangun dari tidur panjangnya.
" Ada apa? Dari tadi senyum-senyum terus." Varo bertanya, dia melihat istrinya sedari tadi terus melirik nya secara diam-diam. Walaupun gadis itu tidak menyadari jika dirinya dapat melihat gerakan matanya, sungguh terlihat begitu gemes dimatanya.
" Nggak apa-apa, memangnya nggak boleh? Senyum itu ibadah loh," ucapnya, seraya merangkul lengan Varo dengan erat seakan tak ingin pisah darinya. Gadis itu benar-benar menempeli Varo kemanapun laki-laki itu pergi, bahkan saat hendak menaruh jas nya saja Ara mengikutinya.
Varo hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala atas perilaku istrinya tersebut yang persis seperti anak kecil yang tak ingin kehilangan induknya.
" Aku tidak akan pergi kemanapun." Dengan gemes Varo mencubit hidung istri.
" Memangnya aku kenapa?" Pura -pura polos, namun dia tetap terus menempel pada Varo. Padahal memang benar jika suaminya itu tidak akan pergi kemanapun, tetapi rasa bahagia tidak bisa di pungkiri lagi sehingga hanya berpisah satu detik saja rasanya hambar. Sungguh indah jika dunia ini memang hanya milik berdua saja.
Varo kembali menggelengkan kepalanya, dia tidak merasa risih sama sekali. Varo duduk di sofa ruang keluarga dan di ikuti oleh Ara pastinya sehingga Varo menarik tangan istrinya tersebut hingga gadis itu duduk di atas pengakuannya.
" Kyaaaa, Paman!" Kaget Ara, dia sampai memukul dada suaminya yang bidang itu.
" Gak mau?" Canda Varo menahan senyumnya.
" Siapa bilang, tentu saja mau. Karena dengan begini Ara bisa memeluk mu dengan erat," ucapnya sedikit menggoda lalu kedua tangannya ia kalungkan di leher Varo.
" Gadis yang nakal." Varo membalas pelukannya itu.
Keduanya saling berpelukan erat seakan mengobati rasa rindu yang selama ini terhalang ingin bermesraan seperti ini. Dan sekarang karena semuanya sudah jelas akan sstus mereka tentu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dan sekarang mereka saat ini sudah menyatukan kenikmatan yang bener -bener tiada duanya. Berciuman dengan bebas tanpa ada rasa takut lagi hingga ingin terus melakukannya lagi dan lagi.
" Paman, apa kau tau? Aku akan menjadi gila," ucap Ara setelah menyalurkan hasratnya yang selama ini terpendam. Rasa ingin merasakan bibir manis milik calon pamannya itu kini sudah tercapai.
" Ya jangan dong, masa jadi gila sih. Terus aku gimana?" Tolak Varo, baru aja ingin merasakan indahnya cinta eh istrinya itu malah mau menjadi gila.
" Tapi aku gila kan karena tergila-gila cinta sama kamu," ucap Ara.
Tentu saja Ara merasa dirinya gila, karena walaupun Varo adalah calon pamannya maka dia akan terus mencintai laki-laki ini. Tidak peduli jika orang-orang berkata keponakan merebut tunangan bibinya sendiri. Maka dari itulah Ara merasa dirinya sudah gila, bahkan sekarang pun semakin gila karena ternyata Varo adalah suaminya sendiri.
" Tetap saka tidak boleh, jika kamu gila tentu aku yang balakalan kerepotan," canda Varo sambil menahan senyumnya.
Ara mengerucutkan bibirnya, dia menatap kesal suaminya tersebut. Hingga membuat Varo tak tahan ingin kembali mengecupnya. Lalu keduanya kembali melakukan ciuman panas hingga seseorang mengejutkan keduanya padahal sedari tadi aksi mereka di lihat oleh ART, tetapi tak ada yang berani menegur hingga seseorang datang menjadi pengganggu keduanya.
" Al, Ara. Loh kalian sudah ada di rumah? Kok aku gak tau," ujarnya berpura-pura kaget saat melihat keduanya berada dalam rumah padahal sedari tadi nuri sudah mengetahui jika arah dan juga datang karena tidak tahan melihat keduanya yang begitu mesra Nuri pun berpura-pura pergi ke dapur untuk mengambil minum sontak dia langsung menyapa.
Spontan Ara menjauhkan dirinya dan langsung berdiri, gadis itu mengusap bibirnya yang basah dan terlihat sangat gugup dengan adanya sang bibi di hadapannya. Tentu Ara yakin jika bibinya melihat kejadian tadi. Ada perasaan tidak enak karena status bibinya masih lah tunangan Varo, walaupun hanya sandiwara saja.
" Bi-Bibi …"
" Wajah kamu kenapa merah begitu, sudah enggak usah malu bibir tahu kok," ucap Nuri dia memaksakan senyum lebarnya padahal dalam hati begitu sangat panas namun Nuri adalah gadis pintar hingga bisa menyembunyikan rasa cemburunya itu.
Ara tersenyum malu-malu kemudian dia langsung memeluk bibinya, dia merasa lega karena bibinya sudah mengetahui hubungannya dengan Varo dan dia merasa senang namun Ara ingin memastikan jika tidak ada cinta di antara suami dan bibinya itu.
" Nuri, Ibu mau pulang." Susi merogoh tasnya mencari kunci mobil.
" Eh ada calon menantu, dah lama kita tidak bertemu." Susi masih menganggap Varo adalah calon menantunya padahal sudah sangat jelas sekali jika hari ini Ara mengetahui semuanya.
" Ibu, semuanya sudah berakhir. Pertunangan Nuri dan Alvaro sudah tidak ada lagi, jadi berhentilah berpura-pura lagi soalnya Ara sudah mengetahui semuanya, iya Ara?" Kata Nuri, dia tidak ingin membuat Varo menjadi salah paham padanya sehingga cepat -cepat dia menjelaskan.
Ara hanya tersenyum kecil saja sembari mengangguk, sementara Varo tak menanggapi apapun dia malah berekspresi datar.
" Loh memangnya kenapa? Ucapan itu adalah doa, apalagi dari seorang ibu, siapa tahu saja jadi kenyataan."
" Ibu!" Bentak Nuri, dia melirik arah Varo.
" Apa maksud Nenek?"